Membaca Kwik Kian Gie

 

Kwik Kia Gie. Sumber foto: koranjakarta


Oleh: Jumardi Putra*

Mata belum mau terpejam. Jarum jam menunjukkan pukul 23.45 WIB, usai sebelumnya saya menghadiri rapat paripurna di Gedung DPRD Provinsi Jambi (28/7). Lagi asyik scroll media sosial instagram, tersiar berita ekonom senior Kwik Kian Gie tutup usia. Berita itu pertama kali saya ketahui di beranda instagram pribadi Sandiaga Uno atau yang akrab disapa Mas Sandi Uno yang juga adalah Menteri Pariwisata (2020-2024) dan pernah menjabat sebagai wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta (2017-2018).

Saya pun menelusuri kebenaran kabar duka itu di beberapa portal media arus utama (mainstrem) tanah air, belum ada kepastiannya. Justru yang muncul di altar Google yaitu kabar hoax kepergian pria kelahiran 1935 itu pada tahun 2017.

Sembari memastikan kabar duka itu, tergerak hati saya menengok kembali buku-buku karya Kwik Kian Gie yang saya koleksi sejak kuliah di Jogja dahulu yaitu buku berjudul Gonjang Ganjing Ekonomi Indonesia (Gramedia, 1998), Pikiran yang Terkorupsi (Kompas, 2006), Kebijakan Ekonomi dan Hilangnya Nalar (Kompas, 2006) dan satu lagi tergolong belum lama terbit yaitu Aku Bermimpi Menjadi Peng-Peng di Era Republik Banana (2019).

Berselang setengah jam setelah membuka lembar-lembar halaman buku Kwik Kian Gie, sekira pukul 01 dinihari (29/7), barulah portal berita kompas.com menyiarkan kabar kepulangan sang ekonom senior itu di usianya ke 90 tahun. Ungkapan duka pun bermunculan di pelbagai kanal pemberitaan nasional lainnya, lengkap dengan profil jabatan yang pernah ia emban baik di dalam maupun di luar lingkungan pemerintahan.

Jabatan mentereng yang pernah ia emban antara lain Anggota Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR, 1987) hingga puncaknya menjadi Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat pada tahun 1999. Boleh dikata dari sinilah, sepak terjangnya kian banyak dikenal orang dan berlanjut hingga era Presiden KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Industri, dan Keuangan (EKUIN) pada 29 Oktober 1999 hingga 23 Agustus 2000. Setelah itu, Kwik Kian Gie ditunjuk sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada masa pemerintahan Presiden ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri. 

Salah satu permasalahan yang sempat menyita perhatian publik semasa ia menjabat sebagai Menteri, Kwik pernah mengalami dilema. Hal itu terjadi saat pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri ingin menerbitkan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI).

Singkat cerita, Kwik menentang rencana penerbitan surat keterangan lunas itu karena bisa berbahaya bagi keuangan negara. Namun saat itu, Kwik mengaku usahanya gagal karena berhadapan dengan 'total football'. Apa maksudnya? Saya tidak akan mengulasnya di sini. Sila tuan dan puan menelusuri langsung ke pelbagai portal berita nasional yang mengangkat hal-ihwal di balik peristiwa tersebut. 

Saya tidak pernah berjumpa langsung dengan pendiri Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie (Kwik Kian Gie School of Business) itu, kecuali membaca karyanya berjudul Gonjang-ganjing Ekonomi Indonesia (Gramedia, 1998). Melalui buku tersebut, Kwik mengajak publik tanah air untuk menengok kembali ke berbagai penyebab runtuhnya fondasi perekonomian Indonesia, dan sekaligus menyadarkan kita untuk tidak mengulang kesalahan yang sama, yang pernah dilakukan oleh para pengambil keputusan di negara ini, dan akan sangat berarti dalam kerangka reformasi ekonomi yang sedang dicari format dan polanya.

Terlebih, pasca reformasi bergulir, Kwik Kian Gie melihat masyarakat terjerembab dalam kebingungan lantaran didera kemiskinan dan penderitaan akibat gelombang PHK dan melambungnya harga kebutuhan pokok. Sementara saat yang sama, para elit jumpalitan di panggung politik yang kian terbuka dan bebas. Reformasi yang dicita-citakan bisa mengubah berbagai aspek kehidupan, nyatanya terjebak pada permasalahan politik dan kepentingan kelompok berjangka pendek.

Salah satu buku karya Kwik Kian Gie

Buku Gonjang-ganjing Ekonomi Indonesia terbagi ke dalam 11 bab, mulai tentang Mencari Orde Ekonomi: Perlukah Reformasi (I), Kontroversi Bantuan IMF, Utang Luar Negeri, dan Stabilitas Rupiah (II), Krisis Moneter (III),  Likuidasi Bank dan Penghapus Kredit Macet (IV), Tata Niaga dan Kebijakan Mobil Nasional (V) Menguak Mitos BUMN (VI), Laporan Bank Dunia, RAPBN, dan Defisit Transaksi Berjalan (VII), Pasar Modal (VIII), Praktek Korupsi (IX), Kemitraan, Koperasi dan Pengusaha Kecil (X), dan Nasib Buruh (XI).

Tersebab merespon pelbagai isu aktual kala itu, antara satu dengan bab lainnya tidak selalu disajikan sama jumlah tulisan di dalamnya. Begitu juga dari segi waktu publikasi, antara tulisan dengan kejadian dan kebijakan pemerintah pada waktu penulisan, sehingga diperlukan kecermatan para pembaca untuk menempatkan setiap konteks yang menjadi pusat perhatian Kwik Kian Gie. Namun demikian, khasnya Kwik Kian Gie tetap memberikan komentar tentang kejadian-kejadian dalam bidang ekonomi yang bersifat analitis, kritis, dan konstruktif.

Mencermati tulisan-tulisannya tampak jelas konsistensi dan historisitas dari isu-isu yang menjadi pusat perhatian Kwik Kian Gie, mulai dari buku terbitan pertamanya berjudul Analisis Ekonomi Politik Indonesia, yang memuat tulisan-tulisannya di berbagai media massa (bukan hanya Kompas) sejak 30 Maret 1983 sampai 14 Juni 1995. Kemudian, kumpulan tulisan yang dihimpun dalam buku berjudul Praktek Bisnis dan Orientasi Ekonomi Indonesia, yang pernah terbit di Kompas sejak tanggal 29 Januari 1994 sampai 18 Maret 1996.

Saya juga terkesan membaca buku Kwik Kian Gie berjudul Pikiran yang Terkorupsi dan Kebijakan Ekonomi Politik dan Hilangnya Nalar yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas. Kedua buku tersebut berisi kumpulan artikel esai ekonomi-sosial Kwik Kian Gie yang pernah ia tulis di harian Kompas sejak 1999-2006.

Pikiran yang Terkorupsi mengungkit persoalan korupsi di Indonesia, termasuk teknik-teknik korupsi yang sering dipakai para pelakunya. Istilah "Pikiran yang Terkorupsi" atau corrupted mind boleh dikata istilah yang digelanggangkan Kwik Kian Gie di buku ini untuk menggambarkan betapa kuat dan berakarnya praktik-praktik korupsi di Indonesia. Dengan kata lain, "pikiran yang terkorupsi" dinilai adalah akar masalah korupsi di Indonesia yang mengacu pada pola pikir dan mentalitas yang memungkinkan terjadinya korupsi.

Buku berisi dua bab tersebut merupakan buku pertama dari "dwi tunggal" karya Kwik Kian Gie, dengan buku kedua berjudul "Kebijakan Ekonomi Politik dan Hilangnya Nalar" (Cetak III, 2008). Dengan gaya bahasa khas-nya, tanpa tedeng aling-aling, Kwik Kian Gie memaparkan kejanggalan nalar para pembuat dan pemutus kebijakan, terutama dalam hal utang luar negeri dan harga BBM.

Secara garis besar, buku itu memuat tiga hal utama. Bagian pertama yang berjudul ‘Teori Ekonomi, Utang Luar Negeri, dan Pemandoran Asing’, Kwik membahas seputar ‘kisah perjalanan’ utang luar negeri di Indonesia beserta dampak-dampak yang ditimbulkannya. Bab ini boleh dikata manarik karena Kwik memperlihatkan betapa utang luar negeri telah menjadi jebakan bagi Indonesia. Di samping utang luar negeri yang terlalu berlebihan, juga implikasinya sangat merugikan rakyat Indonesia secara jangka panjang.

Selanjutnya, pada bagian kedua dari buku ini kwik lebih banyak menyoroti karut-marutnya perpolitikan kita, terutama dalam penyelenggaraan urusan negeri. Buku tersebut dipungkasi dengan bagian terakhir mengenai ‘BBM, Subsidi, dan Kemandirian Bangsa’. Pada bagian ini pembaca diajak mengetahui hal ihwal alotnya perundingan antara Pertamina dan ExxonMobil guna mencapai titik temu kerjasama eksploitasi, salah satunya Blok Cepu merupakan titik awal menjalankan strategi guna memperbesar porsi Indonesia dalam eksploitasi minyak sendiri. Menurutnya, jika cadangan minyak sudah menyusut, Pertamina juga harus menjadi perusahaan multinasional besar sehingga sumber-sumber minyak mentah diperoleh dari mana saja.

Selain tiga buku di atas, satu lagi buku yang mengelitik buat saya pribadi yaitu berjudul Aku Bermimpi Menjadi Peng-Peng di Republik Banana. Buku ini ditulis tanpa tedeng aling-aling. Kritis, berani dan bergelimang satire. Begitu juga strategi penulisannya. Bahasan berat (galibnya teori maupun istilah ekonomi) berhasil diformulasikan Kwik ke dalam gaya bertutur dan terasa dialogis. Keahlian Kwik Kian Gie sebagai ekonom yang secara terang benderang membuat garis demarkasi dengan mereka ahli ekonomi neolib (Mafia Barkeley) jelas tergambar dalam buku ini.

Bagaimana oligarki bekerja? Bagaimana pengusaha bisa sukses justru dengan memanfaatkan uang negara? Bagaimana pengusaha menjadi penguasa? Bagaimana pula kongkalingkong antar pengusaha, elit politik dan penguasa merampok APBN dengan atas nama rakyat? Bagaimana pasal-pasal hukum diperjualbelikan? Puncaknya, dalam tulisan ini kita juga diperlihatkan bagaimana ekonomi dalam prakteknya adalah semata menumpuk laba sebanyak-banyaknya. Dus, etika dan keluhuran niat dengan dan atas nama mewujudkan kesejahteraan bersama adalah utopia. Republik Banana, sebagaimana judul buku, tidak lain adalah tamsilan dari bangsa yang kaya raya, tetapi tidak diurus untuk menyejahterakan rakyatnya.

Demikian buku-buku sang ekonom Kwik Kian Gie yang saya baca. Tentu masih banyak buku-buku Kwik Kian Gie lainnya yang perlu dibaca. Hemat saya, buku-buku karya Kwik Kian Gie perlu dibaca semua kalangan, termasuk anggota DPR, pejabat pemerintah, akademisi, anggota lembaga pemberantas korupsi, wartawan, mahasiswa, dan siapa saja yang peduli terhadap masalah ekonomi, politik dan praktik korupsi di Indonesia.

Selain membaca bukunya, saya juga kerap menyaksikan video hasil wawancara Kwik Kian Gie yang bertebaran di pelbagai kanal youtube. Kendati tidak lagi aktif di pemerintahan, kepeduliannya merespon pelbagai kebijakan ekonomi di tanah air tidak pernah pudar, dan tak jarang pandangannya tidak sehaluan dengan pemerintah, seperti yang paling santer adalah kritik pedasnya atas kebijakan hutang pemerintah yang makin tidak terkendali. Saat yang sama, ia juga mengingatkan para pengambil keputusan di negeri ini untuk membenahi sektor perekonomian nasional, mencabut aturan-aturan yang menghambat tumbuhnya persaingan bisnis yang sehat dan bebas monopoli, menyehatkan dunia perbankan, dan sebagainya. Namun suaranya makin sayup terdengar di tengah menguatnya oligarki di republik ini.

Selamat jalan, Pak Kwik Kian Gie. Terima kasih atas pikiran-pikiran bernasnya. Sosok kritis, berani dan tanpa tedeng aling-aling. Rest In Peace.

 

*Kota Jambi, 29 Juli 2025.

*Catatan obituari saya lainnya berikut ini:

1) Ekonom Bersuara Lantang Itu Pergi. Selamat Jalan, Faisal Basri

2) Dedikasi Cendekiawan Ignas Kleden dan Abdul Hadi WM

3) Laku Hidup Romo Iman Budhi Santosa

4) Islam, Keindonesiaan dan Kemanusiaan Buya Syafii Ma'arif

5) Warisan Pemikiran Prof. Azyumardi Azra

6) Budayawan Mbeling Prie GS dan Keindonesiaan

7) Pengelana Buku Itu Tidak Pernah Pergi

8) Bambang Budi Utomo, Sepotong Dunia Penekun Studi Sriwijaya

9) Rendra, Puisi Protes dan Bersetia di Jalan Kesenian

10) Jokpin: Jogja Terbuat dari Rindu, Pulang dan Angkringan

11) Jang Aisjah Muttalib, Penulis Sejarah Sarikat Abang di Jambi 1916

0 Komentar