![]() |
ilustrasi. sumber. yufid.tv |
Oleh: Jumardi Putra*
“Ayolah Pa, kita nonton film Jumbo,” bujuk si bungsu--Rendra—berkali-kali--kepada saya mengajak nonton film animasi yang lagi ramai dipercakapakan (highlight). Sayangnya, beberapa kali hendak pesan tiket di salah satu bioskop di kota Jambi selalu “sold out”.
Barulah berselang sebulan setelah gala primierenya, tepat pada hari Selasa, 22 April 2025, pukul 20.18 WIB, saya bersama istri dan si bungsu berhasil mendapatkan tiket nonton film layar lebar yang sudah ia tunggu-tunggu sebelumnya.
Benar saja, ruang teater 2, tempat kami nonton mulai dipenuhi penonton, umumnya orang tua bersama anak-anaknya. Menariknya lagi, tidak sedikit juga penonton dari kalangan remaja.
Saya bukan pecinta film animasi, apatahlagi tentang dunia anak-anak, walakin usai menyaksikan film Indonesia bergenre drama fantasi keluarga ini saya merasa puas. Film besutan sutradara Ryan Adriandhy ini berhasil mengaduk hati penonton dengan cerita yang memantik tawa, haru, dan penuh makna. Sepengamatan saya, pada beberapa scene, penonton di larik kursi di depan saya dan sekitarnya tampak berulangkali menyeka air mata, selain juga sesekali dibuat tertawa. Itu berarti, dalam konteks layar lebar film ini menunjukkan kreator Indonesia telah melahirkan film animasi bergengsi. Berdasarkan data dari Filmindonesia.or.id, film yang diproduksi oleh Visinema ini telah meraih 6,16 juta penonton.
Begitu juga berbagai elemen pendukung film ini, seperti kehadiran aktor utama melalui tokoh si Don, anak bertubuh tambun yang sering dibully dan dijuluki "Jumbo", lalu ia bertemu dengan Meri, arwah kecil yang ingin dipertemukan kembali dengan roh orang tuanya. Belum lagi si Nurman dan Mae, dua sahabat si Don yang selalu ceria, penuh ide dan setia. Nurman dikenal karena trik sulap "SAP SAP SAP" yang menghibur, sedangkan si Mae memiliki ketertarikan di dunia seni, sehingga ia menjadi otak di balik aksi panggung si Don pada sebuah festival bergengsi di kampungnya. Begitu juga tokoh pendukung lainnya, tidak terkecuali kedua orang tua si Don dan sang nenek, yang tak lain adalah pengasuh sepeninggalan orangtuanya mangkat.
![]() |
Kami saat nonton film Jumbo |
Berkat kepiawaian sang sutradara, plus narasi cerita yang ditulis bersama Widya Arifianti, dimana setiap karakter dalam film Jumbo terlihat digarap dengan detail dan penuh dedikasi tanpa kehilangan peran masing-masing, sehingga makin menguatkan pesan di balik karakter si Don.
Meski didesain berwarna-warni, penuh fantasi, film animasi berdurasi kurang lebih 1,5 jam ini bertitimangsa pada kekuatan sebuah keluarga, penerimaan diri, dan keberanian untuk bercerita. Sependek pengamatan saya, kisah dalam film Jumbo ini mengajarkan beberapa hal penting yaitu hidup ini tidak selalu mudah, tapi justru rintangan yang akan membuat seseorang bertumbuh. Ini mudah diucapkan, tapi bukan perkara gampang mengamalkannya.
Hemat saya, inilah salah satu scene yang paling emosional dalam film Jumbo. Diiringi petikan gitar dan instrument musik lainnya, si Don tampak begitu menjiwai saat melafalkan penggalan lirik dari Original Soundtrack (OST) film Jumbo yang bertajuk Selalu Ada di Nadimu-berikut ini:
“Kalau nanti badai akan datang,
Angin akan buat kau goyah.
Maafkan, hidup memang
ingin kau lebih kuat.”
Andaikan, saat itu datang
Kami tak ada menemani
Aku ingin kau mendengar
Nyanyianku di sini
Sedikit, demi sedikit
Engkau akan berteman pahit
Luapkanlah saja bila harus menangis
Anakku, ingatlah semua
Lelah tak akan tersia
Usah, kau takut pada keras dunia
Akhirnya takkan ada akhir
Doaku agar kau selalu
Arungi hidup berbalut senyuman di hati
Doaku agar kau selalu
Ingat bahagia meski kadang hidup tak baik saja
Nyanyian ini bukan sekedar nada
Aku ingin kau mendengarnya
Dengan hatimu bukan telinga
Ingatlah ini bukan sekedar kata
Maksudnya kelak akan menjadi makna
Ungkapan cintaku dari hati
Dari lirik lagu yang turut dinyanyikan oleh pengisi suara dua tokoh utama dalam film Jumbo yaitu Prince Poetiray sebagai Don dan Quinn Salman sebagai Meri, sejatinya masing-masing pemeran dalam film ini ingin menegaskan kembali bahwa hidup tidak selalu mudah. Si Don yang sering merasa terpuruk karena di-bully, namun berkat kesetiaan teman-teman dekatnya, ia belajar bahwa semua rasa sakit bisa menjadi kekuatan. Selain kekuatan itu bersumber dari teman-temannya, pengaruh cinta dan dukungan dari orang terdekat juga datang dari Oma Don, sang nenek yang menjadi simbol kasih tanpa syarat yang bisa menguatkan Don di tengah kerasnya dunia. Di sini, penonton diajak untuk menerima luka sebagai bagian dari proses menjadi lebih kuat saat mengarungi bahtera kehidupan.
![]() |
Film Jumbo |
Segendang sepenarian, arti keluarga dalam film ini tidak selalu ada ayah dan ibu, melainkan bisa juga datang dari teman-teman yang baik dan setia. Gagasan ini agaknya membongkar definisi tradisional tentang keluarga, karena menegaskan bahwa keluarga adalah tempat di mana seseorang merasa diterima apa adanya, dan hal itu bisa datang dari teman-teman terdekat.
Si Don yang kehilangan orang tua, justru mendapat kehangatan dari orang lain meski tidak sedarah. Benar yang dikatakan Oma kepada si Don dalam film ini bahwa cinta, perhatian, dan pengertian bisa hadir dari siapa pun yang menaruh kepedulian.
Selanjutnya, melalui film ini tersimpan sebuah i'tibar menarik yaitu "jadilah pendengar yang baik, jika Anda berkeinginan menjadi pencerita yang baik". Pelajaran ini saya temukan melalui tokoh Oma Don, sosok bijak yang memberikan banyak tunjuk ajar kepada Don, sang cucu. Pesan itu tentu cocok buat si Don yang berkeinginan menjadi pencerita sukses melalui sebuah festival yang diikutinya. Ringkasnya, bercerita bukan sekadar berbicara, tapi juga mendengarkan dengan hati. Dari sinilah, si Don mulai belajar mengenal dirinya sekaligus teman-teman di sekelilingnya yang bersetia menemaninya baik dalam suka maupun duka.
Muatan penting lainnya dalam film ini juga saya dapatkan melalui tokoh Meri, dimana si Don belajar memberi ruang kepada para sahabatnya untuk bercerita, dan dari situlah ikatan antara mereka tumbuh menjadi lebih kuat dan solid. Melalui tokoh Meri, baik si Don dan teman-temannya menyadari bahwa setiap manusia punya cerita, tetapi tidak semua memiliki tempat untuk menyampaikannya. Pada bagian dialog demikian itu, si Don tidak hanya diingatkan pentingnya mendengar, tapi juga hadir secara emosional.
![]() |
Orangtua si Don dalam film Jumbo |
Puncaknya, si Don dan kawan-kawannya tampil memukau dalam sebuah festival lantaran ia berhasil memberikan peran kepada teman-temannya. Si Don tidak lagi egois-memenuhi ambisinya pribadi-yaitu menjadi sang tokoh utama, melainkan menjalani sebuah prinsip setiap cerita pasti banyak perannya. Dengan begitu, tidak ada peran yang tidak penting dalam hidup ini, maka setiap orang yang hadir punya kontribusi dalam cerita yang lebih besar.
Menutup tulisan ini, yang tidak kalah menarik bagi saya sebagai penonton adalah kehadiran tokoh si Atta, yang gemar membully Don karena masalah pribadinya dalam keluarga. Karakter Atta oleh sang Sutradara dan si penulis cerita film ini berhasil menyelipkan pesan di dalamnya yaitu luka batin seseorang tidak lantas membenarkannya menyakiti orang lain. Di sinilah pengelolaan emosi dan pentingnya berbagi cerita. Di titik ini pula si Don dan kawan-kawanya bisa menerima kehadiran si Atta--yang semula menjadi musuh bebuyutan—berubah menjadi teman baik dan akhirnya mereka bersama-sama berhasil memainkan peran cerita yang kelak menghantarkan mereka dikenal sekampung berkat aksi panggung dalam sebuah festival.
*Kota Jambi, 3 Mei 2025.
*Tulisan saya lainnya tentang film Indonesia:
- Buya Hamka: Potret sang Moderat, Romantis dan Berpikiran Terbuka
- Di Balik Kisah 1 Kakak 7 Ponakan
- Memaklumi Kekonyolan Kekasihku Adalah Jalan Ninjaku
- Intan Perawan Kubu: Film Ternama Besutan Sutradara Kelahiran Jambi
- Ahmad Nungcil Alcaff: Aktor Film Ternama Kelahiran Jambi
- Sejarah Bioskop di Jambi
- Di Balik Layar Beranda Budaya TVRI Jambi
0 Komentar