Prabowo Subianto. Sumber: detik.com |
Oleh: Jumardi Putra*
Prabowo bukan hanya gemar membaca buku, tapi juga mengoleksinya (disebut
Bibliofil). Di kediamannya di
Hambalang, Bogor, Jawa Barat, terdapat sebuah perpustakaan pribadi, dan itu adalah
tempat favorit sang Presiden. Bahkan, Prabowo telah menulis dua jilid
buku berjudul Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman; Paradoks Indonesia;
dan Strategi Transformasi Bangsa Menuju Indonesia Emas 2045.
Negeri ini memang butuh pemimpin
dengan wawasan luas, dan itu hanya mungkin terbentuk melalui tradisi membaca
yang tekun dalam rentang waktu yang panjang. Di tengah disrupsi teknologi
digital sekarang ini, membaca buku (baik fisik maupun dalam wujud e-book)
adalah pekerjaan yang tidak mudah, kalau bukan butuh kemauan sekaligus stamina
yang terjaga.
Sayangnya, di tengah akses terhadap sumber literatur yang mudah
sekarang, tidak sedikit orang dengan pelbagai alasan enggan membaca buku. Bahkan,
bagi kalangan ASN belum tentu doyan menyisihkan sebagian dari penghasilan
bulanannya untuk membeli buku. Boro-boro membeli buku, wong buku dan atau bentuk dokumentasi pengetahuan lainnya yang ada di tempat kerja belum tentu dibaca hingga tuntas. Tak syak, suatu waktu di sebuah perkantoran pemerintahan di Ibukota saya menemukan selebaran berisikan himbauan bernada satire yang ditujukan ke segenap pegawai, "Sebelum rapat biasakan membaca. Jangan ikut rapat hanya dengan kepala kosong".
Baru-baru ini ajudan Prabowo membagikan peristiwa Presiden Prabowo
Subianto mampir di sebuah toko buku di Negeri Paman Sam, Amerika Serikat
(13/11). Keranjang yang dibawakan sang ajudan dipenuhi buku-buku pilihan sang
Presiden. Pilihan Prabowo mengunjungi toko buku di tengah jadwal padatnya
selama kunjungan kerja di AS jelas angin segar bagi para pegiat literasi di
tanah air.
Presiden adalah contoh terbaik untuk menggalakkan kembali semangat
literasi. Dengan demikian, para pengambil kebijakan baik kementerian/lembaga
hingga unsur penyelenggara pemerintah daerah harus bisa menerjemahkan spirit
yang ditunjukan sang Presiden ke dalam program/kegiatan dan bentuk dukungan
lainnya agar dunia literasi Indonesia terus tumbuh dengan segala kompleksitasnya.
Literasi di sini tentu tidak dimaknai sebatas kemampuan membaca secara harfiah,
melainkan lebih dari itu, sejalan dengan perkembangan teknologi dan tantangan dunia
kerja saat ini, tidak terkecuali ekses sebagai konsekuensi yang ditimbulkannya.
Itulah yang menjadi urusan sesuai kewenangan pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah agar benar-benar bekerja secara efektif sekaligus inovatif dalam rangka
meningkatkan budaya literasi di tanah air.
Prabowo di Toko Buku di AS. (13/11/24) |
Saya teringat wawancara Najwa Sihab dengan Prabowo Subianto saat
masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan RI. Ketika itu Najwa bertanya buku favorit
Prabowo yang perlu dibaca anak-anak muda Indonesia sekarang. Meski diakui banyak buku favoritnya,
tapi Prabowo memilih karya Paulo Coelho asal Brasil berjudul "Warrior of The
Light”. Begitulah dalam banyak dialog, Prabowo kerap menyinggung tentang buku,
buku, dan buku. Jelas itu pertanda baik.
Sedari bersama, bangsa-bangsa besar di belahan dunia ini selalu punya
tradisi membaca (menempatkan pengetahuan sebagai hal utama). Tidak perlu jauh-jauh
mencari contoh tokoh atau pemimpin negeri lain yang suka membaca buku-buku
bermutu. Apa sebab? Negeri sebesar ini pernah dipimpin oleh organisatoris
sekaligus pembaca buku yang tekun, untuk menyebut contoh, seperti Soekarno,
Hatta, Haji Agus Salim, Sjahrir, Haji Misbach, Tan Malaka, Tirto Adi Soerjo, Mohammad Natsir, KH. Hasyim Asy’ari,
K.H. Ahmad Dahlan, B.J. Habibie, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan kini Prabowo
Subianto.
Saya menaruh hormat pada sesiapa saja yang merawat tradisi membaca buku,
entah itu fisik atau elektronik. Esais Goenawan Mohammad pernah bilang, kemampuan
membaca itu sebuah rahmat. Kegemaran membaca sebuah kebahagiaan. Untuk
sampai pada tahap itu, mesti dibentuk mulai dari membangun kebiasaan sehari-hari
di lingkup terkecil maupun kehadiran komunitas literasi lintas profesi. Di era
serba terhubung internet sekarang, bukan perkara sulit membentuk ruang-ruang alternatif-virtual
semacam itu.
Begitulah buku, sebuah peradaban unggul yang ditandai dengan
penghormatan terhadap kerja-kerja pengetahuan. Dengan demikian, pemaknaan akan
pentingnya literasi itu adalah juga kesadaran yang berpijak pada penghormatan terhadap
seluruh proses terbentuknya pengetahuan sehingga terhindar dari praktik
plagiarisme, perjokian skripsi/tesis/disertasi, jurnal predator dan perburuan
gelar akademik dengan cara ugal-ugalan atau yang mengangkangi tradisi kecendekiaan
itu sendiri, seperti jamak terjadi dewasa ini. Ironi, begitulah.
Lebih jauh dari itu, bahkan terhadap segala macam kontroversi pemikiran yang menyertai proses produksi dan transmisi pengetahuan sejatinya tidak perlu ditanggapi dengan cara kekerasan. Tradisi dalam majelis pengetahuan yang panjang di lintasan peradaban dunia ini selalu punya cara merespon hal demikian. Maka, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto yang mencintai buku (produk pengetahuan), saya berharap kebebasan menyatakan pendapat (terutama kritik terhadap kebijakan pemerintah) maupun berorganisasi mewujud tanpa dihantui dengan pembatasan apalagi pembungkaman melalui aparat keamanan atau pun melalui jeratan pasal-pasal hukum yang sangat mungkin disalahgunakan (abuse of power) untuk membunuh kritisisme warga negara. Pada soal ini, jamak pemerhati menyangsikannya, terutama bila dikaitkan keberadaan Prabowo dalam lintasan sejarah Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Karena itu, mari kita cermati selama jalannya kekuasaan di tangan Presiden Prabowo Subianto. Selamat bekerja, Presiden. Saatnya memberi bukti, bukan lagi janji.
*Kota Jambi, 17 November 2024.
*Berikut tulisan-tulisan saya lainnya:
1) Pilkada Jambi dan Nyanyian Sunyi Sepanjang Oktober
2) Darurat Demokrasi: Memaknai Persinggungan Cendekiawan dan Politik
3) Quo Vadis APBD Jambi 2019-2024?
4) Ketindihan Teknokratis: Problem Akut Perencanaan Pembangunan
5) Pilgub Jambi 2024 dan Peta Jalan Pemajuan Kebudayaan
6) Persoalan Fundamental di Ujung Kepemimpinan Al Haris-Sani
7) Potret Buram Daya Saing Daerah Jambi
8) Anomali Pembangunan Provinsi Jambi 2023
9) Beban Belanja Infrastruktur Jambi MANTAP 2024
10) Di Balik Gaduh Mendahului Perubahan APBD Jambi 2023
11) Medan Terjal Tahun Berjalan APBD Jambi 2023
12) Menyoal Proyeksi APBD Jambi 2024
13) Gonjang Ganjing Defisit APBD Jambi 2023
14) Dua Tahun Jambi Mantap Al Haris-Sani, Sebuah Timbangan
15) Setahun Jambi Mantap Al Haris-Sani: Sebuah Timbangan
16) Mengantar Al Haris-Sani Ke Gerbang Istana
17) Surat Terbuka untuk Wo Haris, Gubernur Terpilih Jambi
18) Surat Terbuka untuk Wakil Gubernur Jambi
19) Pandemi Covid-19 di Jambi, Surat Terbuka untuk Gubernur Jambi
20) Polemik Angkutan Batu Bara di Jambi dan Hal-hal Yang Tidak Selesai
21) Batu Bara Sebagai Persoalan Kebudayaan, Sebuah Otokritik
0 Komentar