![]() |
ilustrasi. Meraih Kekuasaan |
Oleh: Jumardi Putra*
Daftar mereka yang menikah jelang Pilkada telah kukantongi untuk selanjutnya saya datangi. Ninek mamak dan pegawai syara’ di Dusun-dusun telah saya kunjungi. Yang dibutuhkan kelompok pemuda, utamanya pemenuhan kegiatan perayaan Hari Besar Islam dan perhelatan olahraga tingkat Desa telah kupenuhi. Sembako siap didistribusikan sesuai jumlah warga miskin. Posko pemenangan berdiri di lokasi-lokasi strategis. Kontrak perjanjian bersama tim sukses telah ditandatangani, jika ada yang membelot ke pasangan lain, tunggu saja akibatnya, karena tim bayangan ada di mana-mana.
Rumah sakit umum maupun swasta sudah kusowani. Pasar tradisional juga demikian. Di situ saya bercakap-cakap dengan para penjual maupun pembeli. Jika ada resepsi pernikahan dari sanak-saudara yang tak sempat kuhadiri, telah kuwakilkan pada orang kepercayaan yang mengatasnamakan saya. Plus karangan bunga lengkap bertuliskan nama saya sebagai calon Bupati. Iklan di media cetak dan elektronik, baliho dan poster tiada henti mengudara. Jadwal silaturahmi ke sekolah, perguruan tinggi, kantoran, dan tempat-tempat wisata tersusun rapi.
Di sekolah dan perguruan tinggi, saya menyerap aspirasi mulai dari sarana prasarana pembelajaran yang kurang memadai, tenaga honor yang belum diangkat-angkat menjadi PNS dan para wali murid yang kesulitan dengan biaya pendidikan yang mengikuti deret ukur pasar.
Kepada tim sukses saya tekankan agar fotoku melekat di batang pohon karet dan sawit. Maklum warga di kampungku masih banyak bertani dan menyadap karet. Puluhan Rumah pengajian telah kuhadiahkan rebana dan alat musik lainnya. Takuluk buat emak-emak dan baju takwa untuk bapak-bapak majlis taklim sudah dibagikan. Kaos partai bertuliskan coblos dan pilih saya tersebar ke mana-mana. Yang belum dapat tinggal minta ke Posko pemenangan. Saya berharap jelang pilkada, dengan cara masing-masing, warga gencar melagukan slogan dan janjiku pada masyarakat di mana mereka tinggal.
Begitu juga Masjid-masjid maupun Surau di kampung, sesuai dengan momentum hari besar agama, kuhadiri bersama seorang penceramah khusus yang sengaja kuminta untuk menyelipkan dogma-dogma agama untuk menjatuhkan pilihan masyarakat kepada saya, si pembawa perubahan. Pengobatan gratis, sembako gratis, pasar malam gratis dilaksanakan mendekati hari pemilihan. Jika terdapat warga meninggal dunia, lebih-lebih pesohor di Kampung, saya memastikan ikut takziah, menyolatkan dan mengantar ke makam. Bahkan, kalau bisa dikondisikan agar saya ikut memberikan sambutan sebagai bentuk belasungkawa dan nyerempet dikit-dikit memberitahu niat sekaligus visi-misi saya mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Kepada istri aku selalu berpesan, senyumlah jika sedang berada di tengah-tengah masyarakat. Lambaikan tangan, itu pertanda penghormatan. Jika perlu, bila ketemu ibu-ibu di kampung, peluk dan ajak mereka foto bersama, nanti diviralkan melalui Koran lokal yang sudah jauh-jauh hari sepakat kerjasama selama Pilbup berlangsung. Berita baik dan bombastis menjadi pijakan.
Kepada tim sukses selalu saya katakan, pantau perkembangan di lapangan, terutama lawan tanding di Pilbup kali ini. Strategi kambing hitam dan seolah dizalimi selalu dipakai, biar muncul perhatian atau rasa iba dari masyarakat.
Artis ibukota sudah disiapkan untuk menghibur ribuan massa di lapangan terbuka. Pelawak, pesulap, komentator politik, Lembaga Survei, dan LSM sudah seia sekata. Tugas mereka mengggiring massa agar memilih saya. Lembaga Konsultan Politik yang kubayar telah merencanakan semuanya. Pokoknya beres.
Orang-orang kaya sekabupten sudah pula bergabung dengan saya. Para mantan birokrat seperahu dengan saya. Para Preman, lebih awal sudah siap pasang badan. Satu lagi, meminta bantuan Dukun agar mengantisipasi bila kabar buruk datang. Jelang hari pemilihan saya sekeluarga melaksanakah ibadah umroh meminta kepada Tuhan agar niat menjadi kepala daerah dikabulkan.
Tiap malam jelang Pilkada kemenangan itu kian nyata. Saya membayangkan menjadi keluarga terpandang. Bila menang, kelak anak-anak saya persiapkan menyambung tongkat estapet kekuasaan. Sedangkan istri saya cukup menjadi Ketua PKK yang anggun. Tampil di mana-mana menjadi tauladan kaum perempuan. Urusan proyek pembangunan aman. Modal besar, sebagian berhutang pada pemodal, yang saya habiskan jelang Pilkada mesti lunas selama setahun pertama menjadi kepala daerah. Urusan program prioritas pembangunan saya serahkan kepada Tim Ahli dari berbagari profesi yang sudah saya siapkan. Rebes eh beres.
*Catatan ini fiktif belaka. Basingkadak itu bahasa Jambi untuk menyebut tidakberaturan.
0 Komentar