Sejarah dalam Tangkapan Lensa Guntur Soekarno

 

Penulis di Pameran Foto karya Guntur Soekarno

Oleh: Jumardi Putra*

Langit Jakarta cenderung mendung atau berawan, dan belum ada tanda-tanda terik matahari yang menyengat (12/6). Sekira pukul 10.15 WIB, dari arah hotel Golden Boutique, Kemayoran, saya bergegas menuju Galeri Nasional di Jalan Medan Merdeka, Gambir, Jakarta Pusat. Tersebab memakai gojek, tidak ada hambatan berarti yang saya temui sepanjang jalan. Setiba di laman Galeri Nasional, saya langsung menuju ruang registrasi. Semua proses online, jadi tidak pakai lama. Dari situ saya langsung menuju gedung A pameran foto karya Guntur Soekarno bertajuk "Gelegar Foto Nusantara: Potret Sejarah dan Kehidupan".

Di gedung A, saya langsung tertuju pada foto berukuran jumbo karya pria kelahiran 3 November 1944 itu yakni Bung Karno dan Bung Hatta. Saya tertarik dengan foto itu karena menunjukkan relasi keduanya yang begitu dekat. Atas dasar itu, saya mengabadikannya dengan berfoto di hadapan dua proklamator tersebut. Kendati demikian, sulit menyangkal bahwa pandangan politik antar mereka kerap berada pada kutub yang berbeda (untuk menyebut  berjarak), dari sebelum 17 Agustus 1945 sampai setelah keduanya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Demikian itu fakta sejarah, sekalipun begitu, cinta dan segenap pengorbanan mereka berdua bagi bangsa ini adalah sebaik-baiknya teladan bagi saya dan generasi sekarang. 

Kunjungan saya kali ini sejatinya melengkapi perjalanan saya sehari sebelumnya mengunjungi gedung Soekarno Corner di perpustakaan Universitas Bung Karno. Di situ saya melacak buku-buku yang menyalakan “api” pemikiran-pemikiran Soekarno dalam proses penggalian dasar negara (Pancasila) dan hubungannya dengan spirit keislaman, ide brilian dan keberaniannya menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika (1955), mempelopori gerakan Non-Blok (1961), dan aksi tandingannya terhadap Olimpiade yaitu membentuk Games of the New Emerging Forces (Ganefo, 1963).  

Perhelatan pameran foto semacam ini adalah kali kedua setelah pameran pertama Guntur Soekarno pada November 1994 di lokasi sama, yang kala itu masih bernama Gedung Pameran Seni Rupa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud). Selain menjadi ajang seni, pameran ini juga menggalang dana untuk mendukung kesehatan dan kesejahteraan seniman Indonesia. Tidak hanya itu, pameran ini bebarengan dengan perayaan tiga momen penting dalam sejarah bangsa ini yaitu Hari Lahir Bung Karno (6 Juni 1901), Hari Lahirnya Pancasila (1 Juni 1945) dan Hari Wafatnya Bung Karno (21 Juni 1970).

Penulis di hadapan foto Ratna Sari Dewi di Galeri Nasional

Pameran karya-karya putra sulung Presiden Soekarno ini menampilkan 550 foto yang merekam sejarah dan kehidupan, termasuk potret tokoh-tokoh nasional dan momen-momen bersejarah dalam lintasan panjang perjalanan republik Indonesia. 

Karya seni visual Guntur Soekarno bertitimangsa sejak usia 12 tahun, dari 1956 hinga 2025, yang menangkap berbagai peristiwa penting hingga wajah para tokoh publik dan masyarakat sehari-hari. Sebut saja seperti pendiri bangsa Soekarno hingga Mohammad Hatta (dwitunggal), Ibu Fatmawati (saat menjahit pusaka merah putih), Soeharto dan Ibu Tien, Megawati (masa kecil), Ratna Sari Dewi, Try Sutrisno, Ibnu Soetowo, seorang tokoh militer dan mantan Direktur Utama Pertamina. Masih banyak tokoh lainnya lagi.

Tidak hanya seputar-tokoh-tokoh, pameran yang berlangsung dari tanggal 7 sampai 13 Juni 2025 ini juga merekam perjalanan bangsa yang belum banyak diketahui publik termasuk momen penting seperti TAP MPRS Nomor 33 tentang lengsernya Soekarno. Begitu juga berbagai momen-momen penting seperti upacara peringatan kemerdekaan, pertemuan Soekarno dengan tokoh dunia, perubahan sosial politik pascakemerdekaan, serta keseharian keluarga Bung Karno dan interaksinya dengan masyarakat.

Guntur atau akrab dipanggil Mas Tok ini mulai memotret sejak duduk di kelas enam Sekolah Rakyat (SR) dan membawa kameranya saat mengikuti kunjungan kenegaraan bersama sang ayah ke Amerika Serikat dan Eropa. Bahkan, Guntur juga memamerkan berbagai kamera miliknya, seperti Kodak Baby Box, Olympus MD3, dan Hasselblad, hadiah dari Kedutaan Besar Uni Soviet. Kamera Hasselblad, yang awalnya dirancang untuk berburu, digunakannya untuk menghasilkan potret model dengan hasil berkualitas tinggi.

Pameran Foto Karya Guntur Soekarnoputra di Galeri Nasional

Melalui lensa-lensanya, Guntur tidak hanya menangkap momen pribadi, tetapi juga merekam jejak sejarah bangsa ini. Dengan demikian, koleksi pameran kali ini menghadirkan perspektif unik tentang sejarah Indonesia yang terekam melalui sudut pandang Guntur sebagai saksi langsung perjalanan bangsa.

Sebagai pecinta sejarah dan pembaca buku-buku sejarah, menikmati karya foto Guntur Soekarnoputra adalah juga langkah mini dalam rangka merawat kewarasan dan kecintaan atas sejarah bangsa ini, sekalipun terdapat momen-momen pahit dan getir dalam perjalanan panjangnya hingga saat ini (seperti tragedi 1965, Malari, Kudatuli, dan reformasi 1998). Setidaknya, langkah kecil seperti ini menjadi salah satu instrumen efektif untuk menyadarkan generasi saat ini dan ke depan bahwa ingatan atas sejarah sebagai pewaris bangsa ini tidak boleh ikut sirna bersamaan perginya para pendiri bangsa. Karena itu, tidak berlebihan bila Soekarno pernah berpesan agar jangan melupakan sejarah (jasmerah). 

Generasi saat ini kudu mengetahui sejarah penggalian dan pembentukan dasar NKRI, perjuangan para pendiri bangsa sebagai peletak babak baru sejarah Indonesia, dan usaha mereka menggagas pelbagai agenda multinasional di masa lalu yang mampu mengangkat kepercayaan diri bangsa ini di mata dunia. 

 

*Jakarta-Kota Jambi, 17 Juni 2025.  

0 Komentar