![]() |
| ilustrasi. sumber:riaureview.com |
Oleh: Jumardi Putra*
Sebagai makhluk sosial, interaksi sehari-hari antara satu sama lain adalah
suatu yang niscaya, entah itu di lingkungan rukun tetangga atau di tempat kerja,
masing-masing kita akan berjumpa dengan beragam sifat dan karakter orang. Salah satunya
orang dengan karakter besak ota-begitu orang Jambi menyebutnya--yaitu seseorang
yang doyan bicara atau cerita dengan cara membesar-besarkan dan cenderung
berbohong.
Ungkapan besak ota bermakna
tidak elok yaitu seseorang yang sukar dipercaya karena muatan pembicaraannya lebai
atau melebih-lebihkan, diibaratkan lebih banyak busa daripada air di dalam sebuah
botol.
Tipikal individu demikian itu acapakli terdorong ingin terlihat
hebat, berdedikasi, berpengaruh, menguasai semua masalah dan masih banyak lagi
contoh lainnya-- sangat bergantung dengan maksud dan tujuan tertentu di
baliknya. Namun nyatanya nol besar. Semua serba seolah-olah, padahal omon-omon
saja.
Besak ota bisa menghinggapi semua orang, tak pandang latar
belakang sosial dan kelas ekonomi. Walakin, menjadi masalah yang tidak
sederhana, bila karakter besak ota menjangkiti para pengambil kebijakan dan
elit politik di negeri ini. Begitu juga bila mewabah pada para pejabat atau
akademisi di kampus sebagai benteng moral-intelektual, tak pandang gelar pendidikan, sesuatu yang semestinya jangan
sampai terjadi, tetapi nyatanya kita akan mudah menjumpai orang-orang dengan tipikal
besak ota di lingkungan pekerjaan.
Tak syak, hari-hari kita kerap mendengar kalimat berikut ini,
"Jangan besak ota nian, sudah tau salah" (Jangan
banyak bicara, sudah tau salah).
"Apo gunonyo besak ota, tapi dak biso
apo-apo?" (Apa gunanya banyak bicara tapi tidak bisa apa-apa?).
"Besak ota nian budak tu, bisonyo ngatoi orang bae, kerjo
nol besak" (Anak itu cerewet sekali, bisanya cuma mengomentari orang saja,
kerja nol besar).
Akhir kata, semoga
masing-masing kita terhindar dari penyakit mental "besak ota". Bicaralah
secara patut tanpa harus melebih-lebihkan. Bersikaplah secara wajar tanpa harus
memoles diri untuk terlihat serba hebat, apatahlagi merasa sok kuasa. Selagi di bawah kolong langit, tak
perlu melebih-lebihkan. Jadilah pribadi istimewa seraya tetap sebagai manusia biasa.
*Kota Jambi, 18 Agustus 2025.
*Catatan renungan saya lainnya di link berikut ini:
1) Yang Pandai Cari Muka Yang Jadi Pemenang
2) Bokong Truk Adalah Wajah Kita
3) Hidup Sederhana Sangatlah Tidak Sederhana
4) Dari Hari Ke Hari: Fragmen X
5) Dari Hari Ke Hari: Fragmen IX
6) Dari Hari Ke Hari: Fragmen VIII
7) Dari Hari Ke Hari: Fragmen VII
8) Dari Hari Ke Hari: Fragmen VI
9) Dari Hari Ke Hari: Fragmen V
10) Dari Hari Ke Hari: Fragmen IV
11) Dari Hari Ke Hari: Fragmen III
12) Dari Hari Ke Hari: Fragmen II
13) Dari Hari Ke Hari: Fragmen I
14) Guru dan Protokol Pejabat Yang Bikin Ribet
15) Mereka Pulang Sebagai Orang Yang Sama Seperti Sebelum Pergi


0 Komentar