![]() |
| ilustrasi. sumber: cnbcindonesia.com |
Oleh: Jumardi Putra*
Desember 2025 kini tinggal menghitung hari. Itu artinya, almanak 2026 segera menggantikannya. Galibnya pergantian tahun, muncul sebuah pertanyaan reflektif: apa makna yang dapat kita petik sepanjang 2025 untuk daerah yang kita cintai ini?
Belum lama ini, tersiar kabar pahit mengenai penetapan tersangka baru terhadap dua pejabat eselon II di lingkup Pemerintah Provinsi Jambi serta seorang perantara (broker). Sebelumnya, Penyidik Ditreskrimsus Polda Jambi telah menetapkan empat tersangka dalam kasus korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) SMK di Dinas Pendidikan Provinsi Jambi. Fakta bahwa korupsi justru menjalar di lembaga penyelenggara urusan pendidikan merupakan sebuah ironi yang menyedihkan.
Tantangan birokrasi tidak berhenti di situ. Akibat efisiensi anggaran dari Kementerian Keuangan pasca-terbitnya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025, Ombudsman RI Perwakilan Jambi hanya mampu menilai pelayanan di lima daerah: Kota Jambi, Muaro Jambi, Tanjung Jabung Timur, Merangin, dan Bungo, ditambah satu instansi vertikal yakni Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan. Keterbatasan ini turut menghambat percepatan pemantauan kepatuhan daerah lainnya terhadap amanat UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik—yang seharusnya mencakup seluruh unit layanan (tidak hanya 6 bidang standar pelayanan minimal).
Di ranah sosial, masyarakat Jambi pun tak luput dari keresahan. Teror geng motor muncul kembali laksana api dalam sekam, sementara titik banjir terus meluas setiap kali musim hujan tiba. Masalah penyelundupan pun masih membayangi, terbukti dari pemusnahan 3,2 juta batang rokok ilegal senilai Rp2,5 miliar oleh Bea Cukai Jambi, belum lama ini. Begitu juga angka kekerasan seksual dan peredaran narkoba senilai Rp7,7 miliar yang masih tinggi. Hingga Agustus 2025, angka kematian akibat HIV-AIDS mencapai 489 jiwa, dengan konsentrasi tertinggi di Kota Jambi yaitu sebanyak 261 kematian atau 53,3 persen. Di sisi lain, dinamika demokrasi sempat memanas ketika aksi unjuk rasa di Gedung DPRD Provinsi Jambi berubah anarkis,--sebagaimana melanda banyak daerah di tanah air di penghujung Agustus—mencerminkan kuatnya ketidakpuasan publik terhadap kinerja pemerintah dan legislatif.
Rentetan peristiwa ini menjadi ujian awal bagi pasangan Al Haris-Abdullah Sani yang dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto pada Februari 2025. Memasuki periode kedua (2025-2029), tahun ini menjadi masa transisi RPJMD yang krusial. Program prioritas "Jambi Mantap Jilid II" mulai diintegrasikan sejak Perubahan APBD 2025, namun jalannya tidaklah mulus akibat kafasitas keuangan daerah yang terbatas.
Beban kepemimpinan kian berat akibat penurunan drastis dana transfer pusat untuk APBD TA 2026, sehingga sulit untuk mengakselerasi program strategis. Salah satu yang terdampak adalah infrastruktur jalan, jembatan, dan penataan kawasan wisata sesuai kewenangan Pemerintah Provinsi yang membutuhkan anggaran hampir Rp1 triliun. Dinas PUPR Provinsi Jambi pun mengakui hambatan ini di tengah tuntutan penanganan infrastruktur secara menyeluruh di 11 kabupaten/kota.
Di saat pendapatan daerah turun drastis, hampir Rp1,7 triliun dari total RAPBD TA 2026 sebesar Rp3,8 triliun harus dialokasikan untuk belanja operasional (terutama gaji ASN (PNS/P3K dan tunjangan pegawai). Sisanya sebesar Rp2,1 triliun harus dibagi untuk mandatory spending bidang pendidikan, infrastruktur, dan belanja wajib lainnya. Kondisi fiskal yang cekak ini menjadi tantangan besar bagi pemenuhan janji politik Al Haris-Sani, seperti Bantuan Keuangan Bersifat Khusus (BKBK) dan program unggulan “Quick Wins Pro Jambi” (Cerdas, Sehat, Tangguh, Responsif, dan Agamis). Jika tidak dikelola dengan cermat, pencapaian target Indikator Kinerja Utama (IKU) berisiko meleset, dan program pemerintah dikhawatirkan hanya akan berakhir sebagai wacana di atas kertas.
Dari perspektif ekonomi, data BPS menunjukkan pertumbuhan Jambi pada triwulan III-2025 sebesar 4,77 persen (y-on-y). Sektor informasi dan komunikasi memimpin dengan laju 9,00 persen, diikuti pertumbuhan transportasi dan pergudangan sebesar 9,82 persen. Namun, struktur ekonomi kita masih sangat bergantung pada sektor primer—pertanian, kehutanan, dan perikanan—yang menyumbang 34,93 persen terhadap PDRB.
Tren positif ini patut diapresiasi, namun tidak lantas abai mencermati bahwa struktur ekonomi masih digerakkan oleh komoditas primer seperti batu bara, sawit, dan karet, yang sejatinya bergerak fluktuatif. Bersamaan hal itu, APBD masih menjadi jangkar yang rapuh, konsumsi rumah tangga acapkali dihantam inflasi, lalu transformasi ekonomi yang digalakkan Al Haris-Sani mengawali periode kedua ini belum menunjukkan arah yang pasti.
Menyongsong 2026, secara internal Pemerintah Provinsi Jambi beserta kabupaten/kota menghadapi tuntutan kompleks yaitu peningkatan mutu layanan publik, dampak perubahan iklim, risiko bencana, hingga dinamika sosial ekonomi yang bergerak cepat. Di sisi lain, juga dituntut adaptif, inovatif, dan responsif di tengah keterbatasan fiskal. Sedangkan secara eksternal, pemerintah daerah menghadapi keterbatasan ruang gerak kewenangan, kapasitas fiskal, arah kebijakan publik, hingga dampak geopolitik global yang turut dirasakan di tingkat lokal.
Oleh karena itu, ada tiga hal pokok yang harus menjadi perhatian serius bagi pemangku kebijakan di tahun mendatang yaitu pertama, penguatan kebijakan teknokratis yang kontekstual dalam artian tidak boleh diseragamkan, karena setiap daerah butuh pendekatan yang sesuai dengan karakteristiknya. Kedua, keberanian mengoreksi dampak inkonsistensi kebijakan sebelum-sebelumnya. Faktanya, perubahan arah, penundaan, atau penghentian proyek strategis, kerap menimbulkan beban lingkungan, sosial, dan tata ruang yang harus ditanggung daerah dan warganya. Ketiga, mendorong percepatan hilirisasi dan diversifikasi ekonomi seraya melakukan optimalisasi pendapatan asli daerah (PAD) demi kemandirian fiskal jangka panjang. Jika langkah-langkah berani ini tidak segera diambil, pembangunan Jambi hanya akan berjalan di tempat di tengah arus perubahan yang kian kencang.
*Kota Jambi, 28 Desember 2025.
*Tulisan-tulisan saya lainnya di link berikut ini:
2 APBD Anjlok: Meneroka Kebijakan Dana Transfer 2026
3) Reformasi Birokrasi Pemerintah Provinsi Jambi
4) Quo Vadis BUMD PT Jambi Indoguna Internasional (JII) ?
5) Asta Cita dan Beban Berat APBD Jambi 2025
6) Menavigasi Visi APBD Jambi Pasca Efisiensi
7) Quo Vadis APBD Jambi 2019-2024?
8) Ketindihan Teknokratis: Problem Akut Perencanaan Pembangunan
9) Potret Buram Daya Saing Daerah Jambi
10) Anomali Pembangunan Provinsi Jambi 2023
11) Beban Belanja Infrastruktur Jambi MANTAP 2024
12) Di Balik Gaduh Mendahului Perubahan APBD Jambi 2023
13) Medan Terjal Tahun Berjalan APBD Jambi 2023
14) Menyoal Proyeksi APBD Jambi 2024
15) Gonjang Ganjing Defisit APBD Jambi 2023
16) Dua Tahun Jambi Mantap Al Haris-Sani, Sebuah Timbangan
17) Setahun Jambi Mantap Al Haris-Sani: Sebuah Timbangan
18) Palu Godam Hakim Artidjo Alkostar
19) Duh Gusti, Makin Astaga Saja Negeri Ini
20) Surat Terbuka untuk Wakil Gubernur Jambi
21) Surat Terbuka Untuk Anggota DPR RI Dapil Jambi
22) Pandemi Covid-19 di Jambi, Surat Terbuka untuk Gubernur Jambi
23) Polemik Angkutan Batu Bara di Jambi dan Hal-hal Yang Tidak Selesai
24) Batu Bara Sebagai Persoalan Kebudayaan, Sebuah Autokritik
25) Nada Sumbang di Balik Pembangunan Puteri Pinang Masak Park
26) Kode Keras "Palu Godam" KPK di Jambi
27) Menguji Kebijakan Anti Korupsi Al Haris-Sani


0 Komentar