Buku, Arsip dan Keberpihakan Pemerintah Jambi

Perpustakaan Provinsi Jambi. Sumber foto: Tribunjambi

Oleh: Jumardi Putra*

Saya tidak akan mengurai lebih jauh kemegahan perpustakaan Soeman HS (sebagaimana artikel di link berikut ini: Perpustakaan Termegah Soeman HS), dan saya tidak pula ingin membandingkannya dengan perpustakaan dan arsip provinsi Jambi. Kunjungan saya ke perpustakaan Soeman HS beberapa waktu lalu menyeruapkan pokok-pokok pikiran tentang fasilitasi pemerintah daerah terhadap akses serta upaya membangun tradisi membaca dan menulis masyarakat di tengah airbah informasi melalui internet sekarang ini.

Terminologi ‘termegah’ dan ‘terbaru’ tidak secara otomatis memengaruhi aksesibilitas warga, tradisi menulis sekaligus publikasi sebagai faktor turutan setelahnya. Namun, saya juga tidak menyangkal bahwa fasilitas perpustakaan yang memadai adalah modal penting untuk meningkatkan budaya literasi masyarakat di sebuah daerah.

Dalam pada itu, leburnya teritori sebuah daerah bahkan negara oleh karena revolusi teknologi informasi masa kini membuat tafsir tentang perpustakaan juga mengalami pergeseran baik mengenai aksesibilitas, publikalitas, koleksi, pelayanan dan lain sebagainya.

Bukankah tumbuh subur komunitas literasi saat ini sebagai gerakan sosial relevan menjawab tugas pokok yang selama ini kadung dipercayakan penuh kepada instansi teknis pemerintah baik pusat maupun daerah (provinsi/kabupaten/kota).

Sedari enam tahun lalu, saya berulangkali menyuarakan kritik baik di tivi lokal maupun koran (sebagaimana semangat artikel di link berikut ini: Arsip Daerah Jambi di ANRI dan tidak tanggung-tanggung saya justru membandingkan perpustaaan (baik milik pemerintah maupun perguruan tinggi di Jambi) dengan Perpustakaan di Leiden dan  Pusat Kajian Asia Tenggara di Singapura.

Faktanya, di Jambi jika fisik dan fasilitas bangunan terus menerus kita soalkan (apalagi kemampuan APBD yang terbatas), tanpa melihat secara kritis persoalan fundamental yakni relasi pemerintah Jambi dengan Buku atau Arsip (produk pengetahuan), pun demikian Rektor dengan perpustakaan di kampusnya, hemat saya, demikian itu tidak akan membawa perubahan yang berarti bagi tumbuh suburnya ruang kultural-intelektual di Jambi.

Hemat saya, letak persoalaan saat ini adalah bagaimana pandangan sekaligus keberpihakan pemerintah (Gubernur melalui pembantunya yaitu Kepala Dinas Perangkat Daerah hingga pegawai) maupun perguruan tinggi di Jambi terhadap Arsip dan Buku, yang kepada mereka diamanahi oleh konstitusi untuk mengurusi dan menyebarluaskannya kepada khalayak luas.

Ambil contoh, persoalan yang selama ini seolah luput dalam perhatian banyak pihak, apakah bergabungnnya Arsip dan Perpustakaan (pasca otnomi daerah) berkonsekuensi logis-positif, tidak saja pada efektifitas dan efisiensi penggunaan anggaran, tetapi juga yang lebih penting adalah kualitas program dan kegiatannya?

Saya melihat, meski dalam satu atap sejatinya Arsip dan Perpustakaan Jambi telah lama "berpisah". Tidak saja postur anggaran yang jomplang antar keduanya, tetapi juga pada beberapa hal krusial, untuk menyebut contoh seperti berikut ini: (1) Perpustakaan Provinsi Jambi tidak berorientasi pada penguatan literatur sejarah dan budaya Jambi. Padahal sejak tahun 80-an secara jelas warga Jambi menyuarakan soal itu di koran-koran lokal. (2) Arsip Daerah tidak lagi berorientasi pada fasilitasi penelitian arsip maupun naskah, pelayanan maksimum, SDM (pegawai) yang terus menerus melakukan pengayaan pengetahuan sekaligus kemampuan teknis, dan (3) iklan Gubernur bersama Kepala Dinas Arsip dan Perpustakaan di tivi-tivi lokal, sebagaimana lazim era pemerintahan sebelumnya, menghimbau agar rakyat Jambi gemar membaca dan berkunjung ke perpustakaan. Sekali lagi, TIDAK ke Arsip!

Keadaan demikian menunjukkan penggabungan dua lembaga itu senyatanya belum segaris dan sebangun bahwa arsip dan perpustkaan merupakan dua sisi dalam satu mata uang. Maka terhadap keduanya peradaban mesti dirawat sekaligus memberi manfaat.

Ngomong-omong, kapan ya Gubernur Zola (dengan menggunakan Lacak) berkunjung ke gedung Arsip? Sependek informasi yang saya ketahui bapak HBA juga belum pernah mengunjungi Arsip hingga berakhir masa jabatannya sebagai orang nomor satu di Provinsi Jambi.

Begitulah. Susah cakap.

*Tulisan ini saya buat tahun 2016. Kini baik perpustakaan dan arsip daerah provinsi Jambi perlahan-lahan terus melakukan perbaikan. Semoga peran dan fungsi perpustakaan dan arsip betul-betul diperhatikan Gubernur Jambi.

*Tulisan-tulisan saya lainnya:

1) Menyoal Duta Baca Provinsi Jambi, Kerja Apa?

2) Pengelana Buku Itu Tidak Pernah Pergi, Obituari Nirwan Arsuka

3) Generasi Nol Buku

4) Meresensi Novel dan Menulis Ulang Cerita

5) Di Balik Panggung Pemilihan Bujang Gadis Jambi

6) Komunitas Epistemik dan Kosongnya Kampus Kita

7) Ngadem di Goethe Institut

8) Suatu Siang di Erasmus Huis

9) Merajut Asa di Ruang Belajar Prof H.A.R. Tilaar

10) Ngadem di Freedom Institute Library

(11) Arsip Daerah Jambi di ANRI

(12) Kerja Arsip Berdekatan dengan Kesepian

(13 Pers Jambi (Tanpa) Pusat Dokumentasi

0 Komentar