Catatan Harian Calon Kepala Daerah di Negeri Basingkadak

ilustrasi. sumber:kompas.id

Oleh: Jumardi Putra*

Jangan sampai satu jengkal tanah pun di daerah ini tidak saya pijaki. Ninek mamak, pegawai syara’ dan tetua adat di dusun-dusun telah saya sambangi. Daftar nama warga yang menikah jelang Pilkada sudah kukantongi untuk selanjutnya saya hampiri. Sanggar atau komunitas pelbagai genre kesenian tak boleh kulewati. Proposal dari kelompok pemuda untuk Perayaan Hari Besar Islam (PHBI) maupun perhelatan olahraga voli dan sepak bola lintas Desa sudah di tangan, tinggal mendistribusikan bantuan sesuai jadwal yang disepakati. Sembako siap didistribusikan kepada warga mustad'afin. Posko pemenangan serentak dibangun di lokasi-lokasi strategis mulai tingkat Desa, Kecamatan, dan Kabupaten hingga Provinsi. Kontrak perjanjian dengan tim sukses telah ditandatangani. Jika ada yang membelot ke pasangan lain, tunggu saja akibatnya karena tim bayangan ada di mana-mana. Mahar buat partai politik baik pengusung maupun pendukung kelar, lunas saya bayar di depan. Begitu juga komunikasi dengan pengurus organisasi paguyuban lintas suku sudah terjalin, sejalan poin-poin kesepakatan ditandatangani.       

Beberapa pasien penderita penyakit kronis di rumah sakit umum maupun swasta sudah kusowani. Pasar tradisional juga begitu. Di situ saya bercakap-cakap dengan para penjual maupun pembeli. Hajatan sunatan massal tidak ketinggalan. Begitu juga karangan bunga bertuliskan nama saya sebagai calon kepala daerah muncul di pelbagai momen yang melibatkan massa dalam jumlah banyak. Bahkan, iklan di media cetak dan elektronik, baliho dan poster terus mengudara. "Sekali layar terkembang, pantang surut ke belakang," begitu moto penyemangat saya bersama tim pemenangan.

Jadwal silaturahmi saya ke sekolah, perguruan tinggi, dan tempat-tempat wisata dan bahkan ziarah ke makam-makam keramat tersusun rapi. Di sekolah-sekolah saya menyerap aspirasi mulai dari keluhan sarana prasarana pembelajaran yang kurang memadai, tenaga honor yang belum diangkat-angkat menjadi PNS dan para wali murid yang mengeluh lantaran biaya pendidikan melonjak tinggi. Sedangkan di perguruan tinggi saya mengisi kuliah umum dengan tujuan agar saya dicitrakan lebih kompeten ketimbang kontestan lain.  

Kepada tim sukses saya tekankan agar foto saya terpasang di batang-batang pohon karet dan sawit. Begitu juga ditempel pada muka orang-orangan di umo dan jamban-jamban di kali. Maklum, warga di kampung saya umumnya bertani dan menyadap karet. Tidak hanya itu, foto lengkap nomor urut saya dipajang di fasilitas-fasilitas ruang publik seperti sekolah, kampus, rumah sakit, restoran, terminal, pasar, ruang terbuka hijau, dan Tempat Pemakaman Umum (TPU). 

Ratusan rumah pengajian emak-emak telah saya hadiahi rebana dan alat musik lainnya. Tengkuluk buat emak-emak dan baju takwa untuk bapak-bapak majelis taklim sudah juga dibagikan. Kaos partai bertuliskan coblos dan pilih saya tersebar ke segala penjuru. Mereka yang belum dapat kaos tinggal ambil ke posko pemenangan terdekat. Jelang Pilkada, dengan cara masing-masing, para simpatisan kudu mempercakapkan slogan dan janji politik saya kepada seluruh elemen masyarakat di tempat mereka tinggal, tidak terkecuali meramaikannya melalui platform media sosial.

Masjid-masjid maupun Surau di kampung-kampung, sesuai perayaan hari besar agama sudah saya datangi dengan membawa seorang penceramah yang sengaja kuminta untuk menyelipkan dogma-dogma agama untuk menggiring warga agar memilih saya, si pembawa perubahan. Rumah ibadah pemeluk agama lainnya juga sudah saya sambangi dengan modus serupa. Pengobatan gratis, sembako gratis, pasar malam gratis bakal dilaksanakan mendekati hari pemilihan. Jika terdapat warga meninggal dunia, lebih-lebih pesohor di kampung-kampung, saya berusaha ikut takziah, menshalatkan dan mengantar hingga ke makam. Bahkan, dikondisikan agar saya bisa memberikan sambutan sebagai wujud belasungkawa dan nyerempet dikit-dikit memberitahu niat saya mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

Kepada istri dan anak-anak, saya selalu berpesan agar mereka senantiasa senyum dan bersikap ramah jika sedang berada di tengah-tengah warga. Jika perlu, bila ketemu emak-emak di kampung, peluk dan ajak mereka foto bersama, selanjutnya diviralkan melalui media sosial maupun koran lokal yang sudah jauh-jauh hari dikontrak. Berita tentang saya harus baik, menginspirasi dan bombastis. Setidaknya begitu bunyi komitmen antara kami selama Pilkada berlangsung.

Kepada tim sukses di pelbagai lini dan tingkatan, saya selalu berpesan agar mereka memantau perkembangan di lapangan, terutama pergerakan kontestan lainnya. Strategi kambing hitam dan seolah dizalimi menjadi opsi utama, biar muncul perhatian atau rasa iba dari masyarakat kepada saya. Penyelenggara Pilkada pada semua lini dan tingkatan sudah saya komunikasikan agar setiap tahapan dan prosedur Pilkada tidak menghambat pergerakan saya sebagai salah satu kontestan. Begitu juga para Camat, Lurah dan ketua RT sudah saya kondisikan. 

Beberapa artis Ibukota saya siapkan guna menghibur ribuan massa di lapangan terbuka selama kampanye. Pelawak, pesulap, komentator politik, lembaga survei, LSM dan beberapa akademisi dari perguruan tinggi ternama sudah dikontrak mendukung saya. Tugas mereka mengggiring massa agar memilih saya di hari pencoblosan. Tidak terkecuali lembaga konsultan politik yang mendesaian sedemikian rupa agar saya menang telak, terutama didukung oleh Gen X (kelahiran 1965-1980), Gen Mileneal (1981-1986) dan Gen Z (1997-2012).

Para pengusaha maupun toke lintas kabupten sudah saya sowani dan semuanya bersepakat satu perahu dengan saya. Begitu juga sebagian pejabat daerah aktif maupun mantan birokrat berkoalisi dengan saya. Tidak hanya itu, para preman di kampung-kampung pasang badan untuk saya dan siap menekan warga jelang hari pencoblosan, sejauh diperlukan. Satu lagi, meski agak janggal, saya juga sudah meminta bantuan ke beberapa dukun kenamaan agar mengantisipasi gangguan tak kasatmata yang sengaja didatangkan oleh pihak lawan sebelum, saat dan setelah Pilkada. 

Jelang hari pemilihan, mengisi masa tenang, saya sekeluarga melaksanakan ibadah umroh di Tanah Suci dengan tujuan meminta kepada Tuhan agar niat saya menjadi kepala daerah menjadi kenyataan. Selebihnya, saya ingin memberi pesan kepada orang banyak bahwa saya adalah sosok relegius.

Kediaman saya tidak pernah sepi dari tamu, siang maupun malam. Kemenangan itu seolah kian nyata. Segera terbayang oleh saya bakal menjadi keluarga terpandang. Bila saya menang, anak-anak bakal saya persiapkan menyambung tongkat estapet kekuasaan. Sanak-saudara juga saya persiapkan mengikuti pemilihan legislatif. Sedangkan istri saya cukup menjadi Ketua Umum TP-PKK yang anggun. Tampil di mana-mana menjadi tauladan bagi kaum perempuan. 

Urusan proyek pembangunan infrastruktur adalah sepenuhnya ranah saya. Modal saya yang terkuras selama tahapan Pilkada, apatahlagi sebagian besar berhutang pada pemodal, bakal saya tutupi selama menjadi kepala daerah melalui APBD. Daftar rekanan proyek sudah saya kantongi agar sejalan dengan kehendak saya untuk menumpuk pundi-pundi, setidaknya aman buat saya nyalon untuk periode berikutnya. Visi-misi dan program prioritas pembangunan saya serahkan kepada tim khusus yang saya bentuk. Prinsipnya memperbanyak jumlah anggaran hibah dan bantuan sosial. Tidak perlu program yang serius-serius amat, yang penting kemasannya didesain seolah populis sekaligus membawa kebaruan.  

*Catatan ini fiktif belaka. Basingkadak itu bahasa Jambi untuk menyebut tidakberaturan. Kini, "politik uang" makin menjadi-jadi sehingga membuat kualitas demokrasi berada di titik nadir. #ironi #satire

0 Komentar