Buku karya Dr. Ahmad Fauzi Ansori. |
Oleh: Jumardi Putra*
Setiap menerima kabar
lahirnya sebuah karya intelektual, saya selalu bersukacita. Entah siapa penulisnya, apapun latar belakangnya dan bahkan jenis karyanya, adalah sebuah
kegembiraan bagi saya pribadi menyambut kahadiran karya tersebut—syukur bila saya
bisa membaca dan mengoleksinya. Mereka—insan kreatif--itu bisa datang dari
kalangan akademisi kampus, peneliti independen, penulis kreatif dan bahkan
politisi sekalipun.
Gayung pun bersambut, belum
lama ini saya menerima sebuah buku berjudul Mewujudkan Jambi Berdaya Saing 2045
dari Dr. Ahmad Fauzi Ansori pada Kamis malam, 31 Juli 2025, sekira pukul 23.45
WIB. Seketika itu juga, buku pertama karya legislator DPRD Provinsi Jambi ini mulai
saya intip-intip isinya di sela-sela pembahasan Ranperda Pertanggungjawaban
Pelaksanaan APBD Provinsi Jambi TA 2024 antara Badan Anggaran bersama TAPD
Provinsi Jambi, Inspektorat, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR),
dan RSUD Mattaher Provinsi Jambi.
Galibnya pembahasan anggaran
bersama TAPD Provinsi Jambi, Anggota maupun Pimpinan Badan Anggaran kerapkali
melemparkan pertanyaan bernada gugatan dan tidak jarang melontarkan kritik,
saran dan bahkan meluapkan kekecewaan, terlebih setelah mengetahui kompleksitas
permasalahan di pelbagai sektor di daerah pemilihan mereka masing-masing belum
selaras dengan dukungan kemampuan keuangan daerah Provinsi Jambi untuk
menyelesaikannya. Lebih-lebih minimnya dukungan pembiayaan untuk mengentasi kesenjangan infrastruktur pelayanan publik seperti pembangunan jembatan, jalan, irigasi, sanitasi, dan ruang kelas belajar di seluruh Kabupaten/Kota dalam Provinsi
Jambi.
TAPD Provinsi Jambi-di
dalamnya terdiri dari Sekretaris Daerah selaku Ketua, disusul Kepala Bappeda, kepala
BPKAD, Inspektur daerah-untuk menyebut sebagian di dalamnya--selain masih
memiliki pekerjaan rumah untuk mendongkrak fiskal daerah, mereka juga tidak
pernah mengelak bahwa nyaris tidak mungkin memenuhi seluruh kebutuhan
infrastruktur di Kabupaten/Kota dalam Provinsi Jambi bila kondisi APBD masih
seperti sekarang ini yaitu fluktuatif di kisaran 4,5 sampai 4,7 triliun. Memang
APBD Jambi pernah ditargetkan melampaui angka 5 triliun pada tahun 2024 (kategori
fiskal sedang), tapi nyatanya justru terkoreksi dalam tahun berjalan, sehinga
sekarang fiskal daerah masuk ke dalam golongan rendah. Jelas ini alarm bagi pasangan Gubernur Jambi Al
Haris dan Wakil Gubernur Abdullah Sani di periode kedua kepemimpinan mereka. Apa
sebab? Sektor keuangan daerah lima tahun terakhir ini merupakan hal krusial
yang menjadi catatan terhadap kinerja Gubernur Jambi Al Haris bersama kabinet kerjanya.
Bertolak dari kondisi
tersebut, kehadiran buku berjudul Mewujudkan Jambi Berdaya Saing 2045: Strategi
Pembangunan Berkelanjutan Menuju Jambi Yang Unggul dan Kompetitif, menemukan
titik relevansi untuk digelanggangkan-untuk menyebut perlu dipercakapkan secara
luas—sebuah topik yang kini mulai abai diketengahkan, terutama oleh kaum cerdik
cendekia. Selintas, judul ini beraroma dokumen kampanye memuat visi-misi dan
program prioritas calon kepala daerah, galibnya kita jumpai jelang dan saat Pemilukada lima tahunan. Namun, setelah membaca lembar demi lembar dari buku
ini terdapat bongkahan optimisme tentang Jambi pada tahun 2045 mendatang seraya
berangkat dari kondisi Jambi sekarang yang tidak baik-baik saja, sehingga
memerlukan kerja visioner-kolaboratif dari pelbagai sektor dan multipihak guna
menuju Jambi yang unggul dan kompetitif, seperti yang dibayangkan oleh penulis
buku ini.
Saya antuasis membaca buku
semacam ini, meski publik secara luas belum tentu sepakat-terlebih bila menimbang
begitu banyak dokumen perencanaan pembangunan daerah baik berupa Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (familiar disebut RPJPD, berlaku untuk jangka
20 tahun) dan turunannya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD
untuk jangka 5 tahunan), tidak menggaransi sepenuhnya arah pembangunan akan benar-benar
dirujuk sekaligus tepat sasaran dan sesuai target di setiap akhir periode
kepemimpinan kepala daerah. Ringkasnya, dalam kacamata publik, kehadiran
dokumen semacam itu tak lebih dari kerja formal-prosedural saban tahun yang
belum sepenuhnya berhasil menuntaskan persoalan riiil yang dihadapi masyarakat,
seperti kemiskinan, pengangguran, deforestasi, konflik lahan, korupsi, dan investasi
jor-joran yang merusak ekosistem lingkungan dan hutan, yang masih terus terjadi
sampai sekarang dan seolah menemui jalan buntu.
Namun demikian, tidak
terbayangkan oleh saya bila laju pembangunan daerah lepas dari pendulumnya,
sehingga di titik itu gagasan dalam buku ini menemukan urgensi sekaligus
signifikansinya untuk dibedah, tidak saja korelasinya dengan RPJPN dan RPJMN,
tapi yang tidak kalah penting adalah persinggungannya dengan kondisi atau realitas
problem ekonomi, sosial, politik, pendidikan, lingkungan dan budaya Jambi
mutakhir.
Sedari bersama, pembangunan
daerah melibatkan banyak sektor dan multisisi. Jambi tidak bisa lagi mengurung
diri—terjerembab dalam anggapan usang bisa hidup hanya dengan mengandalkan
kekayaan sumber daya alam yang berlimpah, tetapi kudu menyadari bahwa kekayaan SDA
justru bisa berganti menjadi malapetaka bila tidak ditopang oleh kehadiran SDM yang
mumpuni, mesin birokrasi yang bekerja optimal dan melayani disertai dukungan
perangkat digital agar efisien dan akurat, pengelolaan keuangan secara tranpasaran,
akuntabel dan bertanggungjawab, adanya kerjasama antara daerah dan bahkan antar
negara seraya mendorong hilirisasi pelbagai komoditas unggulan, seperti karet,
kelapa sawit, batubara, kayu manis, pinang, kelapa, kopi, dan cadangan Minyak
dan Gas serta hasil sektor perikanan, kelautan dan hutan, sehingga bernilai
tambah. Di atas itu semua, yang tidak kalah penting memastikan percepatan
pembangunan ekonomi Jambi tetap menjaga ekosistem lingkungan dan hutan sebagai
paru-paru kehidupan-dan puncaknya menjadi sesuatu yang layak untuk ditinggalkan
bagi anak-anak dan cucu kelak yang lahir dari rahim keJambian. Dalam konteks perencanaan
pembangunan kini populer dengan sebutan ekonomi hijau untuk pembangunan yang
berkelanjutan (sustainable development), yang menekankan keseimbangan antara
aspek ekonomi, sosial dan lingkungan.
Hal-hal yang perlu
digaris-bawahi itu bukan tidak diketahui oleh pemangku kepentingan di Provinsi Jambi,
tetapi bisa jadi belum menemukan cara jitu disertai komitmen paripurna untuk
benar-benar mengejawantahkannya sehingga Jambi benar-benar bisa melesatkan
agenda prioritas pembangunannya dengan lancar, bukan seperti sekarang tidak bisa
berlari kencang lantaran kemampuan keuangan daerah yang terbatas, di tengah
ketergantungan yang masih besar pada dana transfer pemerintah pusat. Sedangkan
pemerintah pusat juga memiliki bebannya sendiri, selain pemenuhan janji-janji
politik, juga penyelesaian beban utang pokok sekaligus bunganya yang meningkat
dari tahun ke tahun.
Tersebab menyentuh banyak aspek pembangunan, buku Bang Fauzi ini, begitu beliau akrab disapa, lebih
tepat disebut semacam buku pendahuluan (untuk menyebut pengantar) bagi upaya penajaman
lebih lanjut atau bekal bagi siapapun untuk menyingkap permasalahan riil-substansial
serta pelbagai skema strategi yang dibutuhkan guna mewujudkan sesuai sektor
pembangunan antara lain seperti infrastruktur pelayanan publik (terhubungnya
pelbagai moda transportasi baik jalur darat, air (selain Talang Duku, Pelabuhan Ujung Jabung dominan menjadi perhatian penulis—seraya menghubungkannya dengan
proyek pemerintah era Presiden SBY yaitu Master Plan Percepatan dan Perluasan Krisis Sosial-Ekologis Indonesia atau MP3EI) dan bandara udara, tidak saja
konektivitas untuk mobilitas manusia, tapi juga mempermudah arus komoditas
unggulan yang bersumber dari SDA Jambi, pendidikan menengah, perguruan tinggi
dan riset (terutama pendidikan berorientasi vokasi—link and match--dengan kebutuhan industri dan pasar kerja), pengembangan
pariwisata berbasis budaya lokal, diversifikasi ekonomi hingga hilirisasi potensi
unggulan SDA agar bernilai tambah dan berefek luas bagi masyarakat. Dengan kata
lain, Jambi bukan lagi sepenuhnya bergantung pada hasil eksploitasi dan
eksplorasi industri ekstraktif (sawit dan batu bara).
Konsekuensi dari penajaman
per sektor pembangunan—yang saya maksud--tentu akan menghadirkan data, argumen,
perbandingan dengan daerah-daerah lainnya di luar Jambi—yang beririsan dengan
tipologi daerah dan kekayaan SDA serta kualifikasi SDM sebagai penopangnya-- serta
analisis secara tajam untuk sampai pada satu kesimpulan berisikan saran serta
rekomendasi guna mencapai Visi Jambi 2045 yang diimajinasikan, selain
mencantolkan gagasan 2045 bertepatan dengan usia 100 tahun kemerdekaan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)—yang sudah barang tentu juga menjadi target
dari agenda prioritas pembangunan secara nasional.
Dari judul buku ini,
setidaknya ada tiga kata kunci yaitu pembangunan yang berkelanjutan, unggul dan
kompetitif. Barangkali tiga kata itu pula imajinasi dari sang penulis tentang
Jambi 2045 yang dibayangkannya. Sebagai bagian dari ikhtiar membangun optimisme
pembangunan daerah Jambi, tentu pikiran penulis perlu kita sambut baik. Namun,
optimisme ini mesti disertai dengan pemahaman yang lebih komprehensif dan
kritis tentang prasyarat utama agar visi Jambi 2045 tidak berakhir sebatas utopia.
Penulis sendiri telah melakukan analisis SWOT (Strengths, weaknesess,
oppurtunities, dan threats) menyingkap sebagian dari permasalahan akut saat ini
seperti mutu pendidikan yang masih rendah, infrastruktur yang masih terbatas
dan belum sepenuhnya terkoneksi dengan matarantai pemasokan hasil komoditas
unggulan SDA Jambi baik via jalur jalan darat (mulai dari ketersediaan jalan
usaha tani hingga kehadiran jalan tol), birokrasi yang belum berjalan efektif,
efisien dan melayani serta belum didukung perangkat digital memadai, serta
pengelolaan keuangan yang belum transparan dan akuntabel, sehingga bukan
pekerjaan mudah untuk mencapai Jambi yang Unggul dan kompetitif pada 2045, jika
tidak dilakukan perubahan secara fundamental sedari sekarang.
Sebagai pembaca, saya masih
menemukan pengulangan-pengulangan narasi serupa antar bab yang semestinya bisa
diminimalisir untuk keperluan fokus pada substansi analisis dan perbandingan
(contoh pada halaman 25-29 dengan halaman 97-101) dan bagian-bagian pengulangan
lainnya meski wujudnya beragam—panjang-pendek paragrafnya. Begitu juga dukungan
sumber pustaka yang masih diperlukan penjelasan lebih lanjut dari penulis,
terutama korelasi hasil analisis yang termuat dalam laporan Badan/Lembaga yang
dirujuk seperti World Economic Forum, World
Bank, Badan Pusat Statistik (BPS) maupun laporan perekenomian Bank Indonesia
secara periodik. Sepengamatan saya, yang justru mengemuka baru sebatas penukilan
atas laporan badan/lembaga pada tataran definisi ketimbang hasil analisis dan
hubungan langsung baik berupa dampak atau faktor penyebab bagi kondisi riil pelbagai sektor pembangunan di Provinsi
Jambi, yang menjadi perhatian utama penulis dalam buku ini.
Perencanaan pembangunan Jambi
untuk mewujudkan visi Jambi 2045 adalah keniscayaan dan itu pula sumbangsih yang telah dilakukan oleh penulis melalui bukunya ini, terlebih sepak
terjang Bang Fauzi di pelbagai lini birokrasi pemerintah daerah mulai dari
masih bergabungnya Kabupaten Sarolangun-Bangko (Sarko, 1991-1995), berlanjut saat
keduanya memisahkan diri, di mana Bang Fauzi sempat bekerja di birokrasi
pemerintah Kabupaten Sarolangun (1999)—selanjutnya bertungkus lumus di birokrasi lingkup
pemerintah Kabupaten Merangin (1999-2005) hingga merangkak naik ke jenjang
birokrasi lingkup Pemerintah Provinsi Jambi, mulai dari menjabat sebagai Asisten
Administrasi (2007), Kepala Bappeda (2009), Kepala Dinas PUPR (2015) dan
puncaknya menjadi Penjabat (Pj) Bupati Tanjung Jabung Barat (2015). Sebuah
capaian (1995-2015) yang belum tentu bisa dilalui oleh kebanyakan ASN di
Provinsi Jambi.
Merujuk kurun waktu data
pendukung dari buku setebal 275 halaman ini (2018-2023, tapi secara umum 2019-2023), sejatinya
menunjukkan kegelisahan Ahmad Fauzi sekaligus refeksinya sebagai birokat
tulen, lebih-lebih pernah lama mengepalai Badan Perencanaan Pembangunan (BAPPEDA) Provinsi Jambi, sebuah lembaga yang bertugas mendesain peta pembangunan Provinsi Jambi,
dari dan akan ke mana kapal bernama Jambi hendak ditambatkan.
Hal menariknya lagi,
buku ini justru terbit Februari 2025, persis saat dirinya tidak lagi bekerja sebagai
birokrat, melainkan anggota DPRD Provinsi Jambi-utusan daerah
pemilihan Kabupaten Merangin-Sarolangun. Itu artinya, pelbagai permasalahan
yang diungkit oleh Ahmad Fauzi dalam bukunya ini, menuntut tanggung jawabnya pula sebagai sesama penyelenggara pemerintah daerah (UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah) untuk benar-benar memastikan agar gerak dan laju pembangunan Provinsi Jambi
sekarang hingga ke depan "on the track"
dengan visi Jambi 2045 yang didambakannya yaitu Jambi yang unggul dan kompetetif—seraya memastikan kesejahteraan benar-benar dinikmati oleh seluruh
komponen masyarakat di seantero Provinsi Jambi, bukan oleh sebagian elit dan kroni-kroninya yang berlomba-lomba mengais "lemak" yang menempel pada tubuh APBD.
Segendang sepenarian, kehadiran gagasan Ahmad Fauzi melalui buku ini selaku legislator di DPRD Provinsi Jambi, adalah juga mengisi celah-celah
kosong atau yang abai dan terlewatkan oleh kerja-kerja teknokratis yang ditaja kaum birokrat
di lingkup Pemerintah Provinsi Jambi selama ini, sehingga perlu didukung secara
simultan dengan pertimbangan pelbagai aspek di luar yang menjadi konvensi galibnya desain
perencanaan pembangunan suatu daerah. Hal itu bukan tanpa alasan, agar gap antara desain pembangunan yang seharusnya (das sollen) dengan senyatanya (das sein) tidak terlalu lebar.
*Kota Jambi, 10 Agustus 2025.
*Tulisan-tulisan saya lainnya dapat dibaca di link berikut ini:
1) Quo Vadis BUMD PT Jambi Indoguna Internasional (JII) ?
2) Asta Cita dan Beban Berat APBD Jambi 2025
3) Menavigasi Visi APBD Jambi Pasca Efisiensi
4) Quo Vadis APBD Jambi 2019-2024?
5) Ketindihan Teknokratis: Problem Akut Perencanaan Pembangunan
6) Pilgub Jambi 2024 dan Peta Jalan Pemajuan Kebudayaan
8) Potret Buram Daya Saing Daerah Jambi
9) Anomali Pembangunan Provinsi Jambi 2023
10) Beban Belanja Infrastruktur Jambi MANTAP 2024
11) Di Balik Gaduh Mendahului Perubahan APBD Jambi 2023
12) Medan Terjal Tahun Berjalan APBD Jambi 2023
13) Menyoal Proyeksi APBD Jambi 2024
14) Gonjang Ganjing Defisit APBD Jambi 2023
15) Dua Tahun Jambi Mantap Al Haris-Sani, Sebuah Timbangan
16) Setahun Jambi Mantap Al Haris-Sani: Sebuah Timbangan
17) Palu Godam Hakim Artidjo Alkostar
18) Duh Gusti, Makin Astaga Saja Negeri Ini
19) Surat Terbuka untuk Wakil Gubernur Jambi
20) Surat Terbuka Untuk Anggota DPR RI Dapil Jambi
21) Pandemi Covid-19 di Jambi, Surat Terbuka untuk Gubernur Jambi
22) Polemik Angkutan Batu Bara di Jambi dan Hal-hal Yang Tidak Selesai
23) Batu Bara Sebagai Persoalan Kebudayaan, Sebuah Autokritik
24) Nada Sumbang di Balik Pembangunan Puteri Pinang Masak Park
25) Kode Keras "Palu Godam" KPK di Jambi
0 Komentar