Pameran Repatriasi di Galeri Nasional. Dok. Jumardi |
Oleh: Jumardi Putra*
“Kembalinya
Saksi Bisu Peradaban Nusantara,” begitu tajuk pameran repatriasi di Galeri
Nasional, di Jalan Medan Merdeka Timur, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat.
Pameran
Repatriasi ini menampilkan benda-benda bersejarah milik Indonesia yang dulu
dijarah oleh Belanda. Pameran ini terbuka untuk umum, dimulai 28 November
hingga 10 Desember 2023, mulai pukul 10.00 WIB sampai pukul 22.00 WIB setiap harinya.
Sepencatatan
saya, lebih dari 150 benda-benda bersejarah dipamerkan, mulai dari era 1970an
sampai sekarang, tidak terkecuali beberapa koleksi masterpiece yang pernah saya lihat sebelumnya di Musuem Nasional. Tidak
semua koleksi yang dipajang di pameran ini boleh didokumentasikan demi keamanan.
Tak syak, semuanya dipajang rapi di balik kaca pelindung, kecuali arca yang
berada di ruang pamer pertama gedung A. Karena itu, saya tidak menyia-nyiakan
kesempatan melihat pasat-pasat setiap koleksi benda bersejarah selama di ruang
pameran.
Sebelum
memasuki ruang pameran, para pengunjung diharuskan mendaftar secara online. Kebetulan saya sudah mendaftarkan diri malam
hari sebelumnya, lengkap jam kunjungan. Sebagaimana pengunjung lainnya, saya juga
mendapatkan buku katalog berisikan informasi singkat seputar benda-benda bersejarah
yang dipamerkan sekaligus penjelasan kurator tentang proses pemulangan benda-benda bersejarah dari Belanda ke Indonesia. Saya perhatikan selama di pameran, tidak
hanya pengunjung Indonesia yang antusias, tetapi juga belasan bule asyik
membincangkan setiap koleksi yang mereka saksikan.
Penulis di Galeri Nasional, 28 November 2023 |
Ruang
pamer didesain sedemikian rupa, sesuai line
story koleksi. Sebelum masuki ruang pamer, pengunjung terlebih dahulu melihat
enam Arca
yang diposisikan melingkar saling membelakangi satu sama lain. Arca tersebut merupakan tinggalan masa
Kerajaan Singasari yang dikenal sebagai Candi Menara yang memiliki beberapa
arca pendamping. Di antaranya Arca Prajnaparamita, Ganesha, Arca Durga, Arca
Mahakala, dan Arca Nandiswara. Arca tersebut punya sejarah panjang mulai dari
keberangakatannya dari Indonesia menuju Belanda, hingga dikembalikan lagi ke
Indonesia. Penyerahan
arca-arca masa kerajaan Singasari ini telah dilakukan pada 10 Juli 2023 di
Museum Volkenkunde, Leiden, Belanda.
Usai melihat arca, barulah saya melangkahkan kaki ke ruang bagian dalam gedung A Galeri Nasional. Pertama kali saya melihat Pusaka Pangeran Diponegoro. Di situ saya melihat koleksi benda pusaka milik Pangeran Diponegoro ketika melakukan perlawanan terhadap Belanda. Beberapa benda tersebut yakni pelana kuda, peti pakaian, dan tombak Kiai Rondhan. Menurut keterangan di sebelah koleksi benda, tombak Kiai Rondhan tertinggal saat Pangeran Diponegoro disergap pasukan Belanda di Pegunungan Gowong.
Sedangkan
koleksi pelana kuda yaitu pelana asli yang digunakan oleh Pangeran Diponegoro
ketika berkuda. Pelana tersebut berwarna coklat dengan nuansa orange dan bentuknya bulat. Selanjutnya,
saya melihat Rampasan Lombok Pada masa penjajahan, Belanda menjarah sebanyak
230 kilogram emas, 7.000 kilogram perak, dan banyak perhiasan serta batu mulia
dari Lombok. Penjarahan tersebut bermula dari adanya ekspedisi Lombok yang
dilancarkan oleh pasukan tentara kerajaan Hindia Belanda atau KNIL pada 1894.
Pengunjung pameran repatriasi. Dok. JP. |
Di
bagian lain di ruang pamer, saya melihat Keris Klungkung Selain di Lombok yang
dijarah Belanda ketika Perang Puputan Klungkung pada 28 April 1908 yang
dilakukan oleh pasukan KNIL terhadap Kerajaan Klungkung. Pada saat perang, Raja
Klungkung yaitu Dewa Agung Jambe II tews dibakar. Beberapa benda pusakanya
dijarah Belanda dari Puri Smarapura, yang salah satunya yaitu keris pusaka
Klungkung. Pada 1956, keris ini diakuisisi oleh National Museum van
Wereldculturen, lalu disimpan di Museum Volkenkunde, Leiden, Belanda. Keris ini
baru dikembalikan ke Indonesia pada 2023.
Proses
pengembalian benda bersejarah dari Belanda ke Indonesia punya cerita panjang,
tetapi saya selaku pengunjung bisa membaca sejarah singkatnya melalui deskripsi
yang ada di bagian dinding pameran. Benda-benda tersebut dikembalikan secara
bertahap yaitu pada 1977 dan kemudian disusul pada 2023.
Bonnie Triyana,
selaku kurator, dalam kata pengantarnya menyebutkan jauh sebelum Emmanuel
Macron menyatakan bahwa benda seni jarahan Prancis dari Afrika harus
dikembalikan ke negeri asalnya, Mohammad Yamin sudah mengusulkan hal serupa
pada 1951. Suara Yamin memang tidak lantas memicu gerakan museum-museum di
belahan barat, khususnya di bekas negara penjajah, untuk mengembalikan artefak
yang mereka peroleh pada zaman kolonial. Yamin sendiri tidak sempat menyaksikan
bahwa 21 tahun kemudian sejumlah artefak dipulangkan Belanda ke Indonesia.
Pemulangan benda-benda
bersejarah ke Indonesia pertama kali dimulai 1972 yaitu pengembalian keropak
Nagarakrtagama. Menyusul enam tahun kemudian arca Prajñaparamita dan sejumlah
pusaka Kerajaan Lombok. Masih menurut Bonnie, pengembalian benda-benda tersebut
mengawali babak baru hubungan kebudayaan kedua negara yang sempat membeku
akibat konflik di era revolusi kemerdekaan.
Pengunjung Pameran Repatriasi. Dok. JP. |
Tindak lanjut dari pengembalian benda-benda budaya milik Indonesia sempat terjeda selama empat dekade. Pemulangan benda baru terjadi secara antar warga pada 2015 saat keluarga Gubernur Jenderal Hindia Belanda J.C. Baud (memerintah 1833–1836) diwakili oleh cicit buyutnya, Erica Baud mengembalikan tongkat milik Pangeran Diponegoro kepada pemerintah Republik Indonesia yang diwakili oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan. Kedatangan tongkat tersebut melengkapi koleksi pribadi milik Pangeran Diponegoro setelah tombak, pelana kuda, dan sebuah payung tiba pada 1978.
Pembicaraan mengenai
repatriasi artefak dari Belanda ke Indonesia mulai intensif pada akhir 2020.
Saat pemerintah Belanda membentuk komisi advis yang dipimpin oleh advokat
terkemuka Lilian Goncalvez Ho Kang You. Gayung bersambut, pembentukan komisi
itu disusul dengan pembentukan Tim Repatriasi Koleksi Asal Indonesia di Belanda
oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia
Nadiem Makarim pada Februari 2021. I Gusti Agung Wesaka Puja ditunjuk sebagai
ketua, dibantu oleh seorang sekretaris dan diperkuat oleh tujuh anggota pakar.
Sebagai pengunjung
pameran, benda-benda bersejarah itu bukan hanya benda mati tinggalan masa lalu,
tetapi menyuguhkan pengetahuan yang terkandung di dalamnya yang menandai peradaban
bangsa Indonesia, sebut saja seperti riwayat benda, konteks historis
keberadaannya, kisah penjarahan dan tersimpan di negeri penjajah selama
ratusan tahun.
Kehadiran benda-benda bersejarah tersebut, yang dulu dijarah dan tersandera di negeri penjajah-kini kembali ke tanah air, memberikan kesempatan kepada generasi saat ini
untuk mengenal kembali peradaban bangsa Indonesia di masa lalu, dan seyogyanya menciptakan
kesadaran guna merawat bangsa ini ke depan, lebih-lebih di tengah centang perenang
ekonomi-politik global sekarang.
*Jakarta, 30 Desember 2023.
0 Komentar