Membaca Sabeni, Mengenal Marzuki Usman

 



Oleh: Jumardi Putra*

Setelah ekonom Marzuki Usman menjabat (2001), belum ada lagi putra daerah asal Jambi yang berhasil menduduki jabatan setingkat Menteri di Republik ini. Siapa sih Marzuki Usman? Barangkali nama itu kini kurang populer di kalangan generasi muda Jambi, bahkan bagi mereka yang menggeluti politik praktis, civitas akademika, maupun bisnis.

Saya belum pernah bertemu langsung dengan pria asal Mersam-Batanghari, Jambi, yang lahir dua tahun sebelum kemerdekaan Indonesia, itu. Namun, saat studi di Yogyakarta tahun 2004, saya membaca salah satu tulisannya berjudul Anggaran Belanja Negara dan Pembangunan Nasional di Prisma edisi Nomor 7, Juli 1997, dengan tajuk utama Uang dan Pembangunan: Menjaga Bangunan Kertas—jurnal bergengsi di bawah naungan LP3ES. Saya juga membaca beberapa buku yang memuat tulisan Marzuki Usman seperti Ekonomi Indonesia: Masalah dan Prospek 1988/1989 (UI Press, 1988), Demasifikasi Pemerintahan Perspektif Marzuki Usman yang diberi pengantar oleh ekonom Revrisond Baswir (Jendela, Yogyakarta, 2004), serta karya Marzuki Usman berjudul Kekacauan Negara di Tengah Presiden Ketiga dan Keempat (Warta Ekonomi dan Dian Rakyat, 2009).

Pada buku yang terakhir ini, Marzuki Oe(u)sman menggunakan nama samaran Sabeni untuk mengisahkan kekacauan dalam pemerintahan pada masa transisi kekuasaan. Kendati ditulis sebagai kisah fiksi, buku itu boleh dikata merupakan cerminan nyata dari pengalaman langsung Marzuki Usman sebagai seorang birokrat yang berkiprah dari era pemerintahan Soeharto, Habibie, hingga Gus Dur.

Di lembar-lembar awal, tulisan Marzuki ini mengisahkan skenario Presiden Soeharto memuluskan karier politik Tutut Hardijanti Rukmana atau akrab disapa Mbak Tutut, yang dipersiapkan meneruskan tongkat estafet kepemimpinan nasional. Strateginya adalah memasang terlebih dahulu “Wakil Presiden Sementara” B.J. Habibie, loyalis Soeharto. Menempatkan putra daerah asal Pare-Pare itu sebagai wakil Presiden merupakan pertimbangan yang masuk akal ketimbang mendorong tokoh dari kalangan militer. Dengan begitu, siasat mendorong putri sulung Soeharto ke singgasana RI 1 akan lebih mudah, mengingat penyelenggaraan Pemilu bisa dikendalikan seperti pemilu-pemilu Orde Baru sebelumnya.

Wakalin, realitas berkata lain. Bersamaan dengan makin menguatnya tuntutan reformasi dari kalangan mahasiswa dan kelompok sipil pro-demokrasi, Soeharto terpaksa mundur atau turun dari kursi kepresidenan pada Mei 1998, sesuatu yang sulit diterima oleh Soeharto sendiri kala itu. Pada akhirnya, skenario yang disusun Soeharto itu pupus. Sabeni (Marzuki) menyebut, Tuhan punya rencana yang tidak sepenuhnya sejalan dengan rencana dan pikiran manusia, termasuk seorang presiden sekalipun.

Karya Marzuki Oe(u)sman

Masa-masa genting dalam transisi kekuasaan pemerintah pusat itu dikisahkan oleh Marzuki Usman, termasuk momen-momen menarik dan penuh intrik, sekaligus menyebut peran beberapa tokoh nasional yang meminta agar Presiden Soeharto mundur secara baik-baik, seperti anjuran cendekiawan Nurcholis Madjid (Cak Nur), Emha Ainun Nadjib (Cak Nun), dan beberapa tokoh nasional lainnya.

Dari buku itu, saya melihat rasionalitas bercampur selera humor Marzuki Usman mampu menghadirkan kisah-kisah emosional seorang Sabeni yang berani berterus terang tentang watak dari birokrasi dan kekuasaan di masa akhir Orde Baru Soeharto, beralih ke era Habibie, dan selanjutnya Gus Dur. Sosok Sabeni ini kian menarik karena berani “berseteru” untuk sesuatu yang prinsipil dengan tokoh-tokoh sezaman dengannya, yang nama-nama mereka dalam buku ini diplesetkan. Boleh dikata, buku ini versi lain dari Republik Banana (Gramedia, 2019) karya ekonom Kwik Kian Gie, yang bisa dibaca dengan santai tanpa perlu mengernyitkan dahi untuk mengetahui sisi kelam birokrasi dan kekuasaan di negeri ini yang tertutupi oleh hiruk pikuk "pembangunisme" dan “Politik adalah panglima”.

Bertolak dari buku ini, saya menyimpulkan bahwa Marzuki Usman merupakan salah satu mantan Menteri sekaligus ekonom yang punya kemampuan berkisah dalam bentuk tulisan populer secara menarik. Kisah-kisahnya meliputi masa awal menjabat sebagai Menteri Pariwisata (terutama strategi promosi pariwisata di tengah keuangan negara yang karut-marut dan mentalitas buruk birokrat), Menteri Kehutanan (terutama tentang tipu muslihat Hak Pengelolaan Hutan atau HPH—demi 'cuan' antara elite dan konglomerat), dan Ketua Fraksi Utusan Golongan di MPRI hingga memutuskan diri bergabung ke kancah politik praktis melalui Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) era Gus Dur untuk wilayah DPD DKI Jakarta. Juga, berbagai kisah lain yang belum pernah dibuka kepada publik sebelumnya.

Berdasarkan penelusuran saya, kisah Sabeni ditulis lima jilid oleh Marzuki Usman. Diawali buku berjudul Tiga Menakbir Mimpi yang diluncurkan pada tahun 1998, atau menandai hari ulang tahunnya yang ke-55. Buku ini berkisah tentang Sabeni, seorang anak desa yang memiliki keinginan keras untuk maju, sehingga meraih beasiswa dari Ford Foundation untuk kuliah di Duke University, Durham, North Carolina, Amerika Serikat, hingga memperoleh gelar Master of Arts pada tahun 1975. Kesempatan mendapatkan beasiswa itu berkat bantuan J.B. Sumarlin dan Ali Wardhana, dua nama besar di kalangan ekonom tanah air dan sama-sama pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan era Presiden Soeharto. Hanya saja, hingga saat ini saya belum mendapatkan empat jilid buku Sabeni secara lengkap. Semoga pembaca di sini berkenan menghubungkan saya kepada Pak Marzuki Usman atau penerbit terkait.

Selain itu, terdapat refleksi tiga perempat abad perjalanan intelektual dan karier Marzuki Usman dalam buku berjudul Kenang-kenangan Marzuki Usman (2018). Buku ini dapat menjadi bahan inspirasi dari sosok pekerja keras dan pengalamannya yang sangat luas sebagai birokrat dan teknokrat bagi para eksekutif, bahkan untuk kaum milenial dan generasi Z. Menariknya lagi, sampul buku itu menghadirkan wajah Marzuki Usman dengan mendiang K.H. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, sehingga dengan gamblang menunjukkan hubungan akrabnya dengan cucu dari Khadratussyaikh K.H. Hasyim Asy’ari atau pendiri organisasi keagamaan Nahdhatul Ulama (NU) itu. Tak ayal, dalam buku ini diungkit hubungan keduanya, baik antara presiden dan menterinya maupun yang di luar itu. Faktanya, persahabatan di antara mereka telah terbina jauh sebelum Gus Dur menduduki jabatan RI 1.

Buku Kenang-kenangan Marzuki Usman (2018)

Kiprah Marzuki sebagai mantan eksekutif pemerintah terbilang gemilang. Ia telah menduduki jabatan strategis di Kementerian Keuangan RI pada tahun 1969, mulai dari Direktur Asuransi Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan dan berbagai jabatan penting lainnya, hingga pernah menjabat sebagai Menteri Pariwisata merangkap Menteri Peningkatan Investasi (Meninvest) dan Kepala BKPM di era pemerintahan Presiden BJ Habibie tahun 1998-1999. Demikian pula ketika Gus Dur mengangkatnya menjadi Menteri Kehutanan menggantikan Nur Mahmudi Ismail pada tahun 2001.

Begitu juga di luar pemerintahan, pria kelahiran Mersam-Batanghari, 30 Desember 1943 ini aktif di berbagai instansi dan lembaga, seperti di legislatif (Anggota Fraksi Utusan Golongan Ekonomi melalui Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia atau ISEI), akademis, ormas, organisasi politik, perusahaan BUMN, maupun swasta, yang membuatnya diganjar aneka penghargaan. Bahkan dari pemerintah Republik Indonesia, Marzuki Usman memperoleh penghargaan Satya Lencana Karya Satya 20 Tahun, Bintang Jasa Utama, dan Bintang Mahaputera Adipradana. Kegemarannya menulis juga menghasilkan beberapa buku dan paper di bidang pasar modal, perbankan, investasi, ekonomi, politik, sosial, dan SDM.

Rekam jejak ayah lima orang anak ini menunjukkan bahwa ia memiliki wawasan dan pengalaman luas di bidang ekonomi, perbankan, moneter, asuransi, investasi, pasar modal, perdagangan internasional, dan pengelolaan BUMN. Sosok Putra Melayu Jambi ini mulai meroket ketika menjabat sebagai Kepala Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam) tahun 1988-1992. Masa itu adalah era keemasan PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang menjadikan Marzuki Usman buah bibir di kalangan ekonom. Karena itu, ia dijuluki “Mandor Pasar Modal”.

Merujuk tahun kelahirannya, maka Desember tahun ini ia bakal menginjak usia ke-82 tahun—usia yang tidak lagi muda. Saya mendoakan semoga Pak Marzuki Usman senantiasa sehat, sehingga berkemampuan memberikan sumbangan pemikiran konstruktif untuk kemajuan bersama, tidak terkecuali bagi Provinsi Jambi tercinta. Pada saat yang sama, saya berharap ada tangan-tangan kreatif yang menuliskan sosok dan pemikiran wisudawan terbaik dari Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 1969 ini secara kritis-komprehensif sebagai intelektual, birokrat, dan politisi. Semoga.


*Rabu, 12 November 2025. Tulisan ini terbit pertama kali di portal jamberita.com

*Tulisan-tulisan saya lainnya dapat dibaca di link berikut ini:

1) APBD Anjlok: Meneroka Kebijakan Dana Transfer 2026

2) Quo Vadis BUMD PT Jambi Indoguna Internasional (JII) ?

3) Asta Cita dan Beban Berat APBD Jambi 2025

4) Menavigasi Visi APBD Jambi Pasca Efisiensi

5) Quo Vadis APBD Jambi 2019-2024?

6) Ketindihan Teknokratis: Problem Akut Perencanaan Pembangunan

7) Prabowo, Sang Bibliofil

8) Potret Buram Daya Saing Daerah Jambi

9) Anomali Pembangunan Provinsi Jambi 2023

10) Beban Belanja Infrastruktur Jambi MANTAP 2024

11) Di Balik Gaduh Mendahului Perubahan APBD Jambi 2023

12) Medan Terjal Tahun Berjalan APBD Jambi 2023

13) Menyoal Proyeksi APBD Jambi 2024

14) Gonjang Ganjing Defisit APBD Jambi 2023

15Dua Tahun Jambi Mantap Al Haris-Sani, Sebuah Timbangan

16) Setahun Jambi Mantap Al Haris-Sani: Sebuah Timbangan

17) Palu Godam Hakim Artidjo Alkostar

18) Duh Gusti, Makin Astaga Saja Negeri Ini

19) Surat Terbuka untuk Wakil Gubernur Jambi

20) Surat Terbuka Untuk Anggota DPR RI Dapil Jambi

21) Pandemi Covid-19 di Jambi, Surat Terbuka untuk Gubernur Jambi

22) Polemik Angkutan Batu Bara di Jambi dan Hal-hal Yang Tidak Selesai

23) Batu Bara Sebagai Persoalan Kebudayaan, Sebuah Autokritik

24) Nada Sumbang di Balik Pembangunan Puteri Pinang Masak Park

25) Kode Keras "Palu Godam" KPK di Jambi

26) Menguji Kebijakan Anti Korupsi Al Haris-Sani

27) Menyingkap Tabir Disertasi Sekda Provinsi Jambi

0 Komentar