APBD Jambi Anjlok: Meneroka Kebijakan Dana Transfer 2026

ilustrasi. (Luthfy Syahban/detikcom)


Oleh: Jumardi Putra*

Alih-alih meroket, APBD Jambi 2026 justru diprediksi merosot tajam. Berdasarkan Rancangan KUA-PPAS APBD Tahun 2026, rencana target Pendapatan Daerah Provinsi Jambi APBD 2026 berjumlah Rp.3,639 Triliun. Jumlah tersebut berkurang sebesar Rp.936,079 Miliar jika dibandingkan dengan APBD murni Tahun Anggaran 2025 yang ditetapkan sejumlah 4,575 triliun atau turun sebesar 20,46%. Penurunan target pendapatan daerah tersebut disebabkan oleh penurunan target pada semua komponen pendapatan yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD) turun sebesar Rp.245,457 Milyar dari APBD Murni TA 2025 sebesar Rp.2,074 Triliun menjadi Rp.1,829 Triliun pada APBD TA 2026.

Kemudian pendapatan transfer (DBH Pajak/Bukan Pajak, DAU dan DAK) juga turun sebesar 680,173 Milyar dari APBD Murni TA 2025 sebesar Rp.2,485 Triliun menjadi Rp.1,804 Triliun pada APBD TA 2026 sesuai surat resmi Kementerian Keuangan Republik Indonesia melalui surat Dirjen Perimbangan Keuangan pada 23 September 2025. Begitu pula dengan lain-lain pendapatan daerah yang sah turun sebesar Rp.10,448 Milyar dari APBD Murni TA 2025 sebesar Rp.16,343 Milyar menjadi Rp.5,895 Milyar pada APBD TA 2026.

Kondisi fiskal rendah tersebut tidak saja dialami oleh Pemerintah Provinsi Jambi dan pemerintah Kabupaten/Kota di Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah, melainkan juga mengancam daerah-daerah lain di tanah air. Tak pelak, pemerintah daerah musti berpikir keras untuk menggali sumber-sumber pendapatan asli daerah (PAD) yang selama ini bergantung dari Pajak Daerah. Sedangkan kontribusi dari komponen PAD lainnya seperti retribusi daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan belum signifikan.

Sebenarnya terbuka peluang untuk mendongkrak PAD Provinsi Jambi melalui Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan dengan catatan keberadaan BUMD maupun pelbagai macam kerjasama pemanfaatan Barang Milik Daerah dengan pihak ketiga (perusahaan/pemilik modal) dilaksanakan dengan prinsip “Good Corporate Governance”. Sialnya, hal itu masih jauh panggang dari api. Faktanya, keberadaan BUMD Pemerintah Provinsi Jambi baik perusahaan induk maupun anak perusahaannya masih berkutat dengan persoalan internal seperti rekrutmen SDM sarat kepentingan politik, pengelolaan keuangan yang tidak transfaran dan ketiadaan pengawasan internal sehingga terlilit utang. Pada akhirnya, ketimbang menjadi lokomotif bagi ekonomi daerah—memberikan kontribusi PAD--, BUMD justru menjadi batu sandungan yang ikut menggerogoti keuangan daerah. Itulah, untuk menyebut salah satu contoh, yang menjadi pangkal masalah dalam beberapa tahun terakhir ini sehingga mengakibatkan penerimaan dari pengelolaan PI 10% Migas di wilayah kerja Provinsi Jambi berlarut-larut dan gagal menjadi penyumbang PAD, kendati sudah dimasukkan ke dalam target PAD dua tahun terakhir.

Menurunnya dana transfer ke daerah TA 2026 adalah alarm bagi Gubernur Jambi Al Haris, karena ruang fiskal yang sempit mengakibatkan pelaksanaan program prioritas daerah terancam kandas di tengah jalan, terutama percepatan pembangunan infrastruktur pelayanan publik seperti gedung, jalan, jembatan, irigasi, sanitasi dan pemenuhan mandatory spending lainnya di bidang pendidikan, kesehatan, peningkatan sumber daya manusia ASN di lingkup Pemerintah Provinsi Jambi dan pemenuhan standar pelayanan minal (SPM) yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Kendati meniti jalan terjal pada tahun 2026, saya berharap tidak lantas hal itu membuat optimisme Gubernur Al Haris beserta aparatur birokrasi di lingkup Pemerintah Provinsi Jambi menjadi luntur. Inilah saatnya Gubernur Jambi, yang juga adalah Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) sekaligus mengepalai Aosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET), untuk bekerja cerdas dan tangkas menemukan jalan keluar untuk meningkatkan PAD Provinsi Jambi sekaligus memastikan dukungan anggaran pemerintah pusat mengalir deras ke Provinsi Jambi melalui pelbagai skema anggaran yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, tidak terkecuali memastikan perhitungan, pengelolaan dan pembagian Dana Bagi Hasil (DBH) Sumber Daya Alam dilaksanakan oleh pemerintah pusat (terutama dalam hal ini Kementerian Keuangan) secara transfaran dan berkeadilan, terutama bagi daerah penghasil.

Sebagai Ketua APPSI sekaligus ADPMET, Al Haris sejatinya berada beberapa langkah lebih maju untuk mengkomunikasikan pelbagai pemasalahan daerah dengan pengambil kebijakan di level pusat baik dengan Kementerian/Lembaga maupun lembaga legislatif. Namun, itu tidak serta merta menjadi “tiket gratis” untuk dapat mengakses sumber anggaran secara maksimum dari pemerintah pusat, karena seluruh perhatian pemerintah daerah di Indonesia saat ini akan tertuju pada Kementerian/Lembaga melalui program prioritas nasional yang telah ditetapkan dan didukung penuh melalui APBN. Pun sudah menjadi rahasia umum, di luar aspek teknokratis, keberhasilan mengais APBN yang melekat pada Kementerian/Lembaga juga memerlukan kepiawaian dari seorang kepala daerah beserta jajarannya.

Sejurus hal itu, ini juga menjadi ajang pembuktian bagi seluruh Anggota DPR RI Perwakilan Provinsi Jambi untuk menjadi bagian integral dari upaya bersama menjawab problematika kemampuan keuangan daerah yang terbatas di tengah kebutuhan daerah yang mendesak untuk mengentasi pelbagai persoalan pembangunan dan ekonomi masyarakat di Provinsi Jambi. Bukan tanpa sebab saya menyebut demikian, karena mencermati arah kebijakan dana transfer pemerintah pusat TA 2026 yang ditetapkan melalui APBN TA 2026, sejatinya konsentrasi pemerintah daerah saat ini bukan lagi mengeluh atas menurunnya jumlah dana transfer ke daerah, tetapi bagaimana Al Haris dan TAPD Provinsi Jambi beserta perangkat daerah strategis lainnya, segera memastikan seluruh kebutuhan dan permasalahan riil Provinsi Jambi yang telah dirumuskan ke dalam RPJMD, lalu RKPD TA 2026, selaras dengan kebijakan dana transfer ke daerah TA 26 yang fokus pada delapan program prioritas yaitu ketahanan pangan, makan bergizi gratis, pertahanan semesta, program kesehatan, ketahanan energi, program pendidikan, pembangunan desa, koperasi, UMKM, dan akselerasi investasi & perdagangan global.

Mencermati materi penjelasan Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Keuangan RI dan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, melalui desiminasi APBD TA 2026 belum lama ini, yaitu penurunan jumlah dana transfer ke daerah TA 2026 dilakukan selain mengafirmasi dukungan APBN untuk keberlangsungan pelaksanaan Nawacita Presiden Prabowo Subianto bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, juga sebuah upaya sadar menutup celah kran penyalahgunaan dana tranfer pemerintah pusat ke daerah selama ini sehingga output serta outcomenya belum sejalan dengan desain perencanaan. Ringkasnya, boleh dikata ada semacam distrust pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Karena itu, skema dana transfer ke daerah TA 2026 dialih menjadi belanja langsung Kementerian/Lembaga seraya telah mempertimbangkan kebutuhan belanja pokok daerah dan mengalokasikan Dana Otonomi Khusus dan Keistimewaan, Dana Bagi Hasil (DBH), serta Dana Desa.

Alasan bahwa kebijakan Transfer ke Daerah TA 2026 menjadi kesatuan dengan Program Prioritas Pemerintah, sesuai dengan visi misi Presiden serta amanat dari Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17/2003 yang mengatur bahwa Presiden memegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan negara, sejatinya tidak sesederhana mengatakan demikian itu kepada masyarakat di seantero tanah air, terutama bagi daerah penghasil DBH. Faktanya, sulit menyangkal bahwa kondisi APBN memang sedang tidak sehat, sehingga dana transfer ke daerah direformulasi—bersamaan dengan instruksi efisiensi pelaksanaan APBN/APBD untuk menjamin keberlangsungan program prioritas nasional berbiaya jumbo seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Sekolah Rakyat dan Sekolah Unggulan Garuda, Renovasi dan Revitalisasi Sekolah, Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan, Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, Bendungan dan Irigasi, Lumbung Pangan, Preservasi Jalan dan Jembatan, Subsidi Tiga Juta Rumah bagi warga berpenghasilan rendah dan beberapa prioritas lainnya sesuai desain belanja pemerintah pusat yang telah ditetapkan.

Pada akhirnya, di tengah proyeksi APBD Jambi TA 2026 lebih rendah dibanding tahun-tahun sebelumnya, kecermatan sekaligus kepiawaian Gubernur Al Haris bersama kabinet kerjanya untuk menyinergikan kebijakan dana transfer melalui Kementerian/Lembaga dengan kebutuhan dan permasalahaan riil di Provinsi Jambi menjadi keniscayaan. Jangan sampai langkah yang diambil Gubernur Jambi sebelum-sebelum ini kerap memboyong para Bupati/Wali Kota se Provinsi Jambi untuk berkonsultasi dan berkoordinasi (lebih tepatnya curhat permasalahan dan kebutuhan daerah) dengan Kementerian/Lembaga berakhir dengan dukungan anggaran minimalis, kalau bukan zonk.

*Kota Jambi, 6 Oktober 2026. Tulisan ini terbit pertama kali pada portal jamberita.com


*Tulisan-tulisan saya lainnya dapat dibaca di link berikut ini:

1) Quo Vadis BUMD PT Jambi Indoguna Internasional (JII) ?

2) Asta Cita dan Beban Berat APBD Jambi 2025

3) Menavigasi Visi APBD Jambi Pasca Efisiensi

4) Quo Vadis APBD Jambi 2019-2024?

5) Ketindihan Teknokratis: Problem Akut Perencanaan Pembangunan

6) APBD Anjlok: Meneroka Kebijakan Dana Transfer 2026

7) Prabowo, Sang Bibliofil

8) Potret Buram Daya Saing Daerah Jambi

9) Anomali Pembangunan Provinsi Jambi 2023

10) Beban Belanja Infrastruktur Jambi MANTAP 2024

11) Di Balik Gaduh Mendahului Perubahan APBD Jambi 2023

12) Medan Terjal Tahun Berjalan APBD Jambi 2023

13) Menyoal Proyeksi APBD Jambi 2024

14) Gonjang Ganjing Defisit APBD Jambi 2023

15Dua Tahun Jambi Mantap Al Haris-Sani, Sebuah Timbangan

16) Setahun Jambi Mantap Al Haris-Sani: Sebuah Timbangan

17) Palu Godam Hakim Artidjo Alkostar

18) Duh Gusti, Makin Astaga Saja Negeri Ini

19) Surat Terbuka untuk Wakil Gubernur Jambi

20) Surat Terbuka Untuk Anggota DPR RI Dapil Jambi

21) Pandemi Covid-19 di Jambi, Surat Terbuka untuk Gubernur Jambi

22) Polemik Angkutan Batu Bara di Jambi dan Hal-hal Yang Tidak Selesai

23) Batu Bara Sebagai Persoalan Kebudayaan, Sebuah Autokritik

24) Nada Sumbang di Balik Pembangunan Puteri Pinang Masak Park

25) Kode Keras "Palu Godam" KPK di Jambi

26) Menguji Kebijakan Anti Korupsi Al Haris-Sani

27) Menyingkap Tabir Disertasi Sekda Provinsi Jambi

0 Komentar