![]() |
RTH Putri Pinang Masak Park, Kota Jambi |
Oleh: Jumardi Putra*
Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Eks Pasar Angso Duo, Kota
Jambi, kini menjadi buah bibir. Beberapa anggota DPRD Provinsi Jambi bersuara
lantang mengkritik di pelbagai media baik cetak maupun online. Percakapan di
grup Whatsapp dan pelbagai media jajaring sosial lainnya tidak kalah masif
menyoal pengerjaan RTH tersebut. Umumnya berpendapat realisasi pembangunan RTH
yang diberi nama Putri Pinang Masak Park itu tidak sepadan dengan alokasi APBD
Provinsi Jambi yang digelontorkan yakni hampir 35 miliar.
Anggapan miring itu terus bergulir hingga sekarang, meski
Dinas PUPR Provinsi Jambi melalui PPK maupun konsultan pengawas sudah
menanggapi dan mengingatkan PT Bumi Delta Hatten selaku kontraktor pelaksana segera
melakukan perbaikan baik terhadap fisik bangunan maupun
elemen pendukung lainnya dalam masa pemeliharaan hingga Juni 2023. Meski dengan
intensitas rendah, Gubernur Jambi, Al Haris, juga ikut bersuara sembari
menunggu hasil audit BPK Provinsi Jambi terhadap pelaksanaan proyek tersebut.
Munculnya pelbagai protes terhadap pembangunan RTH ini masuk
akal, lebih-lebih diduga ada kejanggalan melihat kondisi terkini bangunan RTH
di Kawasan seluas hampir 5,3 hektar tersebut. Apatah lagi lokasi RTH berada di
sebelah pasar modern Angso Duo sehingga mudah menjadi pantauan publik.
Puncaknya, seiring hujan deras mengguyur Kota Jambi sehari belakangan,
beberapa titik lokasi RTH terendam air. Tidak hanya itu, kondisi tanaman
pepohonan maupun bebungaan sebagai unsur penting dari ruang terbuka hijau itu
tampak layu dan sebagian besar mati. Bahkan, rerumputan liar tumbuh di
sana-sani sehingga menghilangkan estetika RTH itu sendiri.
![]() |
Kondisi terkini RTH Puteri Pinang Masak Park |
Terlintas di pikiran saya, bagaimana raut wajah sekaligus perasaan Gubernur Jambi bila melihat langsung Kawasan RTH itu? Akankah impiannya tentang sebuah RTH nan elok mendekati kenyataan?
***
Senin, 17 April 2023, bersama pimpinan dan anggota Pansus
LKPJ Gubernur Jambi TA 2022, saya melihat langsung kondisi terkini Kawasan RTH
Putri Pinang Masak Park. Secara umum RTH terlihat tidak sebagaimana galibnya.
Dada ini justru bergemuruh menandai rasa tidak percaya melihat RTH tersebut.
Beberapa tiang lampu penerang RTH dalam kodisi rusak. Kolam retensi tempat perahu kajanglako penuh lumut. Keramik lantai di barisan bangunan food court rusak. Gerbang
berwarna merah bata yang merupakan warna khas dari Candi Muarojambi, serta area
bundaran dengan ukiran sepasang angsa berbalutkan warna emas setinggi 8 meter tidak sepadan
dengan kondisi hamparan seisi kawasan tersebut.
Makin ke belakang mencermati RTH betapa bangunan ruang
terbuka hijau itu seolah dibuat ala kadarnya. Kebesaran masa lalu Jambi melalui
sungai Batanghari, sehingga dirasa relevan sekaligus penting bagi generasi
sekarang untuk mengenalnya kembali sembari rekreasi, agaknya tidak ikut
menggerakkan sisi terdalam batiniah kontraktor pelaksana pembangunan RTH agar
serius mengerjakan proyek ini, selain tentu saja patuh pada sisi teknis
sebagaimana mestinya.
Catatan ini tidak berprentensi mengulik dugaan penyalahgunaan
alokasi anggaran pembangunan RTH Putri Pinang Masak Park. Sama sekali bukan.
Seraya mendukung suara-suara kritis elemen masyarakat menyoal pembangunan RTH
tersebut, saya berharap BPK Perwakilan Provinsi Jambi benar-benar menjalankan fungsinya
untuk mengaudit pelaksanaan pembangunan RTH itu sehingga penggunaan APBD
benar-benar transparan, akuntabel dan sekaligus memastikan proyek tersebut dikerjakan berdasarkan perencanaan multisisi yang matang sekaligus berpijak pada master plan yang
ditetapkan.
Publik Jambi tentu tidak menginginkan anggaran yang
sedemikian besar hanya digunakan untuk melipatgandakan keuntungan pribadi atau
sekelompok orang dengan mengorbankan semangat awal dan urgensi kehadiran RTH
itu bagi khalayak luas. Dan, hal itu adalah sebuah prinsip tata kelola keuangan
daerah yang sehat.
![]() |
Perahu kajanglako di RTH Putri Pinang Masak Park |
Sebenarnya, masuk akal bila Gubernur Jambi mengenalkan di forum-forum publik bahwa kehadiran RTH, selain komitmen terhadap pemenuhan ruang terbuka hijau perkotaan, adalah juga wujud keberpihakan pemerintah provinsi Jambi memastikan adanya ruang publik non privat yang bisa diakses oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa dikelaskan oleh “daftar biaya” atau apapun istilah ekonomitriknya. Dari yang papa sampai super punya, RTH Putri Pinang Masak Park adalah ruang publik yang mempersilakan siapa saja, untuk bercengkrama, sebagaimana tradisi alun-alun kota di pulau Jawa.
***
Di luar soal anomali pembangunan RTH, segera muncul
pertanyaan retoris berikut ini, RTH Putri Pinang Masak Park, apa di tengah
semua ini?
Saya melihat Kota Jambi dewasa ini tidak bisa lagi
menyembunyikan kelelahan yang kian membuntal. Semua ruang ditakar hanya dengan
“nilai tukar”, bukan “nilai guna”. Menyerupai kepadatan yang palsu dan waktu
menjelma uang yang tak lekang. Tak syak, tergerusnya ruang-ruang terbuka non
komersil (terutama untuk kalangan remaja dan anak-anak) di tengah kota,
stabilitas dapur kaum miskin kota yang terus goyah, dan minimnya sarana-prasarana sosial, yang oleh John Ormsbee Simonds disebut sebagai
“urban paradise” (surga perkotaan) menjadikannya kian jauh dari harapan warga,
utamanya kaum miskin kota.
Ambil misal, dari sepanjang arah jalan Simpang Pulai sampai
ke Tugu Juang, memang terdapat beberapa sekolah dan taman hijau. Juga berdiri
perguruan tinggi, toko buku, dan perpustakaan. Tetapi keberadaannya seolah
terhimpit oleh buldoser modal yang menguasai ruang, sehingga yang tak bermodal
terpaksa menyingkir perlahan-lahan. Kota melebar tak terkendali,
terfragmentasi, dan terkonsentrasi dalam ruang-ruang kalkulatif.
Maka, di saat ruang-ruang publik di perkotaan makin sempit,
selain akibat berubahnya konfigurasi alami lahan serta akibat permintaan akan
pemanfaatan lahan kota yang terus tumbuh dan bersifat akseleratif untuk
pembangunan berbagai fasilitas perkotaan seperti kemajuan teknologi, industri
dan transportasi, kehadiran ruang terbuka hijau publik menjadi penting.
Pendeknya, proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah perkotaan adalah
setidaknya 30% – 40% dari keseluruhan lahan, dengan komposisi 20%-30% ruang terbuka
hijau publik dan sisanya ruang terbuka hijau privat, adalah niscaya menjadi
perhatian para pengambil kebijakan dalam menyusun tata ruang wilayah dan segala
bentuk aktivitas pembangunan-demi menggenjot pertumbuhan ekonomi-di atasnya.
Fatalnya, hasil pembangunan RTH Putri Pinang Masak Park
agaknya gagal membuat hati masyarakat bangga (untuk menyebut kecewa), lantaran
dibuat tidak sungguh-sungguh. Karenanya menjadi tanda tanya, dan bahkan
bertebaran pelbagai plesetan yakni RTH itu tak lain adalah akronim dari Ruang
Tadah Hujan. Ada juga yang menyebutnya Ruang Terbuka Histeris. Anomali bukan?
*Tulisan ini terbit pertama kali di portal www.kajanglako.com
0 Komentar