Hujan dan Senja yang Bila Tanpanya Tiada Guna

ilustrasi

Oleh: Jumardi Putra*

Hutan senang bila kau menjelajahinya dengan kaki telanjang. Begitu juga pepohonan riang tak kepalang melihat rambut panjangmu terurai disaksikan riuh dedaunan. Bersamaan rinai hujan, angin meliuk-liuk tak tergapai mengabadikan sepotong bibirmu yang piawai merapalkan tembang rindu dalam balutan kenangan.


**

Hujan bukan perlambangan dari kesedihan mahapanjang. Samasekali bukan. Hujan adalah bahasa paling purba tentang kesemestian mengasihi. Ia hadir tidak lantas menggantikan senja maupun malam yang disertai purnama. Hujan, sebagaimana takdirnya jatuh berkali-kali, dan tidak pernah mengeluh karenanya.


**

Tetiba aku ingat sajak Sapardi Djoko Damono berjudul Hujan Bulan Juni. Sajak yang benar-benar memikat. Sajak yang berhasil memungut saripati ketabahan, kebijaksanaan, kearifan, dan puncaknya cinta yang melampaui konvensi.

Kita tahu, hujan sekarang pada medio Oktober. Sapardi menyadari baik Juni maupun Oktober hanya dipisahkan oleh karena manusia menubuhkan tanda-tanda untuk merengkuh makna dari segala peristiwa dan suasana.

Di atas itu semua, cinta adalah cinta. Tidak disekati oleh nama bulan seisinya. Ia menyusup ke dalam segala suasana dengan cara sederhana, bahkan terkadang tiba tak terduga.


**

Bila saya dipertemukan dengan Sapardi Djoko Damono, sekalipun dalam mimpi, saya bertanya apa resep keberhasilan dirinya menulis sajak semenarik Hujan Bulan Juni?

Aku ingin belajar menuliskannya dengan cara sederhana. Bukan sajak laksana bunga-bunga yang layu sebelum berkembang, dan gagal meruapkan wewangian rona.

Karena Sapardi telah tiada, dan mimpi itu tak kunjung tiba, maka tugas saya menyelami sajak-sajaknya, yang bila jasad tak ada lagi, tetap tidak akan pernah sendiri karena mengabadi dalam bait-bait sajak bergelimang arti.


**

Senja itu singkat karena keburu berganti malam, tetapi sukar membayangkan bila satu hari penuh tanpanya. Tersebab fajar memercikkan embun sebelum mentari menyiangi, senja juga begitu, yang bersukacita membersamai matahari pulang ke peraduannya sekaligus menyambut bintang-bintang dan rembulan menjalani takdirnya. 

Senja, sekalipun singkat, darinya kita memungut serpihan makna, yang bila tanpanya tiada berguna.


*Kota Jambi.

0 Komentar