Menyoal Proyeksi APBD Jambi 2024

ilustrasi

Oleh: Jumardi Putra*

Belum reda polemik penggunaan dan pergeseran anggaran mendahului perubahan APBD 2023 maupun perhitungan defisit APBD Jambi 2023 yang fantastis, kini publik berhadapan dengan proyeksi APBD 2024 yang terlihat tidak jauh lebih meyakinkan dibanding kondisi sulit Provinsi Jambi beberapa tahun terakhir ini, terutama akibat hantaman pagebluk Covid-19.

Segalanya menjadi demikian terang bahwa rencana target pendapatan daerah 2024 dalam Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (PPAS) APBD Provinsi Jambi 2024 sebesar Rp4.323.578.542.579,00 diketahui lebih rendah dibanding target 2023 sebesar Rp4.909.073.167.294,00 atau berkurang sebesar Rp585.494.624.715,00 (11,93%). Fatalnya lagi, rencana target pendapatan 2024 berada di bawah realisasi pendapatan daerah dalam lima tahun terakhir yaitu 2018 sebesar Rp4.412.464.565.281, meningkat menjadi Rp4.575.192.849.736 pada 2019, lalu 2020 sempat menurun menjadi sebesar Rp4.400.624.372.119, melonjak optimistik mencapai Rp4.725.724.403.283 pada 2021, dan dipungkasi 2022 meraih sebesar Rp5.705.588.357.947.

Perhitungan penurunan target pendapatan 2024 terjadi pada semua komponen, di luar Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dari sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang ditargetkan meningkat sebesar 37,18% pada 2024 dibanding APBD 2023. Begitu juga Dana Alokasi Umum (DAU) sektor Dana Perimbangan ditargetkan meningkat sebesar 3,56% pada 2024 dibanding APBD 2023. Sedangkan Dana Insentif Daerah (DID) pada 2024 tidak mengalami perubahan target penerimaan alias sama dengan 2023.

Proyeksi target pendapatan daerah 2024 ini justru berkebalikan dengan paparan optmistik Badan Pengelolaan Keuangaan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Provinsi Jambi dalam Forum Konsultasi Publik Rancangan Awal Rencana Kerja Pemrintah Derah (RKPD) Provinsi Jambi 2024 pada 1 Februari 2024 di Gedung Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jambi yaitu target pendapatan daerah diprediksi mencapai sebesar Rp4.927.677.458.434 dengan rincian kontribusi yang bersumber dari komponen PAD sebesar Rp2.337.426.510.062, dana perimbangan atau transfer pemerintah pusat sebesar Rp2.572.511.858.242, dan lain-lain pendapatan yang sah (hibah) sebesar Rp17.739.090.130.

Tak syak, rencana target pendapatan daerah 2024 berimplikasi pada rencana Belanja Daerah 2024 menjadi sebesar Rp4.610.424.148.762,00 yang terdiri dari Belanja Operasi, Belanja Modal, Belanja Tidak Terduga, dan Belanja Transfer. Belanja 2024 menurun sebesar Rp891.259.458.022,00 atau berkurang sebesar 16,20% dibanding 2023 sebesar Rp5.501.683.606.784,00. Dengan kata lain, rencana target belanja 2024 masuk kategori terendah dalam kurun lima tahun terakhir sejak 2019 (di luar target dan realisasi belanja 2020 karena Covid-19).

Bertolak dari hal itu, proyeksi pendapatan daerah 2024 hemat saya belum segaris dan sebangun dengan kebijakan umum pendapatan daerah yang termaktub di dalam RAN KUA-PPAS APBD 2024, yang notabene disusun oleh Pemerintah Provinsi Jambi sebagai berikut (1) Peningkatan penerimaan pajak daerah, optimalisasi retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah, (2) Optimalisasi pemanfaatan pengelolaan aset daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, (3) Meningkatkan kontribusi BUMD terhadap Pendapatan Asli Daerah dengan mengoptimalkan pengelolaan BUMD, (4) Peningkatan dana perimbangan dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan bagi hasil Pajak, bukan pajak dan pembaharuan data (5) Mengoptimalkan pemanfaatan sarana dan prasana serta sumberdaya manusia guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, (6) Peningkatan kerjasama dengan instansi terkait dalam rangka optimalisasi penerimaan DBH Pajak/Bukan Pajak, dan (7) Meningkatkan kerjasama Pemerintah dan Swasta.

Di tengah Kafasitas Fiskal Daerah (KFD) Provinsi Jambi yang sangat rendah (nilai rasio KFD Jambi sebesar 1,239 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.07/2022 Tentang Peta Kafasitas Fiskal Daerah),  serta beban belanja daerah yang menunjukkan trend peningkatan dari tahun ke tahun, maka sudah sepatutnya Pemerintah Provinsi Jambi, dalam hal ini Tim Anggaran Pemerintah Derah (TAPD) yang diketuai Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jambi, berpikir keras untuk menghitung ulang atau setidaknya kembali kepada skema target pendapatan sebelum pandemi Covid-19. Bukan tanpa sebab sehingga hal itu perlu ditilik lagi, karena RAN KUA-PPAS APBD 2024 sejatinya disusun sebagai produk kerja rasional dan sistematis untuk menyusun formulasi target peningkatan penerimaan pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah yang keseluruhannya bagian dari upaya mencapai target Indikator Kinerja Utama (IKU) Pemerintah Provinsi Jambi yang termaktub di dalam RPJMD Provinsi Jambi periode 2021-2026.

Penghitungan ulang terhadap rencana target pendapatan daerah 2024 masih masuk akal dengan beberapa alasan. Pertama, merujuk paparan optimis kepala BPKPD Provinsi Jambi pada 1 Februari 2023 yakni trend realisasi Pajak daerah Provinsi Jambi dari 2018 ke 2022 naik sebesar 34,24% dan diprediksi akan terus meningkat bebarengan beberapa program kebijakan untuk peningkatan kepatuhan Wajib Pajak (WP) dalam pembayaran Pajak Daerah, sehingga kerjasama secara massif antara pihak pemungut pajak dengan pelbagai stakeholder terkait perlu digalakkan lagi.

Kedua, meski rata-rata kontribusi PAD terhadap total pendapatan daerah selama 2017 sampai 2023 hanya sebesar 35,75% (di bawah kontribusi dana transfer pemerintah pusat), itu tidak lantas membuat pemerintah provinsi Jambi berpuas diri dengan alasan salah satu penyebab rendahnya kontribusi PAD terhadap total Pendapatan Daerah karena Provinsi Jambi tidak memiliki wilayah yang mengakibatkan rendahnya penerimaan dari Retribusi daerah. Maka, upaya meningkatkan sumber penerimaan daerah dari sektor Retribusi Daerah harus sejalan dengan pemenuhan anggaran untuk peningkatan fasilitas dan sarana prasana yang ujungnya berimbas pada peningkatan pendapatan asli daerah.

Ketiga, TAPD Provinsi Jambi perlu memberi perhatian serius untuk meningkatkan kontribusi BUMD terhadap Pendapatan Asli Daerah 2024 dengan mengoptimalkan pengelolaan BUMD secara profesional, transfaran dan akuntabel. Bukan seperti yang sudah lewat, justru menjadi beban yang merongrong kemampuan APBD Provinsi Jambi. Keempat, optimalisasi dana perimbangan dari Dana Transfer Umum (DTU) berupa Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak, bukan pajak, serta Dana Alokasi Khusus (DAK) berupa DAK Fisik dan Non-Fisik, serta Dana Insentif Daerah (DID) dan Lain-Lain Pend yang Sah.

Rata-rata kontribusi Pendapatan Transfer terhadap total Pendapatan Daerah selama tahun 2017 s.d 2023 sebesar 61,89% dan Rata-Rata Kontribusi Lain-Lain Pendapatan yang Sah terhadap total Pendapatan selama tahun 2017 s.d 2023 Daerah sebesar 0,37%. Dengan demikian, masih tersedia celah bagi TAPD untuk memaksimalkan target pendapatan daerah 2024, selain tentu saja segala bentuk kerjasama dengan instansi terkait baik pemerintah maupun kalangan swasta dalam rangka optimalisasi penerimaan daerah harus terus disokong.

Sedari bersama, 2024 adalah tahun terakhir kepemimpinan Gubernur Jambi Al-Haris dan Wakil Gubernur Jambi Abdullah Sani. Sulit membayangkan realisasi program prioritas Jambi MANTAP pada 2024 bila tidak didukung dengan skema penerimaan daerah yang optimis, apatah lagi menimbang beban belanja daerah 2024 yang tergolong besar, sebut saja seperti belanja wajib Mandatory Spending (pengeluaran negara/daerah yang diatur oleh Undang-Undang) untuk bidang pendidikan (20%), kesehatan (10% di luar belanja gaji), infrastruktur pelayanan publik (40%), pengembangan komptensi sumber daya manusia penyelenggara pemerintah daerah (0,34%) serta pengawasan APIP (0,60%).

Begitu juga penumpukan belanja tahapan terakhir program tahun jamak (multiyears) 2024, karena adanya rencana tunda bayar imbas dari defisit APBD 2023, penyertaan modal untuk Bank Jambi dan pembayaran Pokok Utang Pemerintah Provinsi Jambi, pendanaan kegiatan Pilkada, dan belanja prioritas lainnya untuk menggenjot capaian program prioritas nasional serta visi-misi Jambi MANTAP sebagai pamungkas dari janji politik Al Haris-Sani, terutama percepatan penurunan kemiskinan ekstrim, penciptaan konektivitas serta membangun wilayah ekonomi baru melalui gagasan yang familiar disingkat SENTUSA, DUMISAKE dengan segala komponen program dan kegiatan baik melalui perangkat daerah sesuai kewenangan pemerintah provinsi maupun non-kewenangan melalui Bantuan Keuangan Khusus kepada Pemerintah Kabupaten/Kota, serta pengurangan ketimpangan pembangunan, dimana Gini Ratio Jambi pada September 2022 sama dengan Gini Ratio pada September 2018 sebesar 0,335, atau dengan kata lain ketimpangan ekonomi di provinsi Jambi cenderung meningkat sekaligus belum mencapai target yang ditetapkan sebagai indikator kinerja daerah dalam RPJMD TA 2022 sebesar 0,315.

*Kota Jambi, 21 Agustus 2023. Tulisan ini terbit pertama kali di portal jamberita.com. 

*Tulisan saya lainnya berikut ini:

1) Di Balik Kegaduhan Mendahului Perubahan APBD Jambi 2023

2) Medan Terjal Tahun Berjalan APBD Jambi 2023

3) Meneroka Gonjang Ganjing Defisit APBD Jambi 2023

4) Dua Tahun Jambi Mantap Al Haris-Sani, Sebuah Timbangan

5) Setahun Jambi Mantap Al Haris-Sani: Sebuah Timbangan

6) Mengantar Al Haris-Sani Ke Gerbang Istana

7) Surat Terbuka untuk Wo Haris, Gubernur Terpilih Jambi

8) Surat Terbuka untuk Wakil Gubernur Jambi

9) Pandemi Covid-19 di Jambi, Surat Terbuka untuk Gubernur Jambi

10) Polemik Angkutan Batu Bara di Jambi dan Hal-hal Yang Tidak Selesai

11) Batu Bara Sebagai Persoalan Kebudayaan, Sebuah Otokritik

0 Komentar