Uli Kozok dan Jambi

Prof. Uli Kozok


Oleh: Jumardi Putra*

Ketertarikan sarjana asing terhadap budaya Indonesia bukanlah hal baru. Bahkan, selain telah memberikan warna baru bagi pelestarian kebudayaan di tanah air, juga ketekunan mereka memasyaratkan khasanah budaya Indonesia ke panggung internasional melalui pelbagai medium, tidak terkecuali melalui kerja-kerja penelitian dan publikasi dalam bentuk jurnal dan buku. Salah satu sosok warga negara asing itu adalah Profesor Urlich Kozok (populer sebagai Uli Kozok).

Pria kelahiran Hildesheim, Jerman, 26 Mei 1959, ini adalah seorang sejarawan, filolog dan paleograf. Ia telah meneliti berbagai bahasa daerah yang ada di Indonesia, khususnya Sumatera, terutama Melayu dan Batak. Saat ini, ia tercatat sebagai guru besar di Universitas Hawaii, Amerika Serikat, dalam bidang Kajian Keindonesiaan (Indonesian Studies). Sebelumnya, ia juga merupakan pengajar di Universitas Auckland, Selandia Baru.

Bagi para penekun studi sejarah dan pernaskahan di Nusantara, sosok Uli Kozok bukanlah nama asing. Pelbagai karya penelitiannya telah dipublikasi sekaligus banyak dirujuk oleh para sarjana dalam maupun luar negeri, terutama berlatarbelakang ilmu sejarah dan filologi. Berkat ketekunannya meneliti sejarah dan pernaskahan di Indonesia, terutama wilayah Sumatera Utara, ia menerima penghargaan Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) 2025 kategori perorangan asing dari Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia, pada 22 Oktober 2025 di Jakarta.

Uli Kozok memiliki ketertarikan terhadap budaya Indonesia saat ia mengunjungi keluarganya di Australia, dan dalam perjalanannya, mampir ke Kota Medan. Uli tertarik mempelajari bahasa-bahasa yang ada di Sumatra, dan ketertarikan ini yang ia bawa saat menempuh studi MA dan doktoral di Universitas Hamburg, Jerman. Saat masa studinya, Uli juga memperoleh beasiswa dari German Academic Exchange Service (DAAD) untuk menjadi mahasiswa tamu di Universitas Sumatra Utara dan juga meneliti di Universitas Leiden. Ia kemudian diterima untuk menjadi asisten pengajar bahasa Indonesia di Universitas Auckland, dan mengajar dari tahun 1997 - 2001.

Selain Uli Kozok, terdapat para sarjana asing lainnya menerima AKI tahun ini, sebut saja seperti He Lu (Tiongkok), Dietreich Drescher (Jerman), Vilen Vladimirovich Sikorsky (Rusia), Harry Albert Poeze (Belanda), Peter Carey (Inggris), Madoka Fukuoka (Jepang), Daniele Zepatore (Italia), Elizabeth Rose McPherson Davis (Portugal), Viktor Sumsky (Rusia), Vladimir Nikolaevich Anisimov (Rusia), Yilmaz Aydin (Turki), Bernard (Ben) Arps (Belanda), Kim Yekyoum (Korea Selatan), dan Elena Diez Villagrasa (Spanyol).

Pada 2017 terdapat nama-nama sarjana beken lainnya yaitu Annabel The Gallop (Inggris) yang menekuni naskah-nakas kuno di Indonesia dan negara di kawasan Asia Tenggara, Richard Harry Chauvel dari Australia (ahli bidang sejarah dan politik indonesia, hubungan Australia-Indonesia dan kebijakan luar negeri Australia), Mitsuo Nakamura dari Jepang, ahli bidang pengetahuan dan permasalahan komunitas Islam Indonesia dan aktif dalam perbagai kegiatan dialog antar peradaban antar keyakinan.

Setahun sebelumnya (2016), anugerah kebudayaan diraih Margaret J. Kartomi untuk bidang musik tradisional Indonesia, Merle Calvin Ricklefs bidang sejarah Indonesia zamah dahulu, dan Anthony Reid bidang sejarah Sumatera Moderen. Ketiganya sama-sama bermukim dan bekerja sebagai profesor di universitas di Australia.

Uli Kozok menerima AKI 2025. sumber: antara

AKI ditaja oleh Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) melalui Direktorat Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan sebagai wujud penghargaan bagi individu, komunitas, maupun lembaga yang konsisten dan berani mendedikasikan diri dalam upaya pemajuan kebudayaan.

Uli Kozok dan Jambi

Jambi bagi Uli Kozok bukanlah daerah asing baginya. Namanya dikenal luas sebagai filolog berkat penelitiannya tentang salah satu naskah kuno berisikan Aksara Incung di Desa Tanjung Tanah di Kabupaten Kerinci, Jambi, sebagai naskah Malayu tertua di dunia yang pernah ditemukan. Penanggalannya menggusur dua naskah dari Ternate bertarikh 1521 dan 1522. Naskah itu disebut sebagai Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah, setelah isinya terungkap lewat uji radio karbon yang dilakukan Uli Kozok di Wellington, Inggris, pada tahun 2003.

Naskah yang ditemukannya pertama kali di Tanjung Tanah, sebuah kampung di tepi Danau Kerinci pada tahun 2002, itu adalah Kitab Nitisarasamuçcaya, sebuah naskah Melayu tertua di dunia yang dikeluarkan oleh kerajaan Melayu pada abad ke-14, tepatnya pada zaman Kerajaan Adityawarman di Suruaso (Tanah Datar, Sumatera Barat) antara 1345 hingga 1377. Naskah ini dibuat di Kerajaan Dharmasraya yang waktu itu berada di bawah Kerajaan Malayu yang berpusat di Suruaso. Penelitian tersebut sudah dibukukan dengan judul Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah: Naskah Melayu yang Tertua, yang diterbitkan oleh Yayasan Naskah Nusantara dan Yayasan Obor Indonesia pada tahun 2006.

Langkah yang diambil Uli Kozok boleh dikata melanjutkan kontribusi antropolog Inggris C.W. Watson pada tahun 1975 kala menemukan kembali naskah setebal 181 halaman yang diberi judul Tambo Kerinci (termasuk di dalamnya surat incung), yang sempat tidak diketahui keberadaannya (bersamaan Jepang menyerang Hindia-Belanda dan salinan yang dikirim ke Bataviaasch Genootschap (Lembaga Kebudayaan Indonesia) serta ke perpustakaan KITLV di Belanda tidak pernah tiba di tempat tujuannya, sementara salinan yang dikirim ke Kerinci juga dianggap hilang).

Jauh sebelum C.W. Watson (1975) dan Uli Kozok (2002), naskah tersebut diketahui juga berkat hasil pendataan sekaligus salinan Dr.Petrus Voorhoeve, pegawai bahasa di zaman kolonial pada 1941 sebagai tambo Kerinci dan disimpan di perpustakaan Koninklijk Instituut voor de Taal, Land, en Volkenkunde (KILV) di Leiden, Belanda.

Penulis bersama Prof. Uli Kozok dan sejawat (2017)

Saya berjumpa dan berdiskusi langsung dengan Uli Kozok pada tanggal 22 Oktober 2017, tepatnya saat diksusi publik bertajuk Undang-Undang Tanjung Tanah di Perpustakaan Daerah Provinsi Jambi. Di sela-sela kunjungannya ke Jambi kala itu, ditemani sejawat dosen UIN STS Jambi, M. Husnul Abid, dan pemerhati sejarah Wiwin Eko Santoso, kami sama-sama mengunjungi Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muaro Jambi, berjarak sekitar 30 kilometer dari Kota Jambi. Kendati hanya satu sampai dua jam berada di kawasan Candi Gumpung, Candi Tinggi dan beberapa candi terdekat lainnya, plus melihat dari dekat bukti-bukti arkeologis cagar budaya yang tersimpan di Museum, Uli Kozok tidak bisa menyembunyikan kekagumannya atas pelbagai artefak peninggalan abad ke 7 hingga 13 Masehi itu. Gayung pun bersambut, dua tahun setelahnya (2019), ia berkunjung lagi ke Jambi dan didapuk sebagai salah satu narasumber bersama pamong budaya M. Ali Surakhman dalam dialog beranda budaya TVRI Jambi, dimana saya bertindak sebagai host acara dimaksud.

Sejak itu sampai saat ini kami tak pernah lagi berjumpa. Walakin saya pribadi tetap mengikuti informasi kegiatannya sebagai filolog melalui media sosial facebook maupun blog pribadi Uli Kozok (https://ulikozok.com/) yang selalu mengupdate kerja-kerja akademik dan karya tulis terbarunya. Begitu juga keseriusannya mengungkit hal-ihwal jurnal ilmiah predator yang menelan banyak korban para sarjana di tanah air.  

Selamat Prof. Uli Kozok yang telah menerima Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) Tahun 2025. Semoga terus menginspirasi kaum muda di tanah air untuk senantiasa mencintai khasanah kebudayaan negeri sendiri.

 

*Kota Jambi, 25 Oktober 2025.

*Tulisan-tulisan saya lainnya berikut ini:

(1) Prof. Bill Watson dan Jambi

(2) Dr. Annabel Teh Gallop dan Jambi

(3) Dr. Fiona Kerlogue dan Jambi

(4) Dr. Jonathan Zilberg dan Jambi

(5) Elisabeth D. Inandiak dan Jambi

(6) Prof. Jhon N. Miksick dan Urgensi Konferensi Studi Jambi

0 Komentar