Mengurai Benang Kusut Konflik Lahan di Jambi

ilustrasi. konflik lahan

Oleh: Jumardi Putra*

Konflik lahan sektor Sumber Daya Alam (SDA) masih menjadi problem nasional. Percepatan penyelesaian konflik lahan menjadi keniscayaan lantaran ekses konflik lahan menganggu stabilitas baik secara ekonomi, politik, keamanan dan sosial masyarakat. Investasi yang digadang-gadang oleh pemerintah pusat maupun daerah untuk percepatan pembangunan dan pemulihan ekonomi masyarakat juga turut terimbas, selain dampak ekologis yang mengkhawatirkan akibat eksplorasi dan eksploitasi perusahaan terhadap SDA secara berlebihan.

Berdasarkan laporan Konsorsium Pembaharuan Agraria tahun 2021 yaitu terdapat 30 provinsi terdampak konflik agraria, dan Pulau Sumatera mendominasi konflik agraria yang terjadi. Lima besar provinsi dengan letusan konflik agraria terbanyak terjadi di Riau sebanyak 29 letusan konflik, Jambi (21), Sumatra Utara (18), Sumatra Selatan (17) dan Nusa Tenggara Timur sebanyak 16 letusan konflik.

Data tersebut menunjukkan secara nasional provinsi Jambi merupakan daerah kedua penyumbang konflik agraria terbanyak setelah provinsi Riau yang berada di urutan pertama. Angka-angka yang mengkhawatirkan seputar konflik lahan yang terjadi di wilayah provinsi Jambi memunculkan pertanyaan apa penyebab konflik lahan dan seberapa sulit konflik lahan bisa terselesaikan.

Menyelesaikan konflik lahan jelas bukan perkara gampang. Apalagi bila melibatkan lebih dari dua pihak yang berkepentingan. Konflik jauh lebih kompleks dan lebih luas pengertiannya dari sengketa karena mencakup perselisihan yang bersifat laten (tersembunyi) dan manifes (terbuka). Anatomi konflik juga tidak bersifat tunggal dan melibatkan banyak pihak yang sudah teridentifikasi maupun yang belum teridentifikasi, sementara sengketa mencakup pihak yang sudah diketahui dengan jelas.

Bertolak dari hal itu, DPRD Provinsi Jambi sesuai tugas dan kewenangannya membentuk Panitia Khusus (Pansus) tentang konflik lahan di provinsi Jambi. Pembentukan Pansus tersebut berpijak pada beberapa hal berikut ini:

  • Masih tingginya konflik lahan di sektor kehutanan, perkebunan dan pertambangan di wilayah provinsi Jambi. Data konflik lahan diketahui berdasarkan laporan/pengaduan kelompok masyarakat maupun data resmi dari OPD dan NGO yang disampaikan kepada DPRD Provinsi Jambi.
  • Ketimpangan penguasaan lahan antara perusahaan dan masyarakat.
  • Konflik sosial dan dampak ekologis yang ditimbulkan oleh eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam tidak sepadan dengan pendapatan daerah yang menjadi penyumbang terhadap APBD provinsi Jambi.
  • Belum adanya peta (Roadmap) penyelesaian konflik lahan lintas sektor SDA.


Pansus Konflik Lahan DPRD Provinsi Jambi bekerja selama enam bulan terhitung sejak pertama kali dibentuk pada tanggal 30 Agustus 2021. Dalam rentang waktu tersebut Pansus Konflik Lahan memiliki tujuan dan maksud sebagai berikut:

  • Menghimpun data seputar konflik lahan di sektor kehutanan, perkebunan dan pertambangan yang bersumber dari pemerintah (daerah dan pusat), perusahaan, organisasi non pemerintah (NGO), dan mayarakat/kelompok tani.
  • Mengidentifikasi dan klasifikasi konflik lahan berdasarkan kategori dan anatomi konflik di sektor kehutanan, perkebunan dan pertambangan.
  • Membangun kesepakatan lintas sektor dan multipihak untuk mewujudkan percepatan penyelesaian konflik lahan melalui skema seperti penyusunan regulasi tingkat daerah dalam bentuk peraturan daerah turunan dari peraturan perundang-undangan tentang perhutanan sosial, penyelesaian konflik lahan berbasis kearifan budaya lokal, serta jalan keluar lainnya yang sesuai peraturan perundang-undangan berlaku.


Untuk sampai pada tujuan yang dimaksud Pansus Konflik Lahan telah dan akan terus bekerja, dimulai dari menerima laporan berupa aduan dari kelompok masyarakat, rapat dengar pendapat bersama OPD-OPD di lingkup pemerintah provinsi Jambi maupun kabupaten, NGO, studi banding penyelesaian konflik lahan di luar daerah provinsi Jambi, kunjungan ke dalam daerah yang mengalami konflik lahan, konsultasi ke Kementerian terkait dan Komisi IV DPR RI. 

 

Pansus juga akan mengundang pihak perusahaan, aparat penegak hukum dan keamanan (Kejaksaan, Kepolisian dan TNI), serta akademisi/peneliti dari perguruan tinggi. Kesemua hal itu semata-mata untuk mencari solusi secara komprehensif sehingga benar-benar dapat mengurai benang kusut konflik lahan yang terjadi di provinsi Jambi sampai saat ini.

 

Sebagai bagian dari upaya untuk menemukan solusi atas persoalan konflik lahan di provinsi Jambi, Pansus Konflik Lahan DPRD Provinsi Jambi akan mengadakan kegiatan kelompok diskusi terpumpun (FGD) dengan menghadirkan narasumber ahli sekaligus pihak-pihak yang memiliki pengalaman dan keberpihakan dalam melakukan penelitian dan pendampingan penyelesaian konflik lahan di provinsi Jambi.

 

FGD ini diharapkan mampu menjadi forum produktif yang menghadirkan perspektif secara holistik sekaligus mengurai benang kusut konflik lahan yang masih terus terjadi di wilayah provinsi Jambi.

 

*TOR FGD Konflik Lahan di Provinsi Jambi pada Minggu, 19 Desember 2021.

0 Komentar