![]() |
ilustrasi/net |
Oleh: Jumardi Putra*
Sehari lalu (30/6), panitia seleksi calon Komisaris dan Direktur BUMD PT Jambi Indoguna Internasional (JII) secara resmi mengumumkan hasil seleksi administrasi yakni empat calon Komisaris dan 10 calon Direktur. Namun, tulisan saya kali ini bukan menyoal prosedur seleksi, karena sudah termaktub di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 Tentang Pembentukan BUMD dan turunannya yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2018 Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Pengawas atau Komisaris dan Anggota Direksi BUMD. Regulasi tersebut merupakan tindaklanjut dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, khususnya pada Bab XII perihal BUMD.
Saat yang sama, DPRD Provinsi
Jambi melalui Tim Pansus II tengah melakukan pembahasan Ranperda Perubahan
Bentuk Hukum PT JII yang semula berupa Perseroan Terbatas (PT) menjadi
Perseroan Daerah (Perseroda). Mengingat bentuk Perseroda adalah PT, maka Perseroda
juga terikat dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas. Perubahan bentuk hukum PT JII ini sejalan dengan upaya Pemerintah
Provinsi Jambi memenuhi ketentuan kelengkapan dokumen persyaratan untuk
mendapatkan hak pengelolaan “Participating Interest” 10 persen Migas dari
Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS/Perusahaan Migas) di wilayah kerja Provinsi
Jambi.
Saya berharap panitia seleksi
bekerja secara profesional seraya memastikan keseluruhan proses rekrutmen
dilakukan secara transparan dan profesional, berdasarkan meritokrasi. Tidak ada
tempat untuk nepotisme atau favoritisme bagi para calon Komisaris maupun calon
Direktur yang memiliki hubungan secara ekonomi maupun politik dengan kepala
daerah. Harapan itu bukan tanpa alasan, karena publik Jambi berharap keberadaan
PT JII dan BUMD milik Pemerintah Provinsi Jambi lainnya menjadi lokomotif
ekonomi daerah yang dapat mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
menunjang prinsip Good Corporate
Governance.
Belum lagi publik Jambi
akhir-akhir ini dibuat masygul, lantaran proyeksi APBD Provinsi Jambi dalam
lima tahun terakhir menunjukkan penurunan, untuk menyebut kerap terkoreksi
dalam tahun berjalan. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya (lebih lanjut baca
sepilihan artikel saya seputar APBD Provinsi Jambi di kanal www.jumardiputra.com),
tetapi sulit menyangkal bahwa salah satu problem krusial dalam konteks
optimalisasi pendapatan asli daerah dan pengelolaan sepenuhnya oleh daerah yaitu
belum ada (kalau bukan tidak ada) terobosan secara fundamental yang dilakukan
oleh Gubernur Jambi Al Haris bersama kabinet kerjanya pada periode pertama,
selain masih bergantung sepenuhnya pada dana transfer pemerintah pusat (DAK/DAU)
di tengah beban belanja program tahun jamak (multiyears) yang merupakan janji
politik periode 2021-2024.
Tak pelak, kemampuan keuangan
daerah Jambi dengan rasio kafasitas fiskal rendah (merujuk PMK Nomor 65 Tahun
2024 Tentang Peta Kafasitas Fiskal Daerah) menunjukkan bahwa Provinsi Jambi
belum sepenuhnya mandiri secara ekonomi. Saat yang sama, pemerintah pusat di
bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto tengah getol menggenjot sumber
penerimaan negara (terutama yang selama ini dinilai mengalami kebocoran sektor
ESDM dan kehutanan) untuk membiayai program-program prioritas nasional berbiaya
jumbo, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Swasembada Pangan dan Tiga Juta
Rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), Sekolah Rakyat dan Koperasi
Desa Merah Putih. Menyadari APBN yang bertas itu, Prabowo Subianto masih akan
melanjutkan efisiensi pelaksanaan APBN/APBD pada berikutnya (2026), seraya
menaruh harapan besar terhadap kinerja Badan Pengelola Investasi
(BPI) Danantara Indonesia yang di awal kehadirannya banyak diragukan.
Muncul pertanyaan, di tengah
kondisi APBN yang terbatas, masihkah Pemerintah Provinsi Jambi bergantung pada
dana transfer? Jawabannya tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan, tapi
kerja keras dan kerja cerdas (untuk menyebut gebrakan fundamental) Gubernur
Jambi Al-Haris bersama kabinet kerjanya pada periode kedua, terhitung sejak
dilantik pada 20 Februari 2025 hingga sekarang masih dinanti-nanti oleh publik
Jambi secara luas.
Sudah semestinya momen rekrutmen
calon Komisaris dan calon Direktur PT JII saat ini, terutama di usianya ke 24
tahun (merujuk Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 13 Tahun 2001 tentang
Penyertaan Modal Daerah Provinsi Dalam Pembentukan Perseroan Terbatas Jambi
Indoguna Internasional), dimaknai dalam kerangka penguatan kemandirian ekonomi
daerah, yang ditandai salah satunya yaitu BUMD PT JII tidak hanya menjadi
penghasil keuntungan bagi pemerintah daerah, tetapi juga membuka lapangan kerja
dan memberikan layanan publik yang lebih baik (Good Public Service). Kendati
demikian, publik Jambi dihadapkan pada realitas lapangan yang tidak selalu
sejalan dengan ekspektasi. Buktinya, di tengah minimnya BUMD yang berhasil
menunjukkan kinerja yang mengesankan, tidak sedikit pula yang justru menjadi
beban anggaran daerah. Lantas, sejauh mana BUMD benar-benar bisa berkontribusi
terhadap PAD? Apakah statusnya sebagai lokomotif ekonomi benar-benar nyata atau
sekadar mimpi di siang bolong?
Secara teori, BUMD dirancang
untuk memberikan sumbangsih yang signifikan terhadap PAD melalui dividen yang
disetorkan kepada kas daerah. Keuntungan yang diperoleh dari usaha yang
dikelola BUMD diharapkan menjadi sumber pendapatan yang stabil bagi daerah.
Beberapa sektor yang umumnya dikelola BUMD (termasuk proyeksi PT JII) meliputi
bidang pertambangan, Minyak, Gas, Energi dan lainnya, Pertambangan umum,
Industri, Pertanian, Perdagangan, Perikanan, Kontraktor, Transportasi,
Informasi dan jasa lainnya yang dilaksanakan secara sehat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sekali lagi, realitas
pengelolaan BUMD di Jambi tidak seindah yang diharapkan. Laporan hasil
pengawasan umum tahun 2024 Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri terhadap
BUMD induk maupun cabang milik Pemerintah Provinsi Jambi menunjukkan PT JII
berkinerja buruk. Hal itu karena kegagalannya memberikan deviden bagi daerah
sejak pertama kali terbentuk akibat mengalami kerugian saban tahun sejak 2012,
dimana pendapatan usaha tahun 2023 hanya berasal dari kerjasama degan PT
Pertagas Niaga yaitu kerjasama untuk pemeliharaan jaringan gas rumah tangga.
Selain itu juga pengelolaan BUMD PT JII mulai dari rekrutmen Komisaris,
ketiadaan pengawasan internal, rangkap jabatan Komisaris beresiko konflik
kepentingan, penunjukan Direktur tidak sesuai ketentuan, dan bahkan pembentukan
anak perusahaan PT JII yaitu PT Kuala Bumi Batara Oil (KBBO), PT Mahardika
Jambi Utama Oil (MJUO) dan PT Jambi Sinar Gas terkait pengelolaan Participating
Interest (PI) 10% belum sepenuhnya sesuai ketentuan.
Kondisi kurang elok ini tidak
perlu ditutup-tutupi, melainkan menjadi sarana evaluasi bagi Gubernur Jambi Al Haris
bersama perangkat daerah di lingkup Pemerintah Provinsi Jambi, terutama Biro
Perekonomian selaku Pembina BUMD untuk melakukan monitoring dan evaluasi atas kinerja
BUMD secara periodik dan Inspektur Provinsi Jambi melakukan pengawasan atas
pengelolaan BUMD agar kelak terhindar dari kerugian besar akibat manajemen yang
lemah, intervensi politik yang berlebihan, hingga potensi terjadi korupsi.
Saya meyakini bahwa
keberhasilan BUMD tidak terjadi secara kebetulan, karena di jantung setiap BUMD
yang berkembang, kerapkali memuat kisah tentang tata kelola yang baik,
manajemen profesional, dukungan regulasi yang kuat, dan inovasi yang tak pernah
berhenti. BUMD yang berpikir maju adalah juga berinvestasi dalam pengembangan
sumber daya manusia, memberikan pelatihan dan pendidikan untuk meningkatkan
kompetensi dan profesionalisme karyawan.
Sejurus hal itu, tata kelola
yang baik adalah fondasi kepercayaan. Ibarat gedung tinggi menjulang tetap
kokoh karena fondasinya yang kuat. Begitu juga halnya tata kelola yang baik
merupakan fondasi dari BUMD yang sehat dan berakhir sukses. Apa sebab? Hal itu
menjadi kompas yang memandu setiap langkah, memastikan bahwa setiap keputusan
diambil dengan transparan, akuntabel, dan profesional. Kemudian, dukungan
regulasi yang kuat adalah payung yang melindungi BUMD dari ketidakpastian dan
intervensi yang merugikan. Ia juga merupakan penuntun yang memberikan arah yang
jelas tentang peran dan tanggung jawab BUMD.
Dengan demikian, pembenahan menyeluruh
terhadap BUMD PT JII maupun anak perusahaannya, yang dimulai dari rekrutmen
calon Komisaris dan calon Direktur sekarang ini adalah suatu keniscayaan. Hal
ini sekaligus menjadi pertaruhan bagi Gubernur Al Haris selama mengarungi
periode kedua kepemimpinannya yaitu apakah benar-benar berhasil menjadikan BUMD
PT JII sebagai lokomotif ekonomi daerah Jambi atau justru seperti bunyi
peribahasa “Awak yang tak pandai menari, dikatakan lantai yang terjungkat”.
*Kota Bandung, 1 Juli 2025. Tulisan ini terbit pertama kali di rubrik artikel portal www.jamberita.com.
*Tulisan-tulisan saya lainnya di link berikut ini:
1) Asta Cita dan Beban Berat APBD Jambi 2025
2) Menavigasi Visi APBD Jambi Pasca Efisiensi
3) Quo Vadis APBD Jambi 2019-2024?
4) Ketindihan Teknokratis: Problem Akut Perencanaan Pembangunan
5) Pilgub Jambi 2024 dan Peta Jalan Pemajuan Kebudayaan
7) Potret Buram Daya Saing Daerah Jambi
8) Anomali Pembangunan Provinsi Jambi 2023
9) Beban Belanja Infrastruktur Jambi MANTAP 2024
10) Di Balik Gaduh Mendahului Perubahan APBD Jambi 2023
11) Medan Terjal Tahun Berjalan APBD Jambi 2023
12) Menyoal Proyeksi APBD Jambi 2024
13) Gonjang Ganjing Defisit APBD Jambi 2023
14) Dua Tahun Jambi Mantap Al Haris-Sani, Sebuah Timbangan
15) Setahun Jambi Mantap Al Haris-Sani: Sebuah Timbangan
16) Palu Godam Hakim Artidjo Alkostar
17) Duh Gusti, Makin Astaga Saja Negeri Ini
18) Surat Terbuka untuk Wakil Gubernur Jambi
19) Surat Terbuka Untuk Anggota DPR RI Dapil Jambi
20) Pandemi Covid-19 di Jambi, Surat Terbuka untuk Gubernur Jambi
21) Polemik Angkutan Batu Bara di Jambi dan Hal-hal Yang Tidak Selesai
22) Batu Bara Sebagai Persoalan Kebudayaan, Sebuah Autokritik
23) Nada Sumbang di Balik Pembangunan Puteri Pinang Masak Park
24) Kode Keras "Palu Godam" KPK di Jambi
0 Komentar