![]() |
| ilustrasi. sumber: indonesia.un.org |
Oleh: Jumardi Putra
Belakangan ini, saya kerap menemukan tulisan dan pelbagai
komentar yang berseliweran di kanal media sosial menggunakan aplikasi
kecerdasan buatan (Artificial Intellegence).
Sulit dimungkiri, sekarang memang zamannya Al. Walakin
saya tiada henti menyarankan jangan pernah berhenti membaca buku, apapun bentuknya, baik dalam format e-book maupun buku fisik. Bersandar pada Al memang terkesan cepat dan kekinian.
Komentar yang muncul juga tampak intelek—untuk menyebut keren. Namun, itu hanya
kelihatannya saja. Jika diuji kedalaman-tur keajegkannya, laksana tong kosong
nyaring bunyinya.
Saya tidak akan bosan mendorong sesiapa saja agar tidak
meninggalkan buku dan bentuk dokumentasi lainnya yang menjadi sumber pengetahuan.
Apa sebab? Daya jelajah bacaan dapat membuka wawasan. Wawasan yang luas tentu
akan menuntun seseorang bersikap tidak sok tahu.
AI sejatinya alat bantu, bukan menggantikan
sepenuhnya keberadaan manusia sebagai subjek yang memproduksi dan mereproduksi
pengetahuan. Dalam konteks itu, dunia keilmuan akan berkembang jika orang-orang
yang berkecimpung di dalamnya memiliki kegigihan seraya bersikap rendah hati untuk
terus belajar atawa mencari tahu.
Ketergantungan pada AI menggiring manusia terjerabab
dalam “kemalasan Intelektual”.
Mengandalkan sepenuhnya pada AI untuk menghasilkan ide, kerangka, atau bahkan draf lengkap
berkonsekuensi mengikis disiplin mental dan kemampuan seseorang untuk bergumul
dengan tantangan kreatif (seperti mengatasi writer's block).
Selanjutnya, kehilangan stamina untuk menemukan proses
berpikir kreatif yang melibatkan riset mendalam, refleksi, dan pengembangan
argumen secara mandiri beresiko berkurang, padahal proses itulah yang sering
kali memperkuat imajinasi seseorang menghasilkan ide yang menyegarkan.
AI memang didesain berdasarkan data dan pola yang
sudah ada (algoritm), sehingga hasilnya cenderung repetitif, generik, dan
membuat seseorang kekurangan perspektif alternatif atau ide "keluar dari
kotak" (out of the box). Dengan kata lain, AI bekerja dengan mereplikasi
pola yang dipelajarinya, sejauh yang tersebar di lini maya. Hal ini tentu
menghambat dorongan penulis untuk bereksperimen, mengambil risiko, atau
mengeksplorasi konsep yang benar-benar baru yang tidak ada dalam data pelatihan
AI.
Saat yang sama, kekayaan imajinasi dan gaya khas seseorang
tidak muncul sebagai sesuatu yang baru. Tulisan yang sepenuhnya
bersandar pada AI menjadi kehilangan ciri personal, kedalaman emosional, dan
keunikan yang menjadi kekuatan utama karya seseorang. AI tidak dapat banyak
membantu untuk demikian itu, kecuali menciptakan homogenisasi dan kurangnya
orisinalitas.
Ketika AI menyajikan solusi atau draf instan,
seseorang mungkin cenderung menerima hasilnya tanpa melalui proses berpikir
kritis yang mendalam, mengevaluasi, dan menyusun argumennya sendiri. Kondisi ini jelas menghambat perkembangan analitis dan intelektual seseorang.
Sekali lagi, AI merupakan alat bantu. Di era tumpahruah informasi sekarang ini, perisai diri dengan banyak membaca buku, lalu diskusikan dengan sesiapa saja, dan
menulislah. Bagi saya pribadi, penulis yang bagus adalah juga pembaca buku yang tekun (lebih lanjut baca di sini: https://www.jumardiputra.com/2024/09/penulis-bagus-adalah-juga-pembaca-yang.html).
*Tulisan-tulisan saya lainnya di link berikut ini:
2 APBD Anjlok: Meneroka Kebijakan Dana Transfer 2026
3) Quo Vadis BUMD PT Jambi Indoguna Internasional (JII) ?
4) Asta Cita dan Beban Berat APBD Jambi 2025
5) Menavigasi Visi APBD Jambi Pasca Efisiensi
6) Quo Vadis APBD Jambi 2019-2024?
7) Ketindihan Teknokratis: Problem Akut Perencanaan Pembangunan
8) Potret Buram Daya Saing Daerah Jambi
9) Anomali Pembangunan Provinsi Jambi 2023
10) Beban Belanja Infrastruktur Jambi MANTAP 2024
11) Di Balik Gaduh Mendahului Perubahan APBD Jambi 2023
12) Medan Terjal Tahun Berjalan APBD Jambi 2023
13) Menyoal Proyeksi APBD Jambi 2024
14) Gonjang Ganjing Defisit APBD Jambi 2023
15) Dua Tahun Jambi Mantap Al Haris-Sani, Sebuah Timbangan
16) Setahun Jambi Mantap Al Haris-Sani: Sebuah Timbangan
17) Palu Godam Hakim Artidjo Alkostar
18) Duh Gusti, Makin Astaga Saja Negeri Ini
19) Surat Terbuka untuk Wakil Gubernur Jambi
20) Surat Terbuka Untuk Anggota DPR RI Dapil Jambi
21) Pandemi Covid-19 di Jambi, Surat Terbuka untuk Gubernur Jambi
22) Polemik Angkutan Batu Bara di Jambi dan Hal-hal Yang Tidak Selesai
23) Batu Bara Sebagai Persoalan Kebudayaan, Sebuah Autokritik
24) Nada Sumbang di Balik Pembangunan Puteri Pinang Masak Park
25) Kode Keras "Palu Godam" KPK di Jambi
26) Menguji Kebijakan Anti Korupsi Al Haris-Sani


0 Komentar