![]() |
Gubernur Jambi dan Wakil Gubernur Jambi. Sumber: detik.com |
Oleh: Jumardi Putra*
- Great leaders are readers -
Assalamualaikum, apa kabar Wo
Haris? Semoga senantiasa sehat, fokus, makin lincah dan dimudahkan
dalam menjalani tugas sebagai Gubernur Jambi. Ini kali kedua Wo Haris menjabat
sebagai Gubernur Jambi, setelah periode pertama lima tahun sebelum ini
(2019-2024). Semoga Jambi makin maju, bukan sebaliknya ya. Apalagi tahun
depan APBD Jambi merosot tajam. Demikian itu jelas tantangan yang tidak mudah dan sudah
mestinya harapan rakyat kepada sang Gubernur terus dikawal oleh kaum cerdik cendekia dan pelbagai elemen
sosial lainnya agar tidak melenceng dari visi-misi yang dijanjikan.
Sebagai pengguna media sosial instagram, saya kerap mengikuti aktivitas Wo Haris sehari-sehari yang diunggah ke instagram. Saya tidak tahu persis apakah beranda medsos pribadi itu dikelola
oleh tim atau langsung Wo Haris sendiri.
Mafhum, sebagai orang nomor satu di Jambi kesibukan Wo Haris boleh dikata melebihi warga Jambi pada umumnya, mulai dari menghadiri sidang paripurna di DPRD Provinsi Jambi, konsultasi dan koordinasi dengan pelbagai Kementerian/Lembaga, menyambut dan mendampingi pejabat Kementerian/Lembaga yang berkunjung ke Jambi, menginap seraya menyerap aspirasi di dusun-dusun sembari melaksanakan subuh keliling di masjid-masjid, memberi bantuan bagi masyarakat yang tertimpa bencana, menghadiri upacara dan memberikan pengarahan kepada ASN, memantau kinerja perangkat daerah, dan bahkan terkadang diminta menjadi saksi pernikahan. Tidah hanya itu, bahkan sejak beberapa tahun terakhir ini Wo Haris dipercaya sebagai Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) dan belum lama ini diamanahi mengetuai Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET). Gak kebayang jika aktivitas padat itu tidak dikelola dengan manajemen yang rapi.
Kendati begitu, masih saja terdengar nada-nada sumbang dari sebagian warga atau nitizen yang menganggap pelbagai kesibukan Wo Haris, ditambah lagi menjabat ketua APPSI dan ADPMET yaitu lebih kepada usaha membangun citra pribadi di kancah nasional ketimbang segaris dan sejalan dengan peningkatan kualitas pembangunanan dan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Jambi selama kepemimpinan hingga saat ini. Namanya juga kritik, masyarakat punya bahasanya sendiri mengungkapkan ketidakpuasannya atas kinerja seorang kepala daerah. Semoga “pil” pahit itu membuat Wo Haris dan kabinet kerjanya tetap semangat dan fokus meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Jambi. Dalam konteks itu, kritik bertujuan menyelamatkan.
Publik jelas tahu, sepadat apapun aktivitas Wo Haris, ia ditopangi oleh birokrasi dan dukungan anggaran memadai yang bersumber dari APBD saban tahun. Dengan demikian, Wo Haris diharapkan tetap fokus tanpa lagi mengernyitkan dahi memikiran sumber daya yang menopangnya. Lain halnya dengan kehidupan rakyat di akar rumput yang mesti berpikir keras untuk bisa bertahan dari hari ke hari.
Bukan tanpa sebab hal itu
saya ketengahkan dalam catatan kali ini, karena di banyak kesempatan saya mengunjungi
kantor-kantor di lingkup Pemerintah Provinsi Jambi, saya jarang menemukan
buku-buku, apalagi jurnal, tergeletak di meja-meja kantor pegawai dan bahkan sampai pejabat setingkat
kepala bagian hingga kepala daerah. Yang kerap terlihat hanya tumpukan dokumen kantoran.
“Sebegitu sibukkah mereka,
sehingga sama sekali tidak sempat membaca buku-buku yang mereka minati atau bahkan
buku-buku maupun jurnal yang berkaitan langsung dengan tugas dan fungsi mereka”,
batinku. Pernah, suatu ketika di Kantor Gubernur DKI Jakarta, saya melihat terpampang kalimat penuh intrik di pojok sebuah lemari kerja pegawai berbunyi "Jangan lupa bawa isi kepala saat rapat. Karena itu membacalah!"
Memang saya belum menemukan
penelitian yang mengungkit realitas buku-buku yang menjadi bahan bacaan para pegawai di lingkup birokrasi Pemerintah Provinsi Jambi saban hari, sehingga saya
belum memastikan angka riilnya, tetapi sebagai bahan refleksi, persoalan ini
menemukan relevansinya untuk diketengahkan atau dipercakapkan kembali dalam konteks menggairahkan literasi di lingkup birokrasi Pemerintah Provinsi Jambi.
Di tengah gencarnya
penggunanan media sosial, saya berpandangan buku-buku (termasuk buku elektronik)
perlu menjadi salah satu alternatif asupan pengetahuan yang perlu ditradisikan,
terutama bagi ASN di lingkup Pemerintah Prvinsi Jambi. Tradisi membaca buku tidak
hanya mengasah ketajaman pikiran, walakin juga menghindari stagnasi ide dan menstimulasi
inisiatif-inisiatif segar dari seluruh ASN di tengah tuntutan publik terhadap
kualitas, inovasi dan capaian indikator kinerja utama birokrasi yang menggerakkan
visi-misi dan janji-janji politik kepala daerah yang termaktub di dalam RPJMD
dan dokumen turunannya. Apatahlagi, sependek amatan saya, pejabat di lingkup
Pemerintah Provinsi Jambi, terutama setingkat kepala bagian hingga kepala
dinas, umumnya bergelar pendidikan S2 dan bahkan S3. Artinya, menjadikan buku-buku dan dokumentasi sumber pengetahuan lainnya sebagai
partner yang tepat guna mengupdate pengetahuan yang berhubungan langsung dengan
tugas dan fungsi jabatan yang diemban atau bisa juga sebagai ruang alterntif untuk
memperluas wawasan.
Gayung pun bersambut, tiga hari
lepas, di sela aktivitas di Kementerian Dalam Negeri Republik Indnesia, saya
singgah di Perpustakaan Amir Machmud, milik Kemendagri. Perpustakaan tersebut
menyimpan 7000an judul buku. Tidak sedikit saya perhatikan pegawai di lingkup
Kemendagri datang ke Perpustakaan itu untuk membaca pada jam istirahat kerja dan
bahkan sebagian lagi sengaja meminjam koleksi buku-buku untuk dibaca di tempat
kerjanya sehari-hari.
Lagi, di atas setiap rak-rak buku
di ruang perpus Amir Machmud terpasang poster berisikan kalimat-kalimat
menggugah seputar keistemewaan membaca buku, dan tentu saja ajakan ke
perpustakaan. Salah satu kalimat yang menarik perhatian saya berbunyi “Great leaders are readers. Artinya pemimpin hebat adalah pembaca”. Hal ini sejatinya bukan sesuatu yang baru di republik ini, karena Founding Fathers negeri ini, seperi Bung Karno, Bung Hatta, Bung Sjahrir dan Tan Malaka, untuk menyebut beberapa contoh, adalah penulis hebat dan juga pembaca yang tekun. Pangkal masalahnya sekarang kini adalah buku-buku kian ditinggalkan dan berganti dengan media sosial yang menyajikan informasi serba singkat dan dangkal.
Terbesit dalam pikiran saya, di
tengah kesibukan Wo Haris sebagai Gubernur Jambi, perlulah sesekali Wo Haris
berbagai cerita di laman media sosialnya tentang buku-buku yang sedang ia baca sepanjang menunaikan tugasnya sebagai kepala daerah. Langkah
mini itu akan menjadi contoh terbaik bagi ASN di lingkup Pemerintah Provinsi Jambi,
begitu juga bagi Gen Z di Provinsi Jambi, untuk menjadikan buku sebagai sahabat
sehari-hari. Apa pasal? Pada akhirnya, hanya bangsa (dalam hal ini termasuk
daerah Jambi) yang merawat nalarnya yang akan mampu bertahan menghadapi ujian
zaman dengan segala kompleksitasnya.
*Kota Jambi, 5 Oktober 2025.
0 Komentar