Musik dalam Diplomasi Kebudayaan


Kiai Kanjeng dan Emha Ainun Nadjib. 

Oleh: Jumardi Putra*

Musik telah menjadi keperluan lintas batas, ruang, dan waktu. Ia sekaligus merupakan pendekatan yang paling praktis dan menyentuh dalam memanfaatkan kekuatan inovatif manusia untuk mewujudkan kepentingan bersama.

Sebagai bahasa universal, yang dapat dipahami oleh semua orang, tanpa memandang asal-usul kultur, agama, dan sosial-politik, musik semakin sering ditampilkan sebagai bagian dari diplomasi kebudayaan di jagad raya ini.

Apa yang dilakukan grup Band asal Gang Potlot, Jakarta Selatan, Slank, selama menggelar tur promo album teranyar mereka, yang bertema Anthem for the Broken Hearted di lima belas kota di sembilan negara bagian Amerika Serikat, pada periode 22 Oktober-22 November lalu, merupakan bagian dari diplomasi kebudayaan antar dua negara melalui jalur musik.

Hal yang sama juga dilakukan kelompok musik Kiai Kanjeng, besutan Emha Ainun Najib, yang menyambangi tujuh kota di negara Belanda pada tanggal 6-20 Oktober. Sebuah lawatan musik yang bertajuk “Musik, Agama, Diplomasi Kebudayaan”.

Melalui musik, kata Emha, biasa disapa Cak Nun, mereka bertemu dengan berbagai kelompok masyarakat di Belanda, dari warga asli sampai imigran yang secara keyakinan berbeda. Perbedaan tersebut justru menjadikan kami saling belajar dan menghargai satu sama lain. Musik menjembatani sesiapa saja meraih tingkat pengertian dan kerjasama, yang akhirnya dapat mengurangi pemahaman salah kaprah antar tiap-tiap negara yang sudah barang tentu memiliki beragam budaya. Paling tidak, melalui musik, mereka bisa menginternalisasikan nilai-nilai kemanusiaan dan kebudayaan di tengah pluralisme masyarakat Indonesia, yang secara kuantitas sangat besar dan dengan tingkat kerawanan yang relatif  besar pula

Dalam konteks inilah musik berperan sebagai bahasa universal, yang diharapkan dapat mencairkan kebekuan antar komunitas internasional yang tengah berkompromi dengan situasi ekonomi-politik global yang tak menentu.

Hemat saya, musik dalam perjalanannya memiliki banyak kegunaan, utamanya untuk mengungkapkan emosi dan perasaan. Seperti hymne, lagu kebangsaan, atau lagu perlawanan, dan musik dalam sejarahnya, telah dapat menggugah  patriotisme, keberagamaan, pemberontakan, bahkan romantisme.

Setakat hal itu, keberadaan musisi di seluruh nusantara diharapkan mampu menjadi panjang tangan masyarakat Indonesia untuk menyebarluaskan gagasan keindonesiaan yang lebih ramah dan akrab dengan dunia global serta mampu merubah citra buruk yang selama ini melekat di tubuh Indonesia sebagai kampung kekerasan dan gerbongnya para teroris, yang sejatinya, kedua bentuk kejahatan tersebut bukanlah bagian dari kebudayaan negeri ini.

Memaknai usaha yang dilakukan oleh Slank dan Kiai Kanjeng merupakan jihad kultural melalui jalur musik. Tentu hal ini patut diacungi jempol, lantaran Slank dan Kiai Kanjeng tidak hanya sekedar bernyanyi, melainkan berdiplomasi kepada halayak Amerika dan Belanda tentang Indonesia yang selama ini dipahami sepotong-sepotong.


*Ditulis tahun 2008.

0 Komentar