Dari Gedung Landraad Ke Penjara Banceuy

Sisi kanan halaman depan Gedung Indonesia Menggugat. Dok. Penulis.


Oleh: Jumardi Putra*

Cuaca tengah hari di kota Bandung tidak begitu terik (2/7). Saya bergegas meninggalkan Gedung Sate menggunakan gojek menuju Jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 5 sekira pukul 12.30an WIB. Jarak tempuh untuk sampai ke rute berikutnya sekitar 3,1 kilometer. Tidak ada kemacetan parah yang saya temukan di sepanjang jalan menuju gedung Landraad, populer disebut Gedung Indonesia Menggugat, disingkat GIM.

Ini kali pertama saya menginjakkan kaki di GIM, sebuah bangunan bergaya art deco milik pengusaha warga Belanda Van der Wijck yang dibangun pada 1907. Sepuluh tahun kemudian, tepatnya 1917, gedung ini dibeli pemerintah Hindia Belanda dan diubah menjadi Landraad, pengadilan negeri tingkat pertama pada masa penjajahan Belanda. Setelah Indonesia merdeka, gedung ini sempat beralih fungsi menjadi kantor pos, kantor pengadilan negeri, dan kantor kejaksaan negeri.

Sebelum memasuki pintu utama GIM, halaman depan bangunan ini nampak begitu asri dengan adanya pohon beringin besar di depannya. Selain itu, terdapat sebuah batu besar yang merupakan prasasti yang diresmikan Presiden Megawati Soekarnoputri pada 2002 silam.

Tidak jauh dari gerbang utama GIM, saya melihat plank berupa keterangan singkat seputar sejarah GIM, yang dapat dibaca setiap warga yang lalu lalang di Jalan Perintis Kemerdekaan 5, Babakan Ciamis, Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung.

Halaman depan GIM. Dok. Penulis

Lebih kurang 2 jam saya menyusuri seisi ruangan GIM plus membaca sepintas buku-buku tentang Soekarno di ruang perpustakaan GIM (salah duanya karya Soekarno berjudul Indonesia Menggungat dan buku Pemugaran Monumen Perjuangan Bangsa Indonesia Menggugat).

Di gedung bersejarah ini saya berjumpa kang Dede Ahmad, seorang pemandu dan pemelihara GIM. Selain menjadi tahu hal-ihwal seputar GIM lewat buku Indonesia Menggugat, kang Dede menceritakan kepada saya bahwa pada tahun 1930-an, Indonesia berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda. Saat itu rakyat Indonesia hidup dalam penindasan dan ketidakadilan. Nah, tepat pada tanggal 25 Juli 1930, Soekarno bersama rekan-rekannya dari Partai Nasional Indonesia (PNI) diadilii di Gedung Landraad. Akhirnya Soekarno dan kawan-kawan pun saat itu dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan di penjara.

Dalam sidang tersebut, Soekarno menyampaikan pleidoi yang terkenal dengan judul "Indonesia Menggugat". Pleidoi tersebut berisi kritik tajam Soekarno terhadap kebijakan pemerintah kolonial Belanda yang menindas rakyat Indonesia. Tak syak, sidang Indonesia Menggugat menjadi peristiwa penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bahkan, pleidoi Soekarno yang berapi-api berhasil membangkitkan semangat nasionalisme rakyat Indonesia dan menggugah kesadaran dunia internasional akan penderitaan rakyat Indonesia di bawah penjajahan Belanda. Saya juga melihat foto lawas saat warga Indonesia kala itu berkurumun menyaksikan jalannya pengadilan terhadap Seokarno dan kawan-kawannya.

Penulis di depan GIM. Dok pribadi

Menariknya, naskah pembelaan yang diberinama Indonesia Menggugat karya Soekarno itu mengudara sampai ke negeri Belanda. Tak pelak, lantaran adanya desakan oleh masa pro Indonesia di Belanda, akhirnya hukuman penjara bagi Soekarno dikurangi menjadi 1 tahun.

Selain ruang perpustakaan (memuat karya Soekarno maupun tulisan orang lain tentangnya serta beberapa tokoh sejarah lainnya) dan aula pertemuan, saya juga memasuki ruangan tempat Soekarno di sidang pada 1930an. Saya perhatikan ruangan di bagian depan sisi kanan gedung tersebut tertata rapih. Diakui kang Dede Ahmad, tempat Soekarno disidang itu kerap menjadi tujuan utama para wisatawan baik domestik maupun asing saat berkunjung ke GIM. Sedangkan ruang utama GIM yang memanjang dan berbentuk T kerap digunakan oleh pelbagai kalangan masyarakat untuk berbagai kegiatan, seperti diskusi, seminar, hingga pameran. “Belum lama ini, di sini berlangsung kegiatan dalam rangka perayaan bulan Bung Karno, kegiatan saban tahun yang diadakan oleh pelbagai kelompok masyarakat untuk mengenang Sang Putra Fajar,” imbuhnya.

Masih menurut Dede Ahmad, gedung ini dipugar pada tahun 2004-2005 untuk mengembalikan bentuk aslinya dan dijadikan tempat kegiatan umum. Selanjutnya, pada tahun 2007, Gedung Indonesia Menggugat diresmikan sebagai cagar budaya dan dibuka untuk umum. Kendati sudah dipugar (terutama bagian luar GIM), khusus interior gedung, termasuk ruang sidang tempat Soekarno membacakan pleidoi "Indonesia Menggugat" tetap dipertahankan keasliannya. “Di ruang sidang Soekarno tersebut ditambahkan meja dan beberapa foto dan poster bulletin lawas Persatoean Indonesia,” ujar Dede Ahmad kepada saya.


Ruangan tempat Bung Karno disidang

***

Heroisme Soekarno tidak saja melekat pada sejarah pengadilan di gedung Landraad, tetapi juga sel atau penjara Banceuy, tempat Soekarno dan aktivis PNI lainnya ditahan selama proses pengadilan berlangsung. Kang Dede Ahmad pun menganjurkan kepada saya agar mengunjungi penjara Banceuy, tempat Soekarno dan dua kawannya pernah ditahan.

Saya pun memilih jalan kaki dari GIM ke Penjara Banceuy yang berlokasi di jalan Banceuy Nomor 8A, Kota Bandung. Penjara Banceuy dibangun pemerintah Belanda pada tahun 1877. Awalnya, penjara ini diperuntukkan bagi tahanan politik tingkat rendah dan kriminal.

Penjara ini dikatakan bersejarah karena Soekarno dan tiga rekan dari PNI yaitu Maskoen, Soepriadinata, dan Gatot Mangkoepraja ditangkap di Yogyakarta dan kemudian dijebloskan ke penjara Banceuy pada tanggal 29 Desember 1929.

Pemerintah Belanda menjebloskan Soekarno ke penjara Banceuy atas tuduhan hendak menggulingkan pemerintahan Hindia Belanda. Soekarno mendekam di sel Nomor 5 selama kurang lebih 8 bulan. Dari sel sempit dan pengap inilah Bung Karno menyusun pledoi atau pembelaanya yang dibacakan di Gedung Landraad. Pledoi Soekarno disusun di sel sempit penjara Banceuy Bandung dengan menggunakan kaleng tempat buang air untuk alas menulisnya karena memang tidak ada alat lainya.

Sel No 5 Penjara Banceuy. Dok pribadi

Meskipun monumen penjara Banceuy saat ini sudah dikepung oleh bangunan-bangunan bertingkat sehingga tidak terlihat dari jalan raya, Sel nomor 5 penjara Banceuy, bekas tempat Soekarno ditahan masih dipertahankan sampai sekarang.  

Butuh waktu sekitar 40 menit bagi saya berjalan kaki dari GIM ke lokasi Penjaran Banceuy. Setiba di lokasi bersejarah kedua ini, saya berjumpa Bapak Ahmad yang berutugas menjaga monumen penjara ini sejak 1984. Saya pun bercakap-cakap bersama beliau seputar penjara Banceuy ini. Pak Ahmad menceritakan bahwa penjara Banceuy dulunya adalah penjara tingkat rendah yang didirikan di abad ke-19.

"Pada tahun 1983 penjara Banceuy dipindahkan ke Jalan Soekarno-Hatta Nomor 187A dan berfungsi sebagai lembaga pemasyarakatan di bawah Kemankum HAM. Penjara Banceuy pun dibongkar untuk dijadikan kompleks pertokoan dan disisakan bagian sel penjara Bung Karno dan menara pos penjaga,” ujar pak Ahmad.

Merujuk buku berjudul Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat karya jurnalis Cindy Adam, Soekarno menulis, penjara Banceuy adalah rumah tahanan bagi para penjahat kelas bawah. Para sipir memberi ransum kepada para tahanan berupa nasi merah dan sambal. Ia mengungkapkan, "pepetek tidur di atas lantai. Kami tahanan kelas yang lebih tinggi tidur lebih nyaman di atas ranjang besi yang lebarnya tidak cukup untuk satu orang dan dialas dengan tikar jerami setebal karton."

Bung Karno ditahan di Sel No 5 Penjara Banceuy

Sepengamatan saya, memang sel yang ditempati Bung Karno cuma seukuran panjang tubuh manusia dewasa. Tak pelak, ia tepat disebut "tak lebih dari ukuran sebuah peti mayat". Masuk akal sehingga Penjara Banceuy juga disebut-sebut merupakan tipe penjara yang bakal menekan mental para tahanan sejak kali pertama mereka masuk sel, karena luasnya tidak lapang seperti sel-sel penjara hari ini yang bisa digunakan untuk rebahan dan memiliki sirkulasi udara dan cahaya yang cukup.

Namun, di tengah keterbatasan itu, justru Bung Karno berhasil menyusun pledoi yang sangat terkenal yang kemudian diberi nama Indonesia Menggugat. Pledoi itulah yang kemudian dibacakan di sidang pengadilan di Gedung Landraad, sebuah dokumen bersejarah yang menandakan perjuangan salah satu pendiri bangsa ini untuk lepas dari jajahan Belanda.

Tidak tarasa satu jam tiga puluh menit saya berada di monumen penjara Banceuy. Saya pun pamit kepada pak Ahmad yang bersetia menjaga peninggalan bersejarah tersebut. Dalam perjalanan meninggalkan monumen bersejarah itu, masih terekam jelas dalam pikiran saya kalimat menggungah dari Bung Karno dan istrinya yaitu Inggit Garnasih berikut ini:

"Suatu negara dapat berdiri tanpa tank dan meriam. Akan tetapi, suatu bangsa tidak mungkin bertahan tanpa kepercayaan.” – Soekarno.

"Ya, mesti sabar, segala pun mesti kita lakukan dengan sabar. Kalau belum waktunya, dan dipaksakan juga, cuma akan jadi seperti matang karena dikarbit." -Inggit Garnasih.

 

*Kota Jambi, 07 Juli 2025. Terima kasih atas kebaikan Kang Dede Ahmad (di GIM) dan Pak Ahmad (di monumen Penjara Banceuy) yang menjelaskan hal-ihwal seputar dua bangunan bersejarah di Kota Bandung tersebut. Nantikan catatan perjalanan saya berikutnya ke lapak buku-buku lawas di kawasan Gedung Asia Afrika dan kunjungan penulis ke penerbit buku Ultimus (yang banyak mengungkit sejarah seputar para eksil korban peristiwa politik 1965).


*Tulisan saya lainnya di link berikut ini:

1)  Sepulang dari Pusat Studi Arsip Kepresidenan Sukarno

2) Sejarah Jambi di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI)

3) Monumen Kisah Cinta Bung Karno dan Inggit Garnasih

4) Sepulang dari Pusara Inggit Garnasih

5) Bung Karno di Mata Mahbub Djunaidi

6) Bung Karno dan Sumbangan Rakyat Jambi Untuk Kemerdekaan RI

7) Sejarah dalam Tangkapan Lensa Guntur Sukarno

8) Kisah Puteri Gubernur Jambi 1975 Tentang Bung Karno

0 Komentar