Festival Literasi Jambi: Dari Militansi Ke Retrospeksi


Oleh: Jumardi Putra*

Kolaborasi untuk literasi Jambi hanya mungkin bisa terselenggara apabila ekosistem yang mendukungnya sehat, memegang erat prinsip gotong royong dan kerelawanan. Itulah agaknya kesadaran yang menopang gerakan komunitas literasi di Jambi selama ini, tidak terkecuali Festival Literasi Jambi yang bakal diselenggarakan dua hari ke depan, tepatnya 23 Desember 2023.

Hajatan kultural ini saya ketahui telah digagas beberapa bulan sebelum ini dan makin terasa relevansinya lantaran dilaksanakan sebelum tutup tahun, galibnya momen bagi sesiapa saja untuk melakukan refleksi atas aktivitas setahun berjalan.

Sependek yang saya tahu, festival ini diisi dengan rangkaian diskusi, mendongeng, pembacaan puisi, tari, dan donasi buku. Kesemuanya itu lazim sebagai bagian dari gerakan literasi dalam pemaknaan yang terbatas. Saya menaruh hormat pada konsistensi yang dilakoni pegiat literasi di Jambi sejauh ini, tetapi saya juga ingin mengajak kawan-kawan menjadikan Festival Literasi Jambi sebagai momen retrospektif untuk membicarakan sesuatu yang lebih mendasar seputar perkembangan literasi, atau dengan kata lain, lebih dari sekadar unjuk militansi maupun repetisi. 

Muncul pertanyaan, apa itu literasi di tengah hiruk pikuk pesta demokrasi, revolusi teknologi, pengetahuan di era disrupsi, seni budaya di pusaran globalisasi, moderasi beragama, politik identitas dan kebencian, korupsi dan bahaya laten nepotisme, geopolitik dan ancaman perang dunia ketiga, dan masih banyak lagi isu-isu krusial menyertai peradaban yang serba terhubung (nir-teritori) sekarang ini. 

Hal itu perlu saya kemukakan karena berimplikasi pada narasi (isu strategis) yang diketengahkan maupun individu/institusi/lembaga yang dapat menjadi mitra kolabarasi untuk literasi Jambi sehingga bisa terus meluas ke depan. Dengan kata lain, jangan sampai terjebak dalam sebuah keadaan: kegiatan literasi melulu hanya dirayakan sesama pegiat literasi dalam skup yang sempit lagi terbatas.

Selama ini literasi kerap dimaknai secara sempit yaitu kemampuan membaca dan menulis. Bahkan, sering dianalogikan dengan kegemaran membaca, sehingga tidak heran muncul pelbagai bentuk dan jenis kegiatan di banyak perangkat daerah untuk meningkatkan budaya gemar membaca. Pemaknaan demikian itu tidak sepenuhnya keliru, tetapi jauh dari memadai.

Dalam perkembangannya, pemaknaan literasi selalu berkembang sesuai tantangan zaman. Jika dulu definisi literasi hanya merujuk pada kemampuan membaca dan menulis, saat ini, seturut pemajuan teknologi dengan beragam kecanggihannya, literasi menunjukkan sebuah arah baru. Maka, tidak heran bila ungkapan literasi sekarang memiliki banyak variasi, seperti literasi media, literasi komputer, literasi sains, literasi lingkungan, literasi keuangan, literasi politik, literasi sekolah, literasi gender, dan lain sebagainya. Kesemuanya itu menurut hemat saya bertolak dari sebuah kesadaran yang bertitimangsa pada kemampuan seseorang dalam menggunakan dan mengolah sebuah informasi yang didapatkan dari melek teknologi maupun melalui medium sumber pengetahuan lainnya, dan juga berpikir kritis serta peka terhadap lingkungan sekitar untuk mengembangkan pengetahuan dalam kehidupan dan dapat memberi manfaat bagi banyak orang.

Dalam teorinya, Wells (1987) mengatakan terdapat empat tingkatan literasi yaitu performative, functional, informational, dan epistemic. Literasi tingkat pertama atau performative yaitu membaca dan menulis, kemudian tingkat kedua atau functional yaitu kemampuan menggunakan bahasa untuk keperluan hidup atau skill mempertahan hidup. Selanjutnya tingkat ketiga atau informational yaitu kemampuan mengakses pengetahuan, dan tingkatan keempat epistemic yaitu kemampuan mentransformasikan pengetahuan dalam bahasa tertentu.

Saya mencermati umumnya wacana gerakan literasi di Jambi masih berkutat pada tingkatan pertama dan kedua. Anggapan saya bisa jadi tidak sepenuhnya benar sehingga diperlukan penelitian untuk mendapatkan jawaban yang komprehensif. Namun, sebagai bekal menyongsong agenda literasi di Jambi ke depan sesuai karakter dan tipologi daerah yang tersebar di wilayah Provinsi Jambi, relevan bila keempat tingkatan literasi tersebut dijadi pijakan untuk menciptakan ekosistem literasi yang lebih baik.

Secara nasional, di antara pelbagai macam bentuk maupun model pengukuran kemajuan pembangunan suatu daerah, salah satunya tidak terlepas dari dimensi literasi. Berdasarkan laporan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) tahun 2022, Provinsi Jambi memiliki nilai budaya literasi sebesar 58,54 persen atau mengalami peningkatan 4,66 persen dari tahun sebelumnya sebesar 53,88 persen.

Nilai budaya literasi itu disusun berdasarkan tiga indikator utama yaitu pertama persentase penduduk yang membaca, baik cetak maupun elektronik, kedua persentase penduduk yang mengakses internet untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan, dan ketiga persentase penduduk yang mengunjungi perpustakaan atau memanfaatkan taman bacaan masyarakat.

Capaian nilai budaya literasi Provinsi Jambi tahun 2022 tergolong di atas rata-rata nasional yaitu sebesar 57,40. Meskipun begitu, bukan berarti nilai budaya literasi Provinsi Jambi sudah berada di level ideal. Buktinya, ambil contoh, hasil riset Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Katadata Insight Center (KIC) tahun 2022 menempatkan indeks literasi digital Provinsi Jambi berada di urutan ke 15 secara nasional.

Tidak hanya itu, dimensi budaya literasi Provinsi Jambi dalam Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK) Indonesia tahun 2022 sebesar 58,54. Itu artinya, sekalipun berada di atas rata-rata nasional, posisi Provinsi Jambi belum tergolong ke dalam sepuluh besar daerah tertinggi se Indonesia. Ringkasnya, semakin tinggi Dimensi Budaya Literasi IPK, maka semakin tinggi pula Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM). Begitu pun sebaliknya, semakin rendah Dimensi Budaya Literasi IPK, maka semakin rendah pula Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat.

Dengan demikian, bukan tanpa alasan judul tulisan saya kali ini. Selamat buat komunitas pegiat literasi di seantero Jambi. Semoga muncul gagasan bernas hasil dari kolaborasi untuk literasi Jambi menutup tahun ini sekaligus bekal menyongsong masa yang akan datang. Salam literasi!


*Tulisan ini terbit pertama kali di rubrik artikel portal jamberita.com pada 21 Desember 2023.

Tulisan-tulisan saya lainnya berikut ini:

1) Menyoal Duta Baca Provinsi Jambi, Kerja Apa?

2) Pengelana Buku Itu Tidak Pernah Pergi, Obituari Nirwan Arsuka

3) Generasi Nol Buku

4) Meresensi Novel dan Menulis Ulang Cerita

5) Di Balik Panggung Pemilihan Bujang Gadis Jambi

6) Buku, Arsip dan Keberpihakan Pemerintah Jambi

7) Komunitas Epistemik dan Kosongnya Kampus Kita

8) Ngadem di Goethe Institut

9) Suatu Siang di Erasmus Huis

10) Merajut Asa di Ruang Belajar Prof H.A.R. Tilaar

11) Ngadem di Freedom Institute Library

0 Komentar