![]() |
| ilustrasi. sumber: kompas/supriyanto |
Oleh: Jumardi Putra*
Alih-alih merampingkan,
jumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Provinsi Jambi justru
bertambah dari 43 menjadi 45. Penambahan ini terjadi di tengah penurunan tajam kapasitas
keuangan daerah, dengan target pendapatan daerah tahun 2026 sebesar Rp3,718
triliun yang jauh lebih rendah dari target tahun 2025 sebesar Rp4,575 triliun.
Kelembagaan daerah yang tambun
berkonsekuensi pada peningkatan beban belanja daerah, mulai dari gaji dan
tunjangan jabatan hingga dukungan biaya operasional. Terlebih lagi, belanja pegawai merupakan penyumbang terbesar dalam
komponen belanja operasional, yakni sebesar Rp1,782 triliun atau 47,12% dari
total target belanja daerah sebesar Rp3,783 triliun tahun 2026.
Dua
hari lalu, DPRD Provinsi Jambi bersama Gubernur Jambi menyepakati pemisahan dan
pengembangan perangkat daerah dalam rapat paripurna, setelah mendapat
persetujuan dari Kementerian Dalam Negeri, meliputi pemisahan
Dinas PUPR Provinsi Jambi menjadi Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang serta
Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan; dan pengembangan Badan
Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Provinsi Jambi menjadi Badan
Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) dan Badan Pendapatan Daerah (BAPENDA).
Pemisahan dan pengembangan
perangkat daerah ini bertujuan untuk mewujudkan efektivitas, kejelasan pembagian tugas, rentang kendali, tata kerja, dan
fleksibilitas organisasi. Selain itu, juga untuk mengoptimalkan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya pada
Badan yang menyelenggarakan fungsi penunjang urusan pemerintahan bidang keuangan
dan Dinas PUPR. Keberadaan Badan Pendapatan Daerah (BAPENDA) ke depan
diharapkan mampu mendongkrak penerimaan daerah, melampaui realisasi tahun-tahun
sebelumnya saat masih bergabung di bawah BPKPD. Peningkatan PAD ini mutlak diperlukan untuk membiayai
program prioritas pembangunan daerah yang bersumber dari APBD.
Panitia Khusus (Pansus) I DPRD
Provinsi Jambi terkait Perubahan Ketiga Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun
2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah merekomendasikan kepada
Gubernur Jambi (melalui Biro Organisasi SETDA Provinsi Jambi) untuk menata ulang struktur organisasi seluruh
perangkat daerah di lingkup Pemerintah Provinsi Jambi dengan tujuan
menciptakan birokrasi yang ramping fungsi namun kaya kinerja (lean
organization, rich function).
Menurut saya, rekomendasi
Pansus tersebut masih dalam satu tarikan nafas dengan amanat reformasi
birokrasi yang harus dilaksanakan
oleh Pemerintah Provinsi Jambi meliputi restrukturisasi dan integrasi
organisasi berupa penggabungan (merger) dua atau lebih OPD yang memiliki fungsi
yang saling berkaitan atau tumpang tindih menjadi satu OPD, pemisahan
(splitting) OPD yang bebannya terlalu besar (overloaded) menjadi dua OPD baru
agar lebih fokus dan rentang kendali lebih efektif, dan pembubaran (abolishing)
OPD yaitu menghilangkan OPD yang fungsinya sudah tidak relevan atau sudah dapat
dilaksanakan oleh unit kerja lain.
Penataan kelembagaan—juga rasionalisasi
jabatan struktural di dalamnya--tentu berimplikasi pada hilangnya kelas jabatan
tertentu—itu artinya makin sedikit peluang atau kesempatan bagi ASN untuk
mengakses suatu jabatan (misalnya, eselon III dan IV), namun keputusan tidak populer ini harus diambil guna memastikan perangkat daerah tepat fungsi dan tepat
ukuran (right sizing), sehingga terwujud kelembagaan yang sesuai dengan
karakteristik, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta selaras dengan sasaran dan
target yang telah ditetapkan.
Belum lagi, untuk
menyebut contoh, beberapa kewenangan yang semula berada pada Pemerintah
Provinsi, kini telah diambil alih oleh pemerintah pusat, seperti sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),
khususnya dalam hal pertambangan
mineral dan batu bara (Minerba). Begitu juga terjadi penarikan kewenangan dari Pemerintah Kabupaten/Kota
ke Pemerintah Provinsi, namun
ada juga beberapa batasan yang memperkuat peran Pemerintah Pusat di sektor
kelautan dan perikanan serta aspek perizinan lain dalam konteks Undang-Undang
Cipta Kerja dan peraturan turunannya, terdapat kecenderungan untuk menetapkan
Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) secara ketat oleh Pemerintah
Pusat.
Merunut ke belakang, pada periode pertama
kepemimpinan Gubernur Jambi Al Haris (2019-2024), gelora reformasi birokrasi
telah digaungkan dan menjadi salah satu misi pembangunan dalam RPJMD. Hal ini
dilanjutkan pada periode kedua kepemimpinannya (2025-2029), dengan misi
memantapkan tata kelola pemerintahan yang efektif, efisien, bersih, dan
melayani, didukung oleh e-government yang terintegrasi. Saya
mengapresiasi predikat BB (Sangat Baik) Indeks Reformasi Birokrasi (IRB)
Pemerintah Provinsi Jambi tahun 2024 yaitu sebesar 78,86 atau naik dari tahun
sebelumnya bernilai 61,22 dengan predikat B.
Namun, capaian itu jangan sampai membuat Pemerintah
Provinsi Jambi lena, karena secara fundamental tujuan akhir reformasi birokrasi
adalah menciptakan birokrasi yang bersih
dan akuntabel, kapabel, memberikan pelayanan publik yang prima, serta memiliki
kelembagaan yang efektif, adaptif, dan inovatif.
Secara konseptual, reformasi
birokrasi menyasar berbagai aspek, yaitu penataan organisasi, tatalaksana, SDM
aparatur, penguatan pengawasan, akuntabilitas kinerja, dan peningkatan kualitas
pelayanan publik. Oleh karena itu, Biro Organisasi SETDA Provinsi Jambi bersama
perangkat daerah terkait lainnya seperti BAPPEDA, Inspektorat, dan Badan
Kepegawaian Daerah/BKD) perlu menyiapkan peta jalan (roadmap) reformasi birokrasi di lingkup Pemerintah Provinsi
Jambi sesuai kondisi mutakhir, sejalan dengan tantangan pembangunan daerah ke
depan.
Peta jalan itu berisi rencana
kerja terperinci dan berkelanjutan selama lima tahun dengan tahapan dan sasaran
per tahun yang jelas, sejalan dengan arah kebijakan nasional reformasi
birokrasi yang diterbitkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (PANRB) melalui Surat Edaran Menteri PANRB Nomor 6 Tahun
2025 telah merilis Peta Jalan Reformasi Birokrasi 2025–2029. Surat edaran ini merupakan panduan
pelaksanaan reformasi birokrasi (RB) sementara hingga ditetapkannya dua dokumen
utama yaitu Grand Design Reformasi
Birokrasi Nasional (GDRBN) 2025–2045 dan Road
Map Reformasi Birokrasi Nasional (RMRBN) 2025–2029.
Pada akhirnya, arah reformasi birokrasi di lingkup
Pemerintah Provinsi Jambi bergantung pada peta jalan (roadmap) yang disusun dan
dilaksanakan secara konsekuen dan berkelanjutan.
*Minggu, 2 November 2025. Tulisan ini terbit pertama kali di portal www.jamberita.com
*Tulisan-tulisan saya lainnya di link berikut ini:
2 APBD Anjlok: Meneroka Kebijakan Dana Transfer 2026
3) Quo Vadis BUMD PT Jambi Indoguna Internasional (JII) ?
4) Asta Cita dan Beban Berat APBD Jambi 2025
5) Menavigasi Visi APBD Jambi Pasca Efisiensi
6) Quo Vadis APBD Jambi 2019-2024?
7) Ketindihan Teknokratis: Problem Akut Perencanaan Pembangunan
8) Potret Buram Daya Saing Daerah Jambi
9) Anomali Pembangunan Provinsi Jambi 2023
10) Beban Belanja Infrastruktur Jambi MANTAP 2024
11) Di Balik Gaduh Mendahului Perubahan APBD Jambi 2023
12) Medan Terjal Tahun Berjalan APBD Jambi 2023
13) Menyoal Proyeksi APBD Jambi 2024
14) Gonjang Ganjing Defisit APBD Jambi 2023
15) Dua Tahun Jambi Mantap Al Haris-Sani, Sebuah Timbangan
16) Setahun Jambi Mantap Al Haris-Sani: Sebuah Timbangan
17) Palu Godam Hakim Artidjo Alkostar
18) Duh Gusti, Makin Astaga Saja Negeri Ini
19) Surat Terbuka untuk Wakil Gubernur Jambi
20) Surat Terbuka Untuk Anggota DPR RI Dapil Jambi
21) Pandemi Covid-19 di Jambi, Surat Terbuka untuk Gubernur Jambi
22) Polemik Angkutan Batu Bara di Jambi dan Hal-hal Yang Tidak Selesai
23) Batu Bara Sebagai Persoalan Kebudayaan, Sebuah Autokritik
24) Nada Sumbang di Balik Pembangunan Puteri Pinang Masak Park
25) Kode Keras "Palu Godam" KPK di Jambi
26) Menguji Kebijakan Anti Korupsi Al Haris-Sani


0 Komentar