Komunitas Sastra Bukan Sekadar Papan Nama

ilustrasi

Oleh: Jumardi Putra*

Kehadiran komunitas sastra di kabupaten Bungo-Jambi tentu kabar baik sekaligus membesarkan hati kita semua. Meski dalam perjalanannya, tak jarang, komunitas sastra selalu hadir/lahir kemudian mati.

Pada Temu Sastrawan Indonesia-IV di Ternate, Maluku Utara (Oktober 2011), keberadaan Komunitas Sastra di Indonesia mendapat perhatian secara serius dalam sesi diskusi. Pasalnya, setiap daerah memiliki cara masing-masing untuk bertahan dan berkembang. Sebut saja Komunitas Buletin Pawon di Solo Jawa Tengah, Rumah Dunia di Serang Banten, Sanggar Sastra Tasik (SST), Lembah Pring Jombang Jawa Timur, yang hingga kini mampu bertahan dan mengepakkan sayapnya ke persada Nusantara.

Bagaimana komunitas sastra di Bungo-Jambi? Dalam hal ini, relevan kiranya menimbang keberadaan Himpunan Sarjana Kesusasteraan Indonesia (HISKI) Komisariat Bungo yang terbentuk pada tanggal 23 Juli 2010, sebagai salah satu komunitas sastra yang hingga kini berupaya menggiring pandangan publik terhadap keberadaan sastra yang selama ini kurang diperhatikan.

Sebagai bentuk partisipasi HISKI Bungo dalam kancah sastra nasional atau pun internasional, HISKI Bungo, melalui anggota pilihannya, telah mengikuti Konferensi Internasional HISKI 2010, Seminar Sastra Internasional yang diselenggarakan oleh Majelis Sastra Asia Tenggara (MASTERA) dan Pusat Bahasa di Jakarta pada tahun 2010.

Kini, di usianya yang terbilang muda, organisasi yang diawaki mayoritas Guru, dari SD hingga SMA ini telah mewarnai Kabupaten Bungo maupun provinsi Jambi dengan bermacam kegiatan di bidang sastra. Sepanjang tahun 2010, HISKI telah menyelenggarakan berbagai pelatihan terhadap anggota HISKI maupun para guru, dan masyarakat luas mengenai sastra dengan menghadirkan sastrawan, seperti  Agus R. Sardjono, Hamsad Rangkuti, Ganjar Harimansyah, Sudaryono, dan lainnya.

Di lain itu, HIKSI Bungo telah mengadakan berbagai kompetisi yang sifatnya mengembangkan potensi remaja, guru, dan dosen terhadap sastra, seperti lomba baca puisi antar siswa SMA sederajat, maupun Guru dan Dosen se-Kabupaten Bungo dan mendokumentasikan karya sastra yang berbentuk Antologi Puisi anggota HISKI Bungo (Tiga Bukit Sungai Au, 2011). Begitu juga pada perayaan usia satu tahun HISKI Bungoyang bertepatan pada peringatan Bulan Bahasa serta Hari Sumpah Pemuda, komunitas ini menyelenggarakan workshop penulisan esai, lomba baca puisi Ari Setya Ardi (ASA) Award tingkat Provinsi Jambi, dan lomba berbalas pantun serta malam apresiasi seni (10/2011).

Pembenahan Internal

Komunitas HISKI Bungo masih seumur jagung. Karena itu secara internal, mesti melakukan pembenahan di sana-sini. Pertama, mencipatakan ruang penguatan wacana untuk mengapresiasi karya sastra, baik puisi, cerpen, novel, atau bentuk karya lainnya. Program ini akan mengarahkan anggota komunitas pada keragaman makna dan kematangan pemaknaan terhadap karya sastra.
Kedua, mengedepankan pelatihan (workshop) dan pendampingan dalam menghasilkan karya. Semakin banyak karya yang dihasilkan oleh para anggota sebuah komunitas, sesederhana apapun bentuknya, akan membangkit motivasi berkarya anggota lainnya.

Berikutnya, memperluas komunitas penikmat sastra. Untuk mendapat apresiasi publik yang lebih luas, komunitas sastra harus mendekatkan hasil karya sastra dengan penikmat. Terakhir, jika segenap komunitas memperkuat jaringan antar komunitas, dan masing-masing bersinergi mengusung kreativitas yang berkualitas, maka akan menghasilkan komunitas sastra yang berhasil. Sebaliknya, jika keberadaan komunitas hanya sekadar papan nama, maka itu bahasa lain dari kemunduran.

Semakin banyak komunitas sastra yang bermunculan, baik di provinsi Jambi, khususnya di Kabupaten Bungo, semakin baik bagi kehidupan kesusastraan itu sendiri. Karena dari komunitas itulah (diharapkan) lahir sejumlah sastrawan dengan kualitas yang beragam dan terjaga.

*Tulisan ini terbit pertama kali di Bulletin Tembilang Dewan Kesenian Jambi (2012). 

0 Komentar