![]() |
| Penulis di kawasan toko buku bekas kota Palembang |
Oleh: Jumardi Putra*
Setiap kali berkunjung ke
berbagai daerah di tanah air untuk urusan kantor maupun menghadiri seminar dan
festival literasi, saya selalu menyempatkan diri singgah di toko-toko buku
lawas. Belum lama ini, 22 Oktober
2025, saya mengunjungi beberapa toko buku bekas di kawasan Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin,
Pengamatan singkat saya menunjukkan
bahwa dari puluhan toko yang pernah eksis sejak era 90-an, kini hanya belasan
yang mampu bertahan. Depot buku bekas di sini menawarkan berbagai genre, mulai
dari buku sejarah, agama, politik,
hukum, dan sosial, hingga novel,
komik, dan buku ajar untuk jenjang sekolah dasar hingga menengah atas.
Harga buku bekas yang
ditawarkan cukup beragam, tergantung jenisnya. Misalnya, buku mewarnai
dibanderol mulai dari Rp15.000,
sementara buku pengetahuan lainnya berkisar antara Rp20.000 hingga Rp50.000.
M. Idris, pemilik Toko Depot
Buku Riski, menuturkan, “Meski tidak seramai dahulu, kami tetap mempertahankan
usaha ini dan berharap keberkahan selalu berpihak pada penjualan buku bekas di
sini.” Ia menambahkan bahwa momentum penjualan terbaik adalah saat tahun ajaran
baru, ketika banyak orang tua, siswa, dan mahasiswa datang mencari buku.
Ia mengakui persaingan
dengan buku-buku digital sangat memengaruhi kelangsungan usahanya dan
teman-teman seprofesi saat ini. “Kami belum beralih ke online, kami tetap membuka
toko fisik bersama belasan pemilik lainnya,” jelasnya.
Di bawah terik matahari Kota
Palembang, saya berhasil mendapatkan buku lama bertajuk Ekonomi Indonesia: Masalah dan Prospek
1988/1989. Buku setebal 578 halaman terbitan UI Press (1988) ini
menghimpun pandangan dari 28 ekonom ternama pada masanya, di antaranya Moh.
Arsjad Anwar, Dorodjatun Kuntoro-Jakti, Anwar Nasution, Mari Pangestu, Sri-Edi
Swasono, dan Marzuki Usman.
Menariknya, Marzuki Usman
berasal dari kota yang sama dengan saya yaitu Jambi. Ekonom kelahiran 30 Desember
1943 di Mersam, Batanghari, Jambi, itu memiliki rekam jejak menteri yang
mentereng: ia pernah menjabat sebagai Menteri Pariwisata, Seni, dan Budaya
(1998–1999) di era Presiden BJ Habibie, kemudian Menteri Negara Penanaman
Modal/Kepala BKPM (1999), dan terakhir Menteri Kehutanan di bawah Presiden KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur (Maret–Juli 2001).
Buku Prospek Ekonomi
Indonesia edisi 1988/1989 ini merupakan terbitan keempat sejak seminar
serupa dihidupkan kembali pada awal 1985 oleh Fakultas Ekonomi Universitas
Jambi. Pokok bahasan utamanya masih berkisar pada dua isu krusial: kelemahan Neraca Pembayaran Luar Negeri
dan kendala dana rupiah untuk
membiayai pembangunan (sebagai dampak dari perkembangan harga minyak dan gas
yang belum stabil). Sementara itu, topik bahasan baru yang mulai disajikan
dalam seminar tahun tersebut mencakup bidang pariwisata, transmigrasi, konstruksi, dan kualitas manusia.
*Kota Palembang


0 Komentar