Taman Mayang Mangurai dan Rumah Kajanglako Direnggut Sepi

 Rumah Kajanglako di Taman Mayang Mangurai, 1979. Dok. JP

Oleh: Jumardi Putra*

Warga yang kerap berolahraga atau menikmati momen sore hari di lapangan kantor Gubernur Jambi bisa dipastikan melihat taman Mayang Mangurai, yang berada tepat dekat pintu keluar halaman kantor Gubernur Jambi. Posisinya mengarah pada gedung utama tempat Gubernur Jambi hari-hari bekerja. Cukup mudah bagi mereka yang berasal dari luar Kota Jambi bila ingin mengunjungi taman ikonik tersebut di Jalan Atmadibrata.

Ikon utama taman ini adalah rumah adat khas Jambi yang populer disebut Kajanglako. Di samping rumah adat terdapat patung gajah Sumatera, satwa khas Provinsi Jambi. Belasan tahun yang lalu, bersama putra sulung, saya dan istri kerap mengunjungi taman Mayang Mangurai sekaligus lari-lari kecil di sekitarnya dan acapkali melepas penat di tangga rumah Kajanglako.

Pembangunan taman sekaligus rumah adat Kajanglako diprakarsai oleh Hj. Nurbanun Siregar, selaku Ketua Pengurus Daerah Pertiwi Provinsi Jambi yang juga istri dari Djamaluddin Tambunan, Gubernur Jambi ke 5 yang memimpin Provinsi Jambi periode 1974-1979. Taman sekaligus rumah adat itu diresmikan pada 21 Juli 1979 oleh Nyonya Amir Machmud, istri dari Menteri Dalam Negeri RI ke 17. 

Mulanya di dalam rumah adat itu dipamerkan pakaian adat sekaligus koleksi alat perlengkapan pengantin kabupaten kota se Provinsi Jambi. Namun, saya belum bisa memastikan kondisi terkini apakah masih sama atau justru sebaliknya, karena rumah tersebut terkunci dari luar, sehingga saya hanya bisa melihat arsitektur rumah Kajanglako dari luar saja.

Kondisi awal Taman Mayang Mangurai, 1979. Dok. JP

Riwayat singkat pembangunan taman Mayang Mangurai sekaligus rumah adat Kajanglako di situ saya ketahui pertama kali usai berjumpa dengan Chairiah Tambunan pada medio Agustus 2023, yang tak lain adalah putri sulung dari enam bersaudara buah pernikahan Djamaluddin Tambunan dengan istrinya yaitu Hj. Nurbanun Siregar. Chairiah Tambunan memperlihat kepada saya dokumentasi foto-foto masa awal taman Mayang Mangurai dan kegiatan di rumah adat Kajanglako masa itu. Berjalannya waktu, sosok seperti Hj. Nurbanun Siregar, Prof. Sri Soedewi, Juniwati Tedjasukmana, dan Lily Sjarif kerap hadir di pelbagai kegiatan yang berpusat di taman Mayang Mangurai dan Rumah Kajanglako.

Nama taman Mayang Mengurai bersumber dari legenda puteri Mayang Mengurai. Ia merupakan permaisuri dari sultan Jambi Orang Kayo Hitam. Bahan utama rumah panggung Kajanglako adalah kayu. Arsitekturnya bergaya Melayu Jambi. Sepintas terlihat sama dengan rumah adat limas di Sumatera Selatan, tapi yang membedakannya adalah atap rumah Kajanglako tidak berbentuk limas. Selain itu, sekeliling dinding rumah dicat warna hitam pekat.

Begitu juga seluruh bagian rumah diisi ornamen ukiran bermotif flora berwarna keemasan, mulai dari hiasan pintu, lubang angin, sampai tutup atap samping. Kajanglako pun makin tampak mengagumkan lantaran berpadu dengan warna putih dan merah menyala.

Taman Mayang Mangurai dan Rumah Kajanglako, 2024. Dok. JP

Rumah Kajanglako terdiri dari dua buah rumah panggung yang dihubungkan dengan tangga. Tangga masuk di depan menuju ruang tamu dan ruang tidur. Sedangkan tangga di bagian samping langsung menuju dapur. Saya melihat langsung mulai dari tangga hingga pelanta rumah Kajanglako serta lantai penghubung antara bagian rumah depan dengan belakang semak oleh sampah maupun dedaunan yang berjatuhan dari pohon-pohon di sekitarnya. 

Medio Desember 2023, saya menemukan ratusan album dokumentasi foto milik mantan Gubernur Jambi Abdurrahman Sayoeti beserta istri Lily Sjarif. Dari situ saya melihat pelbagai kegiatan, terutama batik Jambi, dipamerkan dan disaksikan oleh banyak tamu resmi pemerintah Provinsi Jambi yang datang dari daerah lain di tanah air maupun tamu pemerintah pusat, mulai sejak pertama kali diresmikan masa Gubernur Jambi Djamaludin Tambunan, berlanjut ke masa Gubernur Jambi Maschun Sofwan hingga masa Gubernur Jambi Abdurrahman Sayoeti.

Tak syak, tersebab menjadi ikon dan sekaligus populer pada masanya, sehingga rumah adat Kajanglako di taman Mayang Mangurai kerap dijadikan genah bagi mereka yang melakukan pemotretan sebelum pernikahan atau biasa disebut oleh generasi now yaitu prewedding. Selebihnya ia menjadi tempat bagi warga yang penasaran terhadap arsitektur maupun seisi rumah Kajanglako sembari berolahraga di pagi atau sore hari. Sayangnya, pintu rumah adat itu selalu dalam keadaan terkunci.  

Abdurrahman Sayoeti di Rumah Kajanglako medio 70an. Dok. JP

Meski masih dipenuhi pohon-pohon rindang, taman Mayang Mangurai sekarang direnggut sepi dan kondisi rumah Kajanglako pun boleh dikata abai diperhatikan. Kondisi taman Mayang Mangurai sekarang jelas tidak selapang masa awal ia didirikan. Publik juga tidak mendengar lagi taman sekaligus rumah adat itu menjadi ruang bagi persemaian ide atau gagasan serta aktivitas pelestarian seni dan budaya Jambi. Begitu pun ia gagal menjadi etalase bagi mereka yang ingin mengetahui kekayaan budaya Melayu Jambi. 

Kini, ia berhenti menjadi tempat melepas penat bagi warga, yang tidak ada sangkut paut sama sekali dengan semangat awal dibuatnya taman budaya sekaligus rumah adat Kajanglako di dalamnya, seperti termaktub pada prasasti peresmiannya hampir 45 tahun yang lalu. Jika pun ada keramaian di situ, sependek yang saya tahu, itu tidak lebih pada kegiatan secara berkala, sebut saja seperti pameran pembangunan dalam rangka memperingati hari jadi Provinsi Jambi yang dirayakan saban 6 Januari setiap tahun, itu pun dengan catatan tidak berhubungan langsung dengan aktivitas pelestarian budaya. 

Sedih, tapi apa mau dikata.

 

*Kota Jambi, 26 Januari 2024. Tulisan ini terbit pertama kali di portal kajanglako.com

*Keterangan foto pertama: Ibu Nurbanun Siregar bersama tamu lainnya, seperti Ibu Lily Sjarif, Ibu Ani Farida, dan Ibu Dewi Antariksa. Sedangkan pria di belakang Nurbanun Siregar adalah pak Bujang, pengrajin batik Jambi. Informasi ini saya dapatkan dari bu Chairiah Tambunan.

0 Komentar