![]() |
Bujang Gadis Terpilih Provinsi Jambi bersama Gubernur Jambi |
Oleh: Jumardi Putra*
November tahun lalu, saya diminta oleh Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Provinsi Jambi menjadi salah satu dewan juri ajang pemilihan
Bujang-Gadis Provinsi Jambi tahun 2022.
Ini kali pertama bagi saya terlibat dalam iven
tahunan tersebut. Tugas saya fokus pada aspek uji pengetahuan umum peserta
bujang-gadis melalui beberapa kali tahapan wawancara perihal seni, budaya dan
pariwisata di provinsi Jambi, laku yang saya khidmati sedari lama sampai
sekarang.
Selain itu, peristiwa internasional terkini, literasi
keuangan, dinamika dunia remaja beserta tantangannya, adalah juga perkara
penting yang mesti diketahui secara umum oleh kontestan. Begitu juga kemampuan
seperti psikologi (manajemen diri), kemampuan bahasa (Indonesia dan asing) dan komunikasi
publik, serta terampil di forum-forum publik. Demikian besar harapan yang diharapkan
oleh pemerintah provinsi Jambi melalui penyelenggara kepada bujang-gadis provinsi
Jambi, dikarenakan mereka menjadi role
model bagi generasi muda lainnya untuk berkontribusi bagi pembangunan
kebudayaan.
Kalau disederhanakan bujang-gadis provinsi
Jambi yang terpilih adalah individu-individu cerdas, berpenampilan menarik,
berkepribadian, dan berani melakukan kerja-kerja partisipatoris mempromosikan
seni budaya dan pariwisata di provinsi Jambi ke dunia luar. Bahasa kerennya memiliki
4 B sekaligus: Brain, Beautiful, Behavior,
dan Brave.
Lantaran saya tidak sendirian, melainkan bersama dewan juri ahli lainnya, maka proses penjurian berjalan efektif, dan kami dewan juri selalu mendiskusikan hasil penjurian pada setiap tahapan. Diskusi antara kami kerap berjalan alot, lebih-lebih jelang pengumuman malam final, dikarenakan mempertemukan pengetahuan, pengalaman dan hasil penjurian masing-masing juri, tidak terkecuali kebutuhan pemerintah daerah sebagai user bujang-gadis dalam rangka mempromosikan potensi seni, budaya dan destinasi pariwisata yang kesemuanya itu berpijak pada indikator-indikator maupun form penilaian yang disiapkan panitia penyelenggara.
![]() |
Dewan Juri Bujang Gadis Prov. Jambi tahun 2022 |
Tulisan saya ini bukan mewakili hasil penilaian
para dewan juri, begitu juga dewan juri kehormatan pada sesi malam final, melainkan
refleksi pribadi saya setelah melewati proses penjurian, khususnya penguasan
peserta mengenai informasi tentang seni, budaya, pariwisata, literasi keuangan,
dan peristiwa global mutakhir. Secara umum boleh dikata para peserta belum menguasai
informasi secara memadai tentang seni budaya baik tangible (benda) maupun intangible
(tak benda) serta destinasi pariwisata yang tersebar di seluruh kabupaten/kota
di wilayah provinsi Jambi.
Karena peserta umumnya pernah mengikuti dan
sebagian terpilih menjadi bujang-gadis kabupaten/kota, tidak heran bila mereka lebih
banyak mengetahui seni budaya daerahnya sendiri, itu pun dengan catatan masih
jauh dari kata memadai. Lantaran karena ini ajang pemilihan bujang-gadis provinsi
jambi, semestinya mereka benar-benar mempersiapkan diri jauh-jauh hari untuk
mempelajari sumber data dan informasi kekayaan seni budaya maupun destinasi
wisata lintas kabupaten/kota yang ada di wiilayah provinsi Jambi. Tidak terkecuali
langkah-langkah apa saja yang mesti mereka lakukan bila terpilih menjadi
bujang-gadis provinsi Jambi masa bakti tahun 2022.
Begitu juga keterbatasan informasi mereka
tentang perangkat peraturan daerah provinsi Jambi seputar seni, budaya dan
pariwisata provinsi Jambi, sebut saja seperti Rencana Induk Pengembangan
Pariwisata Provinsi Jambi (RIPPAR Provinsi Jambi) yang memuat peta jalan
pengembangan pariwisata berdasarkan potensi, permasalahan dan tantangan sekaligus
kerja-kerja terukur untuk mendongkrak destinasi wisata yang tersebar di wilayah
provinsi Jambi agar berkembang dan puncaknya bisa menggerakkan roda ekonomi
warga. Mereka juga belum mengetahui peraturan daerah tentang pengembangan budaya
Melayu Jambi maupun induk Undang-Undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan
Kebudayaan. Mereka juga belum banyak mengetahui iven-iven seni budaya di
provinsi Jambi yang masuk ke dalam kalender pariwisata nasional, dan bahkan
mereka mengakui belum banyak berinteraksi dengan komunitas seni budaya maupun
pariwisata di provinsi Jambi.
![]() |
Peserta ajang pemilihan bujang-gadis prov. Jambi tahun 2022 |
Kondisi demikian sempat membuat saya menaruh rasa tidak percaya, tetapi tidak lantas saya mengutuk keadaan. Saya teringat ungkapan Adlai Stevenson (1962), diplomat Amerika Serikat, “Would rather light a candle than curse the darkness.” (lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan). Barangkali kondisi demikian itu, lebih karena problem struktural tata kelola seni budaya di provinsi Jambi maupun kabupaten/kota yang masih menempatkan urusan kebudayaan di peri-peri (untuk menyebut di pinggiran pembangunan) sehingga anak-anak muda abai terhadap akar historis dan kebudayaannya sendiri. Galibnya dalam perumusan perencanaan pembangunan daerah, urusan kebudayaan acapkali dinilai kalah penting ketimbang ekonomi dan infrastruktur. Begitulah. Susah cakap.
Hal-ihwal yang membuat saya sedikit optimis lantaran beberapa dari mereka memiliki aktivitas selain sekolah maupun kuliah, yakni antara lain terlibat melestarian batik lokal Jambi, kuliner khas Jambi, olahraga, organisasi kepemudaan, dan pelbagai kegiatan ekstrakulikuler di sekolah maupun di kampus. Selebihnya umumnya mereka baru bercita-cita akan, akan dan akan menjadi bagian di garda terdepan melestarikan seni, budaya dan pariwisata di Provinsi Jambi.
Begitu juga saya masih temukan beberapa
peserta yang memiliki pengetahuan cukup memadai tentang seni, budaya dan
pariwisata di provinsi Jambi serta pemahaman mereka tentang problem kaum pemuda
beserta tantangannya, sebut saja seperti bahaya narkoba, seks bebas, tawuran,
pencurian dan kegiatan-kegiatan yang disebut sebagai tindakan kriminal. Khusus
literasi keuangan, harus saya akui peserta umumnya belum begitu akrab dengan
istiah seperti APBD, Musrenbang dan hal-hal lainnya seputar pengelolaan
keuangan daerah mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban
APBD. Sedangkan melek informasi mengenai pelbagai peristiwa internasional
terkini juga menjadi persoalan tersendiri bagi sebagian peserta bujang-gadis.
Terhadap peserta yang saya wawancarai,
pertanyaan pertama saya adalah apakah mereka hobi membaca baik karya fiksi
maupun non fiksi. Umumnya mereka mengatakan jarang membaca. Lalu baca apa?
Umumnya mereka menjawab membaca informasi singkat berupa teks maupun dalam
bentuk video audio-visual yang berseliweran di kanal youtube, facebook, instagram dan tiktok. Itu pun umumnya yang bersifat budaya massa seperti hiburan,
fashion, musik, olahraga, kesehatan, dan
kisah-kisah lucu yang mengundang tawa. Jelas saya terkejut mendapati jawaban
demikian itu.
Pertanyaan saya berikutnya, apakah mereka senang
menulis, entah itu berupa karya ilmiah, artikel/opini, esei dan karya fiksi
seperti novel, cerita pendek, puisi, dan lainnya. Lagi, umumnya mereka menjawab
kurang suka menulis. Singkatnya, kegiatan membaca hanya bersifat kondisional,
seperti bila mendapat tugas pelajaran atau mata kuliah dari sekolah maupun
kampus. Selebihnya banyak menghabiskan waktu bersama gawainya masing-masing.
Benar, bahwa ajang ini bukan pemilihan duta
baca, apalagi duta menulis, sehingga hal demikian itu bukan faktor penentu yang
utama bagi peserta bisa lolos seleksi dari satu tahapan ke tahapan berikutnya.
Bukan tanpa alasan pertanyaan awal saya pada sesi
wawancara kepada setiap peserta tentang kegemaran membaca. Bagi saya, gemar
membaca modal awal yang penting bagi siapapun dan dalam profesi apapun. Apatah
lagi di era tumpah ruah informasi (internet terutama) sekarang ini, sehingga kemampuan
membaca sangat diperlukan, dan bahkan membaca dalam arti mampu menganalisa setiap
persoalan di tengah airbah informasi sekarang ini.
Makanya, di ujung wawancara saya kerap
mengajak mereka gemar membaca, dan saya tidak mempertentangkan antara membaca buku
cetak (fisik) maupun digital. Saya menyadari zaman telah jauh berubah, bersamaan
perkembangan teknologi yang mempermudah siapa saja mendapatkan data dan
informasi di internet. Singkatnya, saya hanya bisa mendorong agar mereka membiasakan
diri mengakses sumber literatur e-book
dalam rangka meluaskan horizon pengetahuan sehingga memudahkan kerja-kerja
mereka sebagai bujang-gadis provinsi Jambi.
![]() |
Bujang-Gadis Prov. Jambi tahun 2022 |
Terakhir, mungkin banyak yang belum tahu, bahwa salah satu amanat dari Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan adalah menyusun Pokok-Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) Provinsi Jambi. Sekalipun masih jauh dari sempurna, tetapi pemerintah Provinsi Jambi telah menyusun PPKD bersama stakeholder terkait. Dokumen tersebut boleh dikata penting dikarenakan disusun melalui tahapan yakni: a. perencanaan; b. konsolidasi data (mengenai keadaan terkini dari perkembangan Objek Pemajuan Kebudayaan di Kabupaten/Kota dan Provinsi; Sumber Daya Manusia Kebudayaan, Lembaga Kebudayaan, dan Pranata Kebudayaan di Kabupaten/Kota dan Provinsi; Sarana dan Prasarana Kebudayaan di Kabupaten/Kota dan Provinsi; serta potensi masalah Pemajuan Kebudayaan); c. pengolahan data; d. analisis atas hasil pengolahan data; e. penyusunan naskah Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Kabupaten/Kota dan Provinsi; dan f. penetapan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Kabupaten/Kota dan Provinsi Jambi.
Pertanyaannya adalah, apakah dokumen PPKD tersebut menjadi
dasar penyusunan program/kegiatan urusan kebudayaan di provinsi Jambi? Saya tidak akan menjawab dalam kesempatan ini, biarlah ini menjadi bahan refleksi sekaligus analisa mereka yang menaruh perhatian pada urusan kebudayaan.
Akhirnya, tidak saja bagi bujang-gadis provinsi Jambi, sesiapa saja bisa memulai pembicaraan serius soal tata kelola seni, budaya dan pariwisata provinsi Jambi mulai dari visi-misi, rencana strategis, program dan kegiatan bidang kebudayaan baik jangka pendek, menengah dan panjang. Setakat hal itu, saya berharap semoga bujang-gadis provinsi Jambi di tahun-tahun mendatang terus mengasah kemampuan sekaligus keseriusannya terlibat dalam kerja-kerja kebudayaan.
*Kota Jambi.
0 Komentar