![]() |
| ilustrasi |
Oleh: Jumardi Putra*
APBD Jambi 2026 menghadapi turbulensi
diakibatkan turunnya jumlah dana transfer pemerintah pusat sebesar 680,173
Milyar dari APBD Murni TA 2025 sebesar Rp.2,485 triliun menjadi Rp.1,804 triliun
pada tahun 2026. Perolehan dana tersebut merosot tajam bila dibanding lima
tahun terakhir. Saat yang sama, kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) hingga
saat ini belum mampu memosisikan kafasitas keuangan daerah Jambi sebagai daerah
ekonomi mandiri.
Perjalanan fiskal daerah Jambi selama ini memang
tidak mudah dan penuh tantangan. Terutama saat pandemi Covid-19 melanda negeri
ini pada tahun 2019-2020 sebagai awal mula turbulensi bagi APBD Jambi.
Dampaknya kala itu dirasakan sangat luar biasa yaitu kegiatan ekonomi terhenti
dan belanja publik pun terkoreksi secara signifikan. Tak pelak, kurun waktu
2019-2020, realisasi pendapatan daerah Jambi berada di bawah angka 4,5 triliun.
Setelah pandemi mereda, kondisi fiskal
perlahan mulai pulih, kendati tetap bersifat fluktuatif. Bila ditarik ke
belakang, realisasi pendapatan daerah Jambi pernah menunjukkan tren positif
atau melampaui target (di atas 100 persen) yaitu mulai dari tahun 2021 hingga
2023 berada di kisaran 4,5 triliun hingga 4,7 triliun. Bahkan, APBD Jambi
sempat rebound pada tahun 2024 dengan
memasang target pendapatan sebesar 5,146 triliun, namun hanya terealisasi
sebesar 4,725 triliun atau sebesar 91.82%.
Faktanya, pemulihan itu tidak berlangsung
lama, sebab APBD Jambi mengalami turbulensi berikutnya akibat diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Aturan baru tersebut membawa perubahan
besar pada struktur pendapatan daerah, terutama pada bagi hasil Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah (PDRD) serta transfer ke daerah.
Seturut hal itu, terbit surat Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian
Keuangan Republik Indonesia Nomor S-62/Pk/2025 Tentang Penyampaian Rancangan
Alokasi Transfer Ke Daerah (TKD) Tahun Anggaran 2026. Akibatnya,
volume APBD Jambi kembali terjun bebas dari sebesar 4,575 triliun pada tahun
2025 menjadi sekitar Rp3,718 triliun pada tahun 2026 atau berkurang sebesar
Rp.857 miliar merujuk hasil kesepakatan antara DPRD Provinsi Jambi dengan Gubernur
Jambi terhadap KUA-PPAS APBD TA 2026, belum lama ini.
Kondisi
tersebut memosisikan daerah menghadapi fiskal rendah atau penuh resiko, sehingga dilakukan penyesuaian struktur pendapatan dan belanja daerah. Terang
saja hal itu berdampak ke berbagai lini pelayanan publik, tidak terkecuali
program pembangunan dan kegiatan pemerintahan untuk pemenuhan Mandatory Spending dan Standar Pelayanan
Minimum (SPM). Maka, tidak ada pilihan lain selain Gubernur Jambi Al Haris menghitung
ulang gaji dan tunjangan pegawai (ruang dimana sebagian birokrat mengais untung
dengan berbagai cara) seraya menjaga keseimbangan belanja rutin dan modal. Praktisnya
tunjangan mesti dikurangi, sewa dihilangkan, anggaran perjalan dinas dipangkas,
pengadaan kendaraan dinas pejabat ditiadakan, belanja barang habis pakai perlu
ditiik nian urgensi dan siginifikansinya, serta infrastruktur non-prioritas ditunda.
Sejurus hal itu, daerah mesti melakukan
evaluasi, efisiensi, atau mencari alternatif di tengah tuntutan atas janji-janji
politik kepala daerah terpilih yang termaktub di dalam Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD) TA 2026--turunan dari Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 4
Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Periode
2025-2029. Saat yang sama, kepala daerah dituntut piawai mengais anggaran yang
bersumber dari APBN untuk mendukung kebutuhan dan permasalahan pembangunan di Kabupaten/Kota
dalam Provinsi Jambi. Hal ini bukan tanpa sebab, karena pemotongan TKD TA 2026
dialihkan menjadi program prioritas Pemerintah Pusat melalui belanja langsung
Kementerian/Lembaga sebesar 1.376,9 triliun, yang sebagian merupakan tugas dan
fungsi pemerintah daerah. Jelas ini tidak sesederhana mengucapkannya di
mimbar-mimbar resmi pemerintah, tapi menyerah kalah juga bukanlah solusi. Apa
sebab? Semua kepala daerah di tanah air tentu akan berjuang maksimal untuk
mendapatkan kucuran anggaran itu, yang sejatinya juga belum dapat menyelesaikan
pelbagai permasalahan di daerah-daerah.
Kemudian, daerah perlu menggenjot pendapatan
asli daerah (PAD) melalui digitalisasi pengelolaan pajak daerah sehingga
transparan dan akuntabel. Sedari bersama, melakukan intensifikasi dan
ekstensifikasi pajak dan retribusi perlu cermat dan berhati-hati. Daerah perlu
belajar dari pengalaman Pati dan Bone (2025) yang mendapat protes besar dari
masyarakatnya. Dengan demikian, jangan sampai memberatkan rakyat dan pengusaha.
Dilematis memang, karena kontribusi pajak daerah selama ini merupakan penyumbang
terbesar APBD Jambi di antara komponen PAD lainnya. Begitu juga mendorong pelbagai
skema kerjasama pemanfaatan barang milik daerah dengan para investor atau
pemodal dengan tetap memastikan keuntungan bagi daerah. Dalam konteks itu, para
pengusaha perlu diberi kepastian, jaminan dan proteksi. Tanpa insentif semacam
itu investasi bukan saja lesu, juga melambat.
Bila inovasi pengelolaan keuangan daerah itu
dapat dilakukan, Pemerintah Provinsi Jambi dapat menghindari potensi
kebangkrutan akibat hilangnya sumber pendapatan tetap-dominanya selama ini. Saat
yang sama, daerah dapat belajar menghadapi pelbagai resiko turbulensi ke
depannya, seiring gejolak ekonomi dunia dewasa ini ditandai dengan
ketidakpastian. Di sinilah kepemimpinan Gubernur Jambi diuji, berhasilkah melewati
fase harap-harap cemas di tahun mendatang atau justru sebaliknya.
Pada akhirnya, turbulensi fiskal bukan alasan
untuk menyerah, melainkan panggilan bagi Gubernur Jambi bersama perangkat
daerah di lingkup Pemerintah Provinsi Jambi agar sungguh-sungguh berbenah. Provinsi
Jambi harus tetap menjaga semangatnya untuk menjadi “Jambi Mantap” bukan hanya
dalam slogan, tetapi juga dalam implementasi kebijakan yang berorientasi pada semesta
rakyat, sekalipun di tengah kondisi keuangan daerah yang terengah-engah.
Semoga turbulensi fiskal ini segera berlalu,
dan Provinsi Jambi kembali menemukan jalur penerbangannya menuju Jambi Mantap
Berdaya Saing dan Berkelanjutan, sebagaimana janji Al Haris bersama Abdullah
Sani kepada masyarakat di seantero Bumi
Sepucuk Jambi Sembilan Lurah.
*Kamis, 23 Oktober 2025. Tulisan ini terbit pertama kali pada portal www.jamberita.com
*Tulisan-tulisan saya lainnya dapat dibaca di link berikut ini:
1) APBD Anjlok: Meneroka Kebijakan Dana Transfer 2026
2) Quo Vadis BUMD PT Jambi Indoguna Internasional (JII) ?
3) Asta Cita dan Beban Berat APBD Jambi 2025
4) Menavigasi Visi APBD Jambi Pasca Efisiensi
5) Quo Vadis APBD Jambi 2019-2024?
6) Ketindihan Teknokratis: Problem Akut Perencanaan Pembangunan
8) Potret Buram Daya Saing Daerah Jambi
9) Anomali Pembangunan Provinsi Jambi 2023
10) Beban Belanja Infrastruktur Jambi MANTAP 2024
11) Di Balik Gaduh Mendahului Perubahan APBD Jambi 2023
12) Medan Terjal Tahun Berjalan APBD Jambi 2023
13) Menyoal Proyeksi APBD Jambi 2024
14) Gonjang Ganjing Defisit APBD Jambi 2023
15) Dua Tahun Jambi Mantap Al Haris-Sani, Sebuah Timbangan
16) Setahun Jambi Mantap Al Haris-Sani: Sebuah Timbangan
17) Palu Godam Hakim Artidjo Alkostar
18) Duh Gusti, Makin Astaga Saja Negeri Ini
19) Surat Terbuka untuk Wakil Gubernur Jambi
20) Surat Terbuka Untuk Anggota DPR RI Dapil Jambi
21) Pandemi Covid-19 di Jambi, Surat Terbuka untuk Gubernur Jambi
22) Polemik Angkutan Batu Bara di Jambi dan Hal-hal Yang Tidak Selesai
23) Batu Bara Sebagai Persoalan Kebudayaan, Sebuah Autokritik
24) Nada Sumbang di Balik Pembangunan Puteri Pinang Masak Park
25) Kode Keras "Palu Godam" KPK di Jambi
26) Menguji Kebijakan Anti Korupsi Al Haris-Sani


0 Komentar